Sunday 21 October 2012

Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangsung 450 Tahun

Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangsung 450 Tahun MAJELIS Penyimbang Adat Lampung (MPAL) yang langsung dipimpin Gubernur Lampung Drs. Sjahroedin Z.P., S.H., berkunjung ke Keraton Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Kesultanan Banten dan Desa Cikoneng Banten, 8-10 Februari 2007 lalu, berlangsung sukses. Kunjungan tersebut juga disertakan 10 seniman dari Dewan Kesenian Lampung, tim ahli Gubernur, dan birokrat. Gubernur Lampung saat diterima Pangeran Mohammad Emiruddin dari Keraton Kanoman mengatakan, Cirebon adalah saudara tertua bagi Lampung. Oleh karena itu, ikatan persaudaraan ini harus lebih ditingkatkan lagi pada masa-masa sekarang hingga mendatang. “Artinya, jika Cirebon ‘diserang’ maka Cirebon berada di depan dan Lampung di belakang. Begitu sebaliknya, jika Lampung diserang, Cirebon di belakang dan Lampung berada di depan,” ujar Sjahroedin dalam sambutannya. Ia punya alasan mengapa Cirebon dan Lampung memiliki pertalian saudara. Dijelaskan, ketika Sultan Syarif Hidayatullah melakukan penyebaran Islam di Banten lalu sempat singgah di Lampung dan menikahi muli (perempuan) Lampung bernama Ratu Sinar Alam. Setelah itu, sultan kembali ke Banten dan membawa masyarakar Lampung dari 40 pekon (desa) untuk membantu penyebaran agama dan melawan penjajah. Warga Lampung yang selamat mencapai Banten kemudian berjuang habis-habisan membantu sultan. Karena kegigihan orang Lampung, yang masih hidup kemudian dihadiahi sepertiga Banten. Sebagaimana dijelaskan M. Furqon, orang Lampung beberapa generasi dari Cikoneng Banten, surat wasiat sultan kini berada di Belanda. “Saat kini, orang Banten asal Lampung hanya menempati 4 desa di kawasan Anyer Banten, yaitu Cikoneng, Tegal, Bojong, dan Duhur,” jelas Gubernur Lampung Sjahroedin ZP. Oleh karena itu, merujuk Sultan Syarif Hidayatullah, Gubernur Lampung menyimpulkan antara Lampung dan Cirebon sesungguhnya bersaudara. Itu sebabnya, melalui kunjungan tersebut, ibarat pepatah: ingin mempersatukan kembali balung pisah (tulang yang berserakan, persaudaraan yang terpisah jarak), hendak mengikat tali yang sempat putus. “Hubungan kekerabatan ini, sebaiknya tak hanya adat atau budaya yang kembali diikat. Melainkan dalam hal lain, misalnya pembangunan, kalau mungkin dapat bekerja sama,” kata Sjachroedin. Dalam kesempatan di Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan, Gubernur Lampung memberikan bantuan dan bawa-tangan lainnya. Misalnya, di Kesultanan Kasepuhan—pusat penyebaran agama pertama di Cirebon—Gubernur Lampung menyerahkan bantuan 3 ekor kerbau. Dalam kesempatan itu juga, Sjahroedin berulang menyebutkan bahwa kunjungan “budaya” itu dimaksudkan untuk membuka wawasan orang Lampung, terutama para penyimbang adat. Sehingga, setelah kembali ke Lampung tidak lagi ibarat katak di dalam tempurung, pikiran picik, dan berjuang untuk kembali menyusuri berbagai peninggalan leluhur yang mungkin masih terpondam. Ia menyebut, jika memang di Lampung pernah ada Kerajaan Tulangbawang atau Skalaberak, maka mesti dicari bukti-bukti tentang itu semua. “Sebab beruntung Cirebon dan Banten yang masih memiliki bukti-bukti,” katanya. Gubernur juga berharap ke depan, tidak ada lagi ritual pemberian gelar bagi seseorang dengan sangat mudah seperti selama ini terjadi. “Harus ada kriteria mengapa seseorang diberi gelar adat, bukan karena ia memiliki banyak uang.” Majelis Penyimbang Adat yang seharusnya menyeleksi dan menentukan kriteria tentang pemberian gelar. Selain itu, penyimbang adat juga bekerja untuk menjaga nilai-nilai adat, tradisi, dan peninggalan sejarah yang masih ada di daerah Lampung. Dengan demikian, sejarah masa Lampung dapat ditelusuri. Syahroedin yakin bahwa Lampung masih memiliki sejarah budaya yang tak kalah dengan daerah-daerah lain di Tanah Air. Hanya saja, jika di daerah lain sejarah itu masih meninggalkan bukti seperti keraton, makam, ataupun berupa aksara. Ia mencontohkan Kerajaan Tulangbawang di Menggala, sampai kini masih diragukan kebenarannya karena tidak adanya bukti. Begitu pula di Skalabrak, situs di Pugungraharjo, dan sebagainya. 450 Tahun Cikoneng Kunjungan terakhir MPAL dan DKL berakhir di pekon (desa) Bojong, Cokoneng, Kec. Anyer Banten. Di tempat ini, rombongan Gubernur Lampung membagikan bingkisan sembako untuk 250 keluarga. Selain itu membantu uang tunai Rp10 juta untuk pembangunan mesjid di Bojong dan Rp15 juta bagi pembangunan masjid di Tegal. Gubernur juga berjanji akan membantu perahu motor bagi warga Banten asal Lampung, setelah dibicarakan lebih dulu. Mayoritas warga asal Lampung di empat pekon di Banten bermata pencarian sebagai nelayan. Kehidupan mereka juga banyak yang kurang beruntung. Berbeda dengan orang lampung berasal dari Banten di Provinsi Lampung; banyak yang bernasib baik di eksekutif, legislatif, dan swasta. “Karena itu, saya berharap orang Banten asal lampung di sini juga mendapat hak yang sama dengan warga banten lainnya. Namun demikian, kesamaan hak itu harus diimbangi dengan tingkat pendidikan dan profesional yang baik pula,” katanya. Untuk ke depan, orang Lampung di empat desa Cikoneng diberi kesempatan belajar, bahkan kalau mungkin menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi di Lampung. Gubernur Lampung juga siap membantu pengadaan perahu motor bagi nelayan Banten asal Lampung tersebut. Menurut M. Furqon, keturunan Lampung di Desa Bojong, Cikoneng, Banten yang juga pengurus DPP Lampung Sai, warga Cikoneng asal Lampung (ada empat desa: Cikoneng, Bojong, Tegal, dan Duhur) sudah hidup turun-temurun selama kurang lebih 450 tahun. Kedatangan orang Lampung ke Banten karena diajak Sultan Syarif Hidayatullah setelah mempersunting Ratu Sinar Alam, gadis Lampung. Dipekirakan 40 pekon membedol lalu menyeberangi Selat Sunda dan menepi di Anyer. Dari sinilah para pemuda Lampung yang amat gigih bahu-membahu memperkuat Sultan Syarif Hidayatullah melawan penjajah, mempertahankan tanah Banten, dan membantu sultan dalam penyebaran Islam di Banten. Sejak itu orang Lampung menetap di empat desa di tepian pantai Anyer, setelah surat pembagian wilayah yang diberikan Sultan Syarif Hidayatullah dibawa ke Belanda. “Padahal dalam s urat wasiat itu, orang Lampung yang membantu sultan diberi wilayah sepertiga dari tanah Banten. Kini kami hanya menempati empat desa,” tutur Furqon. Akulturasi Orang Lampung di Cikoneng memang telah terjadi akulturasi. Hal ini dimaklumi karena sudah 450 tahun turun-temuruh mereka menempati empat desa di Anyer, Banten. Mungkin kalau tak ada kepedulian Sjahroedin ZP—jauh sebelum ia menjabat Gubernur Lampung—sebagai Ketua DPP Lampung Sai berkunjung ke Cikoneng untuk menyalurkan bantuan sembako, uang, pakaian adat, dan penjelasan perkawinan adat. Meskipun pakaian adat sudah kerap dipakai pada saat-saat tertentu—misalnya menyambut kunjungan rombongan Gubernur, MPAL, dan DKL, para gadis (muli) berpakaian adat, namun bahasa sehari-hari mereka adalah percampuran bahasa Lampung dan Banten. Misalnya, ketika meminta tamu asal Lampung agar menempati kursi yang telah disediakan karena acara segera dimulai, salah seorang panitia berujar: “puari kabeh, mejong diji.” Puari adalah basa Lampung yang berarti saudara, sedangkan kabeh berasal dari Banten yang maksudnya semua atau sekalian. Akulturasi itu, menurut Furqon, terjadi pula pada pergaulan sehari-hari. Selain itu, perkawinan campur yang juga berlangsung cukup lama, di samping hadirnya suku-suku lain ke desa tersebut. Akulturasi ini akhirnya memperkaya citarasa budaya masyarakat asal Lampung di Cikoneng. Namun demikian, masyarakat asal Lampung di sana mulai menyadari “tanah asal” dan merindukan kembali kepada akar tradisi dan budaya Lampung. Itu sebabnya, kunjungan MPAL, DKL, dan Gubernur Lampung disambut antusias dan keterharuan seluruh warga asal Lampung di Cikoneng. “Kami memang warga Banten, tapi kami orang (ulun) Lampung. Bahasa dan adat istiadat kami memang bercampur (Lampung dan Banten, red.), tetapi akar kami adalah Lampung.” Maka benar adanya pepatah: “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Masyarakat Cikoneng sudah membuktikan itu… (isbedystiawanzs) Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Entri Populer MENJELANG MAGHRIB Wajah wajah lusuh terpancar Dengan pakaian yang terkusut masai Bawa beban yang ingin disingkirkan Pada saat sore ini Tapi kulihat juga wajah... Untuk orang tua/ayah/ibu dalam Bahasa Sunda Wilujeng Sasih Siam Kanggo Apa, Mamah sareng Kulawargi di Bumi. Neda sih hapunten samudaya kalepatan nu dihaja sinareng henteu. Mugia ibadah... Mimpi Yang Terkurung aku hanya ingin menjalani hidupku, waktuku yang berharga, semua yang kusukai tanpa penyesalan. Tanpa banyak pikiran lagi di otak. Hanya mela... Sajak Tsunami Aceh Widayanti Dalam do'a kuukir nisan-nisan Kembalilah ke taman indah Berhiaskan berjuta bunga Berteman seribu bintang Berbekal seribu ayat yang... BANGSAT BERMUKA SETAN Andai saja setan bermuka bangsat Pasti para koruptor dan penjilat penjilat itu Akan berkata "Datang lagi kawan dan saingan baru" Sehingga me... Jangan Pergi Dariku mengapa terjadi perpisahan ini? saat sang cinta melebarkan sayapnya apalagi aku tlah terlanjur cinta aku malu pada teman dan semua orang kek... kuberikan ia cinta Matahari ku pinjam hangatmu Tuk selimuti tubuhnya yang rapuh Biar dia tahu kalau dia tidak sendiri Sungai kupinjam riam airmu Sebagai musik ... Menyapu Jejak Luka Sendiri ku berdiri disini Di sudut pojok ruang hati Mencari-dan terus mencari Tanpa tahu apa yang ingin dicari Hanya bisa merasakan mencoba ... Terindah Untukmu Kulihat lembayung cintamu Terulur sejuk diantara panas mentari Menyiram kalbuku yang gersang Memupuk mimpi dalam benakku Indah dirimu tak te... Puisi Menjelang Ramadhan Di tengah malam, saat aku menatap langit berhias bintang, seakan-akan malam-malam suci itu sedang berbaris menunggu giliran untuk bertemu de... Arsip Blog ► 2010 (5) ▼ 2008 (2025) ► Desember (122) ► November (698) ► Oktober (907) ► September (102) ► Juli (18) ▼ Juni (61) Cintaku hanya untuk Bidadari Hati Sang Perawan Aku Mencintaimu Sabda Sebuah Hati yang terlanjur mencintai Hatiku sebutir salju putih Aku jatuh cinta Suara Rindu sangkar asmara.... Menghalau Cinta.............. Derita maya.... bisik cinta kilau sejuta warna Kerinduan angin Pada Bidadari perjalanan masih panjang Karena Kau Satu Cinta untuk jiwa Setiap Awal Huruf Yang Terpikir Anugerah Hidup Kabar untukmu cinta gadisku, maafkanku Tapi pasti ku berikan padamu Sebuah cinta Ukiran Sajak dalam Sebuah Nama Puisi yg tiba-tiba tercipta kekasih sejati untuk cinta ku Bahasa bersurat Deritaku......... Rimba Raya mencari kata Cinta Pertama........... Kepada kau yang tercinta Ku Tau Pertandamu Cinta Untukmu Sahabat.......... hanya tersisa Dilema Hati yang terus mencinta Cahaya........ Embun pagi........ Selamat datang kembali, sayang BERAKHIRLAH SUDAH kawan embun pagi Aku takut kehilanganmu wajahmu Tertutuplah Pintu Hati untuk satu kata satu makna CAHAYA AURAT Yang Dirindui MATAMU SYUKURKU Malamku tanpamu Perahuku merapat Bau belerang Surat kematian Aku pendatang Daun Penutup Menjemputmu Setelah pintu tertutup Menghapus Kenangan Lama Sudah di Rumah Pangeran Pesta Bakar Ikan Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangs... Sebotol Mineral Surat dari Hutan Jati Si Pemabuk itu Bertobat KADAL ► Mei (83) ► Maret (16) ► Februari (1) ► Januari (17) ► 2007 (59) ► 2006 (1)

No comments:

Post a Comment