Sunday 21 October 2012

Marga kayuagung berasal dari dua keturunan atau poyang.Keduanya,yaitu keturunan yang berasal dari Abung Bungamayang dan dari Skala Berak

Explore NAMA :SANTINIM :2010 112 188KELAS :3EMATA KULIAH :TEORI SASTRAASAL DAERAH :TULUNG SELAPAN.OKI ASAL MULA KAYUAGUNG Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dariKabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan (Palembang) , Kayuagung yang berjarak 65 KMdari pusat kota Palembang, Kayuagung merupakan Daerah Tingkat II di provinsi SumateraSelatan sekaligus merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).Nama Kayuagung secara umum berasal dari sebuah sejarah, dimana pada zamandahulunya, daerah kota kayuagung terdapat pohon-pohon yang berukuran besar, bahkan adayang sampai berdiameter 4 meter , kemudian disimpulkanlah oleh para petua Pohon ituberarti Kayu sedangkan Besar Itu Agung. mungkin andapun secara tidak sengaja pernahmelihat pohon berukuran besar di kota anda, kemungkinannya itu merupakan pohonkayuagung, tapi bukan berarti setiap pohon yang besar itu merupakan pohon kayuagung, cirikhas pohon Kayuagung itu berukuran besar memiliki urat pohon yang timbul dan memilikiakar yang besar dan menjular, selain itu juga terdapat akar yang menjular dari atas kebawah, jadi dari sebuah pohonlah nama dari kota kayuagung itu.Kayuagung ibukota dari Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan Pemerintah DaerahTingkat II di Sumatera Selatan yang luasnya sekitar 21.469,90 kilometer persegi yang secarageografis terletak antara 104 2 ‘ - 106 o’ derajat Bujur Timur dan 4o 30′ - 4o 15 derajat LintangSelatan. jumlah penduduk dalam sensus 2008 mencapai kurang-lebih 55 , 285 ribu jiwa lebih,mayoritas penduduknya beragama Islam. APRESIASI TENTANG KAYUAGUNG Sekitar 5 tahun yang lalu Kayuagung hanyalah kota sederhana, Kayuagung Lebih identik sebagai kota Duta , banyak orang yang berfikir negatif tentang Kayuagung, menyedihkanmemang, tapi anggapan orang telah terlanjur terbentuk bahwasanya Kayuagung kota duta,kotanya para penjahat, perampok, dsb, hanya saja untuk kembali membuka pikiranmasyarakat umum tentang Kayuagung, saya akan memberikan persentase jumlah penduduk yang berprofesi sebagai Duta di Kayuagung, persentase yang ada hanya 8, 72 % orangpribumi yang berfrofesi sebagai duta.Duta itu istilah dari penjahat yang melakukan tindakankriminal (pencurian, perampokan, dll) yang umumnya beraksi di luar negeri ada juga yang diindonesia. PERBEDAAN 5 TAHUN LALU Kayuagung sudah menjadi kota yang sedikit lebih maju, Kayuagung yang memilikikelengkapan yang bisa di katakan standard, pada tahun 2008 telah berdirinya UNISKI (Universitas Islam OKI), Lapangan Olahraga, Rumah Sakit Umum Tingkat Nasional , Sekolah Menengah Atas yang telah standard Nasional , Serta Objek Wisata Teluk Gelam ,Peningkatan ekonomi masyarakat jauh lebih baik di banding beberapa tahun lalu,perkembangan Ini pun di manfaatkan oleh beberapa Pengusaha yang menganggap kayuagungberpotensi sebagai peluang usaha.Pemerintah memperhatikan betul perkembangan di beberapa sektor sesuai programPemerintah Daerah, mulai dari Sektor Pendidikan, Olahraga, Kesehatan, Pertanian dan SektorEkonomi , dalam beberapa tahun ini mengalami kemajuan yang pesat dan signifikan, hal itu juga tak lepas dari dukungan masyarakat kayuagung, sekaligus memacu masyarakat untuk melakukan revolusi besar, sebuah perubahan untuk kemajuan bersama, Agar terus dapat terusberkembang menjadi kota yang pantas di banggakan , sayangnnya sedikit terlambat dibandingkabupaten-kabupatenlainnya.Kayuagung mulai berbenah di sektor Pendidikan sekarang di kabupaten OKI khusus nya dikayuagung telah memiliki sekolah-sekolah yang standard nasional, SMP dan SMA yangmampu berprestasi mulai dari tingkat provinsi hingga di tingkat nasional, Pada tahun 2008telah berdirinya Universitas Islam OKI (UNISKI ) , serta lembaga-lembaga belajar lainnya, sebut saja, Kursus dan Kuliah Komputer DCC Kayuagung , AL-Ikhlas , Gilland Ganesha,Taman Belajar English Course, Mitra Global, Serta Bimbingan Belajar . Kayuagung mulai berbenah di sektor Ola h raga, sekarang di Kayuagung telah tersedia Lapangan Sepakbola Segitiga Emas lapangan yang memang belum memiliki kelayakanuntuk event daerah, belum adanya tribun seperti layak stadion bola umumnya, Lapangan Futsal Outdoor Sederhana, Lapangan Badminton Indoor , Arena lingkar Road Race , serta Lapangan Badminton di Gedung Juang Kayuagung , tersedia juga olahraga Sky Air Di danau Wisata Teluk Gelam , Perahu Layang , dalam beberapa tahun ini selalu dia adakannya “BUPATI CUP” kompetisi ini untuk memacu dan melihat potensi atlet-atlet di Kayuagung,sekaligus menyalurkan bakat-bakat masyarakat Kayuagung. LEGENDA DARI KAYUAGUNG Sebagai Ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ilir, kayuagung merupakan daerah yangsangat penting peranannya di kabupaten ini. Selain penduduk asli, ditempat ini bermukimanpenduduk yang berasal dari berbagai daerah, tidak hanya dilingkungan Sumatra Selatan tapi juga dari luar propinsi. Masyarakat kayuagung Asli, menyimpan kisah yang sangat unik,sebagaimana yang dituturkan oleh berbagai sumber tradisional dan modern.Penduduk dalam Marga kayuagung berasal dari dua keturunan atau poyang.Keduanya,yaitu keturunan yang berasal dari Abung Bungamayang dan dari Skala Berak yaituKomering-Batak. Abung Bungamayang mula-mula menempati daerah di sekitar SungaiHitam Lempuing, dengan leluhurnya bernama Mekodum Mutaralam. Sedangkan keturunan yang berasal dari Skala Berak mula-mula bertempat tinggal di Batu Hampar Kijang poyangyang bernama Raja Jungut.Menurut cerita tutur yang beredar di kalangan masyarakt setempat, Puyang MekodumMutaralam. Ini berasal dari Abung Bungamayang yaitu suku bangsa yang terdapat dikresidenan Lampung Utara yang bernama Siwo Mego di daerah Wai Kunang.Pada awalnya, orang Abung tinggal di Wai Kunang dengan maksud untuk mencaritempat tinggal di Komering, akan tetapi lantaran mereka terdesak dalam suatu peperangan,maka mengundurkan diri memasuki sungai Macak, keluar ke sungai Lempuing. Di daerahinilah kemudian orang Abung menetap.Tempat yang mula-mula diduduki orang Abung ialah Kotapandan di daerah SungaiHitam yaitu anak sungai Lempuing. Komunitas itu dipimpin langsung oleh MekodumMutaralam. Setelah meninggal dunia, ia digantikan oleh puteranya yang bergelar RadenSederajat. Ketika Raden Sederajat wafat ia digantikan oleh puteranya bernama Indera Bumi.Indera Bumi mempunyai dua putera laki-laki yaitu Setiaraja Diyah dan Setia Tanding.Tokoh yang namanya disebutkan pertama, yaitu Setiaraja Diyah yang menggantikankedudukan ayahnya sebagai pimpinan orang Abung Bungamayang katika beliau wafat.Dalam memimpin, ia dibantu oleh jurutulis Setiabanding Sugih. Kedudukannya berada dikotapandan.Pada masa kepemimpinan Setiaraja memimpin, maka ditetapkanlah adat istiadatkemasyarakatan oleh patih Gajahmada.Adat istiadat itu berisi peraturan tentang adat istiadatpedusunan, adat bujang gadis,dan masalah etika lainnya. Pada masa ini di ajarkan pulapenulisan dengan menggunakan aksara Surat Rencong.Untuk mengatasi jumlah penduduk yang telah berkembang, pada masa kekuasaan Setiaraja Diyah Ini di lakukan pengembanganwilayah dengan membuka perkampungan sekaligus penempatan penduduk sekitar sungailempuing, dengan nama Bulu Nawa. Ditempat baru ini diselenggarakan pula pemerintahanbaru, yang masih berinduk pada kekuasaan lama yang berkedudukan dikota Pandan.Lambat laun, Bulu Nawa manjadi suatu tempat yang ramai dan maju. Kondisi inimengundang kedatangan orang-orang yang berasal dari tempat-tempat yang jauh, termasuk orang-orang asing untuk mencari penghidupan. Bulu Nawa mulai di kenal sebagai tempat perdagangan. Karena telah menjadi sangat maju, sampai-sampai Setiaraja Diyahmenggabungkan diri dengan negeri Bulu Nawa.Setiaraja Diyah menikahkan Putri nya si Rambut Putih dengan Ratu Aji. Tokoh yang disebutkan terahir ini adalah memiliki kehebatan yang sangat tinggi sehingga di sebut sebagaidewa suku Milung yang pertama kali turun ke dunia. Menantu Setiaraja Diyah yang hebat inimenerima gelar Depati Jorang Angkatan dan ia menggantikan Setiaraja Diyah.Depati jorang Angkatan mempunyai anak bernama Depati punya Bumi. Anak inilah yangmenggantikannya setelah ia mangkat. Depati punya Bumi selanjutnya di gantikan oleh DepatiLanang, yang setelah mangkat digantikan anaknya Depati Bungkuk.Akan halnya saudara Setiaraja Diyah, yaitu Setia Tanding telah berpindah tempatKe pematang Bidara. Dalam kedudukannya sebagai pimpinan di pematang Bidara, iaselanjutnya digantikan oleh putera nya yang dikenal dengan sebutan Setia Kujang. SetiaKujang merasa kurang cocok di Pematang Bidara sehingga selanjutnya berpindah lebih kehilir sungai, di suatu tempat sebelah hilir Muara Burnai sekarang. Setelah mangkat, SetiaKujang digantikan oleh puteranya Setia Landai. Setia Landai berkedudukan di kota Besi,sementara depati Bungkuk tetap berkedudukan di Bulu Nawa.Malang tidak dapat di hindarkan, pada masa kekuasaan kedua tokoh ini kota Besi dan BuluNawa secara bersamaan di serang oleh banjir sehingga keduanya, bersamaan seluruh rakyatpindah ketempat lain yang lebih aman. Setia Landai mendapatkan tempat di PematangSudahutang yaitu di berada di hulu Pedamaran sekarang, dan di beri nama Perigi. SementaraSetia Bungkuk mendapatkan tempatnya di Tanjung Beringin di tepian Batanghari Mesuji.Pada waktu mengungsi lantaran banjir, Depati Bungkuk membawa seperangkat gamelanyang diberi nama Tale Seratus. Kini gamelan itu telah tidak ada lagi karena telah dijual olehsalah seorang diantara keturunannya, yaitu Depati Kemala Anom.Depati Bungkuk mempunyai dua orang anak yaitu Purbajaya, dan yang satu lagi DepatiPunya Bumi Muda yang kemudian menggantikannya memimpin dalam komunitas di TanjungBeringin itu. Pada masa kekuasaan Depati Punya Bumi, masyarakat Abung yang berada diTanjung Beringin berpindah tempat kehilir Pematang Sudahutang yaitu Perigi. Akan tetapi karena Perigi telah dipimpin oleh Setia landai maka Depati Punya Bumi Mudaberada di bawah kekuasaan Setia Landai. Setia Landai sendiri, setelah wafat digantikan olehputeranya Depati Jana dan memindahkan masyarakatnya dari pematang Sudahutang ke suatudusun yang baru diberi nama Perigi pula. Pemindahan itu merupakan hasil mufakat antaraDepati Jana dengan tokoh yang berasal dari skala Berak yang berkedudukan di Batuampar,yaitu Tuan Pegaduh.Karena terjadi pernikahan antara Surapati, anak Depati Jana dengan puteri Tuan Pegaduhyang bernama Dayang Sekara, maka Tuan Pegaduh memindahkan masyarakat dusunnya dariBatuampar ke suatu tempat masih ditepi sungai Komering. Tempat ini di kembangkanmenjadi suatu dusun yang ramai. Lantaran di dusun itu di beri nama Kayuagung.Setelah berdiri dusun perigi dan kayuagung, maka masyarakat di dusun Sudahutang banyak yang meninggalkan tempat kediamannya semula. Ada yang pindah dan menetap di huludusun Perigi dan diberi nama Kotaraya. Kotaraya di pimpin oleh Departi Punya Bumi Muda.Sebagian lagi, penduduk Sudahutang pindah ke suatu tempat di seberang kayuagung dan diberi Sukadana. Sukadana di pimpin oleh saudara Depati Punya Bumi Muda yang bergelarPurbajaya.Depati Punya Bumi Muda berganti gelar menjadi Depati Kemalaratu Anom. Tokoh yangakan memangku jabatan kepala dusun, hendak lah di pilih oleh orang-orang AbungBungamayang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Raja Diyah dan SetiaTanding.Selanjutnya, dusun Sukadana kemudian dimekarkan kepada dusun Jua-Jua dan dipimpin olehTuan Jimat. Begitulah, tempat ini terus berkembang mencapai sembilan sehinga disebutdengan Morge Siwe atau Sembilan Marga. Suhunan di Palembang merasa memerlukanseorang untuk membantunya mengatur kesembilan dusun itu. Untuk itu dipilihlah salahseorang di antara pimpinan kesembilan dusun itu. Tokoh yang dipilih adalah DepatirajaIkutan Muda.Dari Sukadana. Dalam kedudukan tersebut, Depatiraja Ikutan Muda diberi seperangkatatribut kebesaran oleh Suhunan palembang berupa satu payung perada atau emas, dua keris, ASAL USUL KAYUAGUNG Add To Collection 481 Reads 0 Readcasts 0 Embed Views Published by Shanty Putry Scorvio TIP Press Ctrl-F to search anywhere in the document. Info and Rating Category: Uncategorized. Rating: Upload Date: 04/28/2012 Copyright: Attribution Non-commercial Tags: This document has no tags. Flag document for inapproriate content Related 4 p. Legenda Putri Rambut Putih XIIA1 Hendra Sapuan 526 Reads 7 p. status pemanfaatan sungai lempuing_2008 hakim 2041 Reads Leave a Comment Submit Characters: 400 About About Scribd Blog Join our team! Contact Us Advertise with us Get started AdChoices Support Help FAQ Press Partners Publishers Developers / API Legal Terms Privacy Copyright © Copyright 2012 Scribd Inc. Language: English

Tiyoh Sikam: Sejarah Kota Kayuagung

Tiyoh Sikam: Sejarah Kota Kayuagung: Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten dari  Provinsi Sumatera Selatan (Palembang) , Kayua...

Sejarah Kota Kayuagung

Tiyoh Sikam "sikam nyaak kelompok duo , ije naah namo sikam : Diant , Dwi , Denty , Dicky , Ayu . mokase dang lupe komen yo :D " Jumat, 28 September 2012 Sejarah Kota Kayuagung Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), Kayuagung yang berjarak 65 KM dari pusat kota Palembang, Kayuagung merupakan Daerah Tingkat II di provinsi sumatera selatan. Kayuagung merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Asal Usul Nama Kelurahan di Kayuagung Sederet nama kelurahan di kota kayuagung punya asal-usul yang mungkin jime owam sendiri tidak tahu dari mana datang dan asal muasal nama itu. Sukadana : dinamakan sukadana karena lebak didusun tersebut melingkari sebuah danau pada awalnya nama sukadana adalah suka danau, tetapi seiring waktu berubahlah menjadi nama sukadana. Paku dinamakan dari tumbuhan paku atau sejenis pakis. Mangunjaya dahulunya diambil dari seorang pimpinan desa ini, lalu kemudian mangunjaya di beri nama dirinya. Sidakerja dinamakan karena dahulunya merupakan suatu tempat hukuman Jua-jua Diambil dari sebuah nama ikan jua-jua sejenis dengan ikan seluang. Perigi dinamakan karena dahulunya karena dahulunya terdapat kolam atau perigi Kotaraya dinamakan karena ini pada dahulunya merupakan kota ini adalah kota yang ramai. Kedaton dinamakan karena dahulunya didirikan diatas daratan yang bernama talang kedaton. Kayuagung karena dahulunya terdapat pohon yang sangat besar. Nama Kayuagung secara umum berasal dari sebuah sejarah, dimana pada zaman dahulunya, daerah kota kayuagung terdapat pohon-pohon yang berukuran besar, bahkan ada yang sampai berdiameter 4 meter,kemudian disimpulkanlah oleh para petua Pohon itu berarti Kayusedangkan Besar Itu Agung. mungkin andapun secara tidak sengaja pernah melihat pohon berukuran besar di kota anda, kemungkinannya itu merupakan pohon kayuagung, tapi bukan berarti setiap pohon yang besar itu merupakan pohon kayuagung, ciri khas pohon Kayuagung itu berukuran besar memiliki urat pohon yang timbul dan memiliki akar yang besar dan menjular, selain itu juga terdapat akar yang menjular dari atas kebawah, jadi dari sebuah pohonlah nama dari kota kayuagung itu. Kayuagung ibukota dari Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan Pemerintah Daerah Tingkat II di Sumatera Selatan yang luasnya sekitar 21.469,90 kilometer persegi yang secara geografis terletak antara 1042'-106 o' derajat Bujur Timur dan 4o 30'-4o 15 derajat Lintang Selatan. jumlah penduduk dalam sensus 2008 mencapai kurang-lebih 55,285 ribu jiwa lebih, mayoritas penduduknya beragama Islam. ADAT PERNIKAHAN KOTA KAYUAGUNG Salah satu tradisi adat yang banyak perbedaannya adalah tradisi perkawinan. Bahkan terjadinya akulturasi dan perubahan-perubahan antar kebudayaan, yang mengakibatkan dalam satu daerah terdapat pola adat perkawinan yang memiliki tingkatan atau macam-macam bentuk upacara pernikahan. Secara teoritis perubahan kebudayaan berkaitan erat dengan perubahan pola kebutuhan masyarakat pendukung kebudayaan itu, yaitu kebutuhan biologis, sosiologis, dan psikologis, secara sederhana dapat dikaitkan bahwa kebudayaan selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi pada kebutuhan hidup masyarakat. Baik itu sendiri disebabkan oleh penetrasi kebudayaan luar kedalam kebudayaan sendiri atau karena terjadi orientasi baru dari kalangan intern masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri. Contohnya terdapat pada masyarakat Kayuagung sendiri. Di mana dahulunya upacara adat pernikahan yang dilakukan dengan cara pernikahan mabang handak, akan tetapi pada masa sekarang upacara pernikahan seperti itu sudah jarang dipakai masyarakat, karena sudah banyak memakai upacara adat pernikahan kawin begorok dan kawin sepagi. Hal ini dikarenakan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan lingkungan. Upacara pernikahan seperti ini terbilang unik. Dikatakan unik karena sistem adat perkawinannya mempunyai beberapa macam atau bentuk upacara perkawinan, akan tetapi walaupun demikian, peradabannya tetap bernuansa Islam. Macam-macam atau bentuk adat perkawinan di Kayuagung adalah: Kawin sepagi adalah prosesi adat perkawinan yang dilaksanakan secara simple atau dengan cara sederhana. Maksudnya adalah dengan terlaksananya acara ijab qobul saja itu sudah cukup, dan dirayakan secara sederhana tidak melibatkan rangkaian atau prosesi lainnya. Kawin Begorok adalah prosesi adat perkawinan yang dilaksanakan dengan rangkaian acara biasa, yang melibatkan kaum kerabat, tetangga dan handai taulan. Begorok Mabang Handak adalah prosesi adat perkawinan yang dilaksanakan secara besar-besaran, Maksudnya adalah upacara pelaksanaan itu dilakukan secara besar-besaran mempergunakan prosesi adat yang sangat lengkap dan beralur. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelititan lapangan (field reseach). Tujuan penelitian ini adalah guna mengetahui bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi ini, dan nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam tradisi tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, dan wawancara. Upacara Ngarak Pacar Upacara Ngarak Pacar adalah salah satu upacara ngarak dikayuagung ogan komering ilir dilaksanakan setelah sholat isya dimana pemakai baju pesalin bagi laki-laki pembawa atau penarik kereta juli ketempat orang tua mempelai wanita untuk menjemput pihak besan untuk melakukan upacara ngarak pacar, serta tidak ketinggalan musik yang ikut menyemarakan suasana upacara ngarak pacar, iringan musik dan sorak-sorai sepanjang jalan yang dilalui pasangan tersebut, banyak warga yang sengaja keluar rumah untuk melihat arak-arakan ngarak pacar ini. Kawin lari (SETAKATAN) adat kayuagung Kawin lari (SETAKATAN) identik dengan suatu hal negatif yang ada pada masyarakat... pada artikel ini ane mau meluruskan padangan yang salah tentang apa itu kawin lari khususnya manurut pandangan masyarakat suku Lampung Pubian... Larian (kawin lari) merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang Muanai (bujang) dan seorang muali (gadis) dimana sang muanai membawa terlebih dahulu si mauli sebelum adanya akad nikah... tentunya hal ini telah dibicarakan dan direncanakan terlebih dahulu, bukan secara spontan/dadakan... keluarga dari pihak muli tentunya juga telah mengetahui atau telah setuju, memang biasnya tidak seluruh anggota keluarga dan kelompok adat tau tentang rencana tersebut,, bila seandainya keluarga besar dan kelompok adat sudah tau,,, buat apa Larian... Sebelumnya, pemikiran ane pun sama negatifnya dengan pemikiran sobat2 lain... tetapi setelah ane mendengar penjelasan langsung,, ane dapat mengerti mana yang bisa disebutkan sebagai adat dan mana yang merupakan perbuatan yang melanggar hukum??? Menurut buku yang ane baca ada syarat2 yaitu: 1. Muli yang dilarikan oleh mekhanai, wajib menaruh surat yang ditulis dan ditanda tangani oleh muli itu sendiri. Isi surat harus jelas, menerangkan bahwa mekhanai yang membawanya benama ... bin ... dan berasal dari kampung/daerah mana, serta meninggalkan sejumlah uang??? 2. Seandainya mekhanai yang membawanya adalah berasal dari kelompok Lampung Pepadun, maka keluarga yang bertanggung jawab pada pihak muli wajib mengadakan dan mengundang keluarga besar, kelompok adat, sesepuh adat, dan orang2 terdekat untuk bermusyawarah (ngukhaw muakhian),, dan di dalam musyawarah,, keluarga si muli meminta maaf atas kesalahan karena keluarga/muli tidak ada pemberitahuan sebelumnya... Tetapi apabila mekhanai tidak berasal dari kelompok Lampung Pepadun maka ngukhaw muakhian tidak wajib dilaksanakan,, apabila dilaksanakan maka itu merupakan kebijaksanaan yang terpuji. 3. Seandainya mekhanai yang membawanya adalah berasal dari kelompok Lampung Pepadun, maka keluarga yang bertanggung jawab pada pihak mekhanai wajib mengadakan dan mengundang keluarga besar, kelompok adat, sesepuh adat, dan orang2 terdekat untuk bermusyawarah (ngukhaw muakhian),, dan di dalam musyawarah,, keluarga si mekhanai juga meminta maaf atas kesalahan karena keluarga/mekhanai tidak ada pemberitahuan sebelumnya... Tetapi apabila mekhanai tidak berasal dari kelompok Lampung Pepadun maka ngukhaw muakhian tidak wajib dilaksanakan,, apabila dilaksanakan maka itu merupakan kebijaksanaan yang terpuji. Selain itu keluarga mekhanai pun wajib menyelesaikan masalah atau melaksanakan acara ngantak salah (meminta maaf kepada keluarga pihak muli) 4. Bila ketentuan-ketentuan pada point-poit diatas tidak deberlakukan atau tidak dilaksanakan,, maka akan ada tindakan-tindakan lain yang menanti?? Berupa hukuman denda. Diposkan oleh Tiyoh Sikam di 22:19 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Peta Bahasa-Budaya Lampung ,lampung ethnic analysis

zulzet Udo Z Karzi Pesan Pribadi Laporkan Pelanggaran Peta Bahasa-Budaya Lampung May 16, '08 2:31 AM untuk semuanya Oleh Udo Z. Karzi SEBELUMNYA, saya ingin berterima kasih kepada Budi P. Hatees, Asarpin, dan Irfan Anshory yang melalui tulisan mereka telah merangsang saya untuk kembali berwisata bahasa-budaya Lampung. Banyak hal yang ingin saya tanggapi sebenarnya. Tapi, dalam ruang yang terbatas ini, saya hanya ingin menuliskan sedikit pengetahuan yang sebisa mungkin mendasarkan pada referensi yang pernah ada. Satu hal yang ingin saya katakan, saya cuma praktisi bahasa Lampung yang barangkali tidak terlalu hirau dengan tata bahasa Lampung. Beberapa akademisi toh sudah melahirkan beberapa penelitian bahasa dan budaya Lampung. Perpustakaan Universitas Lampung bisa menjadi saksi dari berapa banyak penelitian tentang bahasa-budaya Lampung ini. Bahasa MDMD Pilihan kata dalam Mak Dawah Mak Dibingi (MDMD), saya pungut dari bahasa keseharian di sebuah tempat bernama Liwa. Beberapa kata, ada juga yang disunting dan 'diperbaiki' Irfan Anshory (Talangpadang) dan karena itu beberapa kosa kata Lampung Talangpadang masuk ke situ. Kata-kata yang saya gunakan juga bukan kata yang – ada yang bilang – bahasa Lampung tinggi. Ah, sebenarnya bahasa Lampung cukup demokratis dengan tidak membeda-bedakan mana bahasa kasar dan mana bahasa halus. Saya penutur asli bahasa Lampung di Liwa (nama marga/kecamatan) di Kabupaten Lampung Barat. Ada semacam konvensi yang menjadi ciri khas varian (sub dari sub dari subnya lagi) bahasa Lampung; yang membuat bahasa Lampung Liwa menjadi 'berbeda' dibanding dengan kecamatan tetangganya Kecamatan Batu Brak dan Belalau; Kecamatan Pesisir Tengah, Utara, dan Selatan; serta Kecamatan Sukau dan masuk ke wilayah Sumatera Selatan, bahasa Lampung Ranau. Belum lagi, kalau bahasa Lampung di luar Lampung Barat. Kebiasaan ‘buruk’ orang Liwa adalah suka menyederhanakan kata bahasa Lampung dan membuatnya lebih gampang diucapkan. Misalnya, kata lawang (Pubian), luangan (Belalau) menjadi longan (gila); haku menjadi aku (kata saya); hamu menjadi amu (katamu); hani menjadi ani (katanya); haga menjadi aga (mau, ingin); kuwawa menjadi kawa (berani); radu menjadi adu (sudah); sinji menjadi inji (ini); dan sebagainya. Saya ingat misalnya, pernah bersitegang soal kata 'sulan'. Bagi orang Krui (calon Kabupaten Pesisir Barat), 'sulan' berarti tikar, tempat duduk, ditiduri juga boleh. Tapi bagi orang Liwa sulan berarti tempat tidur atau kasur. Sedangkan tikar disebut orang Liwa dengan 'jengan'. Ada lagi, 'culuk'. Di Liwa, 'culuk' dengan pengucapan yang berbeda bisa bermakna beda juga; bisa berarti tangan, bisa pula berarti korek api. Tapi di Sukau, korek api disebut 'kusut'. Sementara bahasa Pubian (Gedongtataan), 'culuk' malah berarti 'jari telunjuk'. Wah, sesama orang Lampung bisa saling menyesatkan kalau berbicara. Hahahaa... Bahasa Lampung Bahasa Lampung yang dituturkan di Liwa, hanya salah satu varian saja dari bahasa Lampung. Meskipun banyak sekali dialek dan subdialek bahasa Lampung, tidak bisa dinafikan bahasa Lampung itu sama: bahasa Lampung. Karena itu bahasa Abung, Tulangbawang, Komering, Ranau, Kayu Agung, Way Kanan, Cikoneng, dan sebagainya tetap memiliki hak yang sama untuk disebut sebagai bahasa Lampung. Dalam bahasa Sunda, ada awi (bambu), dalam bahasa Sumbawa terdapat punti (pisang), dalam bahasa Batak ada bulung (daun). Jika dalam bahasa Lampung terdapat pula awi, punti, dan bulung bukan berarti bahasa Lampung bahasa hibrida (nyontek dari mana-mana), tetapi ini berarti membuktikan bahasa-bahasa Nusantara memang satu rumpun, yaitu rumpun Austronesia dari Madagaskar sampai pulau-pulau di Pasifik. Jadi, bukan Lampung nyontek Batak atau Batak nyontek Lampung, tetapi karena semuanya memang satu asal. Kemudian, Asarpin menyebutkan kata 'babai' untuk menunjukkan perempuan. Dalam soal ini Asarpin bisa keliru. Sebab, "babai" sebenarnya berarti menggendong/memomong anak. Yang dimaksudkan mungkin "bebai". Dalam bahasa Tagalog bebai berarti perempuan agung, hanya dipakai untuk menyebutkan perempuan yang terhormat. Bisa jadi ini arti aslinya dalam bahasa Austronesia purba. Bahasa Lampung memanggil ibu dengan ‘ina’ yang dalam bahasa Austronesia berarti 'orang diagungkan'. Jadi, agak gegabah jika Asarpin mengatakan bebai (perempuan) sama dengan babui (babi). Dalam buku Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara (Balai Pustaka, 1964), Prof. Dr. Slametmuljana tidak menyinggung-nyinggung bahasa Lampung. Mungkin dia tidak sempat meneliti bahasa Lampung. Dia membandingkan bahasa Melayu, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan beberapa bahasa lain sama dengan bahasa-bahasa di Indocina (Khmer, Palaung, Shan, dan lain-lain). Slametmuljana tidak mengatakan bahasa-bahasa Nusantara mengambil dari mereka, tetapi dia membuktikan suku-suku Nusantara berasal dari sana satu akar dengan mereka (bukan meniru mereka); sesama ahli waris Austronesia purba. Istilah bahasa hibrid untuk bahasa Lampung harus ditolak karena tidak memiliki dasar ilmiahnya. Bahasa Lampung tergolong bahasa tua dalam rumpun Melayu karena masih banyak menyimpan kosakata Austronesia purba. Dalam Perbendaharaam Kata-kata dalam Berbagai Bahasa Polinesia, Pustaka Rakjat, Djakarta, 1956 hal 16-31), Prof. Dr. Otto Demwolff dari Jerman mendaftar kosakata yang dilestarikan bahasa Lampung: apui (api), bah (bawah), balak (besar), bingi (malam), buok (rambut), heni (pasir), hirung/irung (hidung), hulu/ulu (kepala), ina (ibu), ipon (gigi), iwa (ikan), luh (air mata), pedom (tidur), pira (berapa), pitu (tujuh), telu (tiga), walu (delapan), dan sebagainya. Di atas semua itu sebenarnya saya hendak mengatakan bahasa Lampung bisa modern, bergaya, dan berdaya. Tak hanya lisan, tetapi juga tulisan. Bagi saya keberagaman bahasa Lampung toh justru memperkaya khazanah budaya Lampung. Kalaulah di Kota Bandar Lampung dan Metro kita sulit mendengar orang berbicara Lampung, maka satu-satunya jalan untuk mengenalkan orang (siswa) pada bahasa Lampung, ya harus dengan teks (tulisan). Lain soal kalau di kabupaten-kabupaten yang bahasa Lampungnya masih dituturkan sehari-hari. Aksara Kaganga Kalau Asarpin masih meragukan keaslian aksara Kaganga dan menduga sebagai asimilasi huruf Batak dan Bugis, saya justru mengatakan aksara Lampung, Batak dan Bugis memang bersaudara. Sebab, salah satu teori asal-usul suku Lampung menyebutkan suku Lampung memang mempunyai hubungan darah dengan Batak dan Bugis, di samping tentu saja Pagaruyung di Sumatera Barat. Aksara Lampung itu sebagaimana dipelajari siswa di sekolah sekarang ini sesungguhnya sudah beberapa kali mengalami proses pembakuan oleh akademisi dan para tetua adat. Terdapat 20 huruf induk yang bisa dihapal (seperti huruf Arab): ka ga nga pa ba ma ta da na ca ja nya ya a la ra sa wa ha gra. Kalau diperhatikan, Lampung juga mengenal huruf r (ra), meski hampir tidak ada kata Lampung yang menggunakan huruf r. Lalu, huruf terakhir, ketika saya browsing saya malah menemukan huruf gra bukan kh atau gh. Sehingga, saya katakanlah sebagai pengguna jadi huruf, cukup mengernyitkan kening juga. Kok gra bukan kha atau gha yang sering diributkan selama ini. Soal huruf kh atau gh. Keputusan guru-guru bahasa Lampung sebenarnya membakukan dengan huruf gh bukan kh. Tapi, sampai sekarang tetap saja ada yang memakai kh. Ketika saya membaca buku Pelajaran Bahasa Lampung terbitan Gunung Pesagi, saya juga menemukan dualisme pemakaian huruf. Semua sebenarnya sudah diganti dengan gh, tetapi di beberapa tempat di buku-buku itu masih terselip huruf kh. Dan, sampai sekarang, masih saja terjadi perdebatan yang tidak kunjung selesai. Lalu, ketika saya pulang ke Liwa, saya kok tidak asing dengan orang Jawa yang pasih berbahasa Lampung. Ada yang berhasil bertutur hampir 100% dengan penutur asli bahasa Lampung, ada yang kedengaran tetap terasa dialek Jawanya, dan ada juga pasih berbahasa Lampung, tetapi tetap menggunakan huruf r dan tidak bisa mengucapkan huruf gh. Dengan melihat itu, saya pun memutuskan menuliskan huruf r menggantikan huruf gh itu. Tentu saja, dalam pelisanan perlu dijelaskan, bahwa r dibaca gh. Entah mengapa, pemakaian huruf r ini seperti mendapat pembenaran ketika Lampung Post yang bekerja sama dengan Program Studi Bahasa dan Sastra Lampung FKIP Unila menyelenggarakan rubrik Pah Bubahasa Lampung (Ayo Berbahasa Lampung); secara konsisten memakai huruf r. Dengan argumen, satu huruf satu bunyi. Menyebut beberapa literatur seperti H. N. van der Tuuk, “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, TBG (Tijdschrift Bataviaasch Genootschap), deel 18, 1872, pp. 118-156; C. A. van Ophuijsen, “Lampongsche Dwerghert-Verhalen”, BKI (Bijdragen Koninklijk Instituut), deel 46, 1896, pp. 109-142; dan Dale Franklin Walker, “A Grammar of the Lampung Language”, Ph.D. Thesis, Cornell University, 1973; semua ilmuwan itu memakai r, bukan ch, kh atau gh. Dan, semuanya menyatakan kekagumannya terhadap bahasa Lampung yang memiliki aksara sendiri. Kata mereka, cuma sedikit suku-suku Nusantara yang memiliki aksara. Salah satunya yang memiliki aksara sendiri, yaitu bahasa Lampung. Menurut Irfan Anshory, penggunaan huruf r pada bahasa Lampung hanya masalah ejaan. Bukan mengubah fonem. Kalimat "radu ruwa rani mak ratong" tetap diucapkan seperti biasanya orang Lampung berbicara. Di Talangpadang dan beberapa tempat lain ejaan r sudah lama dipakai dalam penulisan adok (gelar), misalnya Radin Surya Marga, Minak Perbasa, Kimas Putera, dan lain-lain. Pemakaian huruf ejaan r justru mengembalikan ke bahasa Arab asli: riwayat, kabar, kursi, laher, sabar, water, bulan muharam, rejob, dan sebagainya. Ejaan kh dipakai dalam dalam menuliskan yang memang memakai ‘kha’ dalam bahasa Arab: akhir, khusus, khas, dan sebagainya. Budaya Lampung Lampung sebagai sebuah nama sesungguhnya bermakna ambigu. Namun setidaknya, ada empat nama yang bisa dilekatkan pada Lampung itu: suku, bahasa, budaya, dan provinsi (lihat: http://id.wikipedia.org). Kalau kita bicara Provinsi Lampung, akan lebih mudah merumuskannya. Namun, kalau hendak membahas suku, bahasa, dan budaya Lampung, maka sungguh sulit. Buku Adat Istiadat Lampung yang disusun Prof Hilman Hadikusuma dkk (1983), akan terasa sangat minim untuk memahami Lampung secara kultural. Sampai saat ini, relatif belum ada yang berhasil memberikan gambaran yang menyeluruh, sistematis, dan meyakinkan tentang kebudayaan Lampung. Kebudayaan Lampung miskin telaah, riset, dan studi. Yang paling banyak lebih berupa klaim atau sebaliknya, malah upaya untuk meniadakan atau setidaknya mengerdilkan kebudayaan Lampung. Bahasa-budaya Lampung sesungguhnya tidak sama dan sebangun dengan Provinsi Lampung. Secara geografis, yang disebutkan sebagai wilayah penutur bahasa Lampung dan pendukung kebudayaan Lampung itu ada di empat provinsi, yaitu Lampung sendiri, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Banten. Ini bisa dilihat dari beberapa pendapat yang membuat kategorisasi masyarakat adat Lampung. Kategorisasi atau pembagian sebenarnya penting untuk studi (ilmiah) dan bukannya malah membuat orang Lampung terpecah-pecah. Secara garis besar masyarakat adat Lampung terbagi dua, yaitu masyarakat adat Lampung Pepadun dan masyarakat adat Lampung Sebatin. Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari: Pertama, Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi. Kedua, Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga. Ketiga, Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung. Keempat, Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami sembilan wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui. Sedangkan masyarakat beradat Sebatin terdiri dari: Pertama, Peminggir Paksi Pak (Ratu Tundunan, Ratu Belunguh, Ratu Nyerupa, Ratu Bejalan di Way). Kedua, Komering-Kayuagung, yang sekarang termasuk Propinsi Sumatera Selatan. Masyarakat Peminggir mendiami sebelas wilayah adat: Kalianda, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semangka, Belalau, Liwa, dan Ranau. Lampung Sebatin juga dinamai Peminggir karena mereka berada di pinggir pantai barat dan selatan. Peta Bahasa-Budaya Dari kategorisasi itu, terlihat ada Ranau, Komering, dan Kayu Agung di wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang sejatinya orang Lampung (beretnis Lampung). Di Provinsi Banten ada wilayah Cikoneng yang beretnis Lampung dan bertutur dengan bahasa Lampung. Satu lagi, yang agaknya perlu penelitian, di Bengkulu ada wilayah yang bertutur dengan bahasa Lampung. Mereka menyebut diri Lampung Bengkulu. Dengan demikian, peta Provinsi Lampung tidak akan memadai untuk membicarakan, termasuk memberdayakan dan mengembangkan, bahasa-budaya Lampung. Untuk bisa melihat Lampung secara utuh dalam pengertian suku, bahasa, dan budaya yang dibutuhkan adalah peta bahasa-budaya Lampung. Sebenarnya, tidak perlu membuat yang baru karena sebenarnya peta dimaksud sudah ada. Kebudayaan Lampung itu riil, misalnya mewujud dalam tubuh suku Lampung, sistem kebahasaan, keberaksaraan, adat-istiadat, kebiasaan, dan sebagainya. Jadi, tidak perlu merasa rendah diri mengatakan tidak ada kebudayaan Lampung atau kebudayaan Lampung itu terlalu banyak dipengaruhi oleh kebudayaan lain, sehingga tidak tampak lagi kebudayaan Lampung itu yang mana. Yang terjadi adalah selalu ada tendensi untuk meniadakan atau setidaknya membonsai bahasa-budaya Lampung. Kalaulah bahasa-budaya Lampung itu relatif tidak dikenal dan sering luput dari perbincangan di tingkat nasional; katakanlah di banding dengan budaya Jawa, Sunda, Minang, Batak, Bugis, Bali, Dayak, dan lain-lain -- tidak lain tidak bukan karena relatif belum ada kajian dan ilmuwan yang mampu membedah kebudayaan Lampung secara lebih komprehensif, sistematis, dan tentu saja ilmiah. Pertanyaannya, siapakah yang akan menjalankan peran ini jika Unila saja menghapus Program Studi Bahasa dan Sastra Lampung? n * Udo Z. Karzi, buku puisi Lampungnya, Mak Dawah Mak Dibingi (2007) meraih Hadiah Sastera Rancage 2008 untuk kategori Sastra Lampungt. Kata kunci: esai Sebelumnya: Bingkai: Rindu Saya pada Puisi Lampung Selanjutnya : Jauh-Jauh Ke Paris, Kari pun Kembali Pulang... balas Tautan Bersponsor Shop at the Multiply Marketplace Low Prices on Shoes, Jewelry, Clothing, Food, Accessories, T-Shirts, Electronics and much more. Safe Shopping from friendly, trusted sellers. Great deals on local items. KomentarKronologis Kebalikan Berdasar topik Tambahkan Komentar zulzet balas zulzet menulis on Nov 4, '09 >>yuninathan: Amien. Salam takzim juga. yuninathan balas yuninathan menulis on Nov 3, '09 salut untuk Udo. Tulisan ini semoga menggelitik para budayawan dan ilmuwan untuk menguak "misteri" bahasa dan budaya Lampung. Dan semoga Unila dan Kantor Bahasa yang notabene menjadi lembaga penelitian bahasa dan budaya Lampung tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut sebelum diklaim bangsa lain. Salam. zulzet balas zulzet menulis on Oct 31, '08, telah disunting on Nov 4, '09 trims. salam kenal juga agamag2002us balas agamag2002us menulis on Jul 15, '08 wah bagus tulisannya.. salam kenal ya Pasar Filipina · Pasar Indonesia · Buka Toko, Gratis © 2012 Multiply · Indonesian · Perihal · Blog · Syarat · Privasi · Perusahaan · Iklankan · API · Bant

Baradatu, Way Kanan

Baradatu, Way Kanan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Baradatu — Kecamatan — Negara Indonesia Provinsi Lampung Kabupaten Way Kanan Pemerintahan - Camat Benny Oemasi Luas - km² Jumlah penduduk - Kepadatan - jiwa/km² Desa/kelurahan 22 desa Baradatu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Way Kanan, Lampung, Indonesia. Daftar isi 1 Lokasi 2 Ekonomi 3 Pendidikan 4 Sejarah dan Budaya 5 Penduduk Asli 6 Wisata Lokasi Baradatu berada di tepi Jalan Lintas Tengah Sumatera yang menghubungkan Lampung hingga Palembang. Kota kecil ini cukup penting terutama karena menjadi semacam 'halte' bagi bus jurusan Rajabasa-Kasui yang melintasi rute tidak kurang dari 200 km, melintasi kota-kota utama di Lampung seperti Bandar Lampung, Natar, Bandar Jaya, dan Kotabumi. Ekonomi Kota kecil ini merupakan kecamatan paling ramai di Kabupaten Way Kanan. Boleh dibilang, pusat perekonomian kabupaten berada di kecamatan ini. Baradatu memiliki sebuah Pasar Inpres di Desa Tiuh Balak, sebuah Pasar Pagi (termasuk 'terminal kecil', dan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR)) di Desa Tiuh Balak Pasar, ibu kota Baradatu (dalam Bahasa Lampung 'tiuh' berarti 'desa', 'balak' berarti 'besar'). Mayoritas penduduk Baradatu adalah petani dan pedagang. Harga sayur dan buah cukup terjangkau di sini. Ini karena Bumi Baradatu yang cukup subur. Sebagian besar petani mengirimkan hasil panennya (terutama pisang) ke kota-kota besar macam Jakarta. Namun hasil bumi yang sangat terkenal dari tempat ini adalah Lada dan Kopi. Kualitas kedua hasil bumi ini tidak diragukan lagi. Pendidikan Selain sebagai pusat perekonomian kabupaten, Baradatu juga dikenal sebagai pusat pendidikan di wilayah Way Kanan. Baradatu memiliki sebuah SMA negeri, empat SMP negeri serta sejumlah sekolah swasta, di antaranya RA, MI, MTs, dan MA milik Yayasan Mathla'ul Anwar, SMP milik Muhammadiyah, SMP dan SMK milik Yayasan Pendidikan 17, TK-SD-SMP-SMA BHAKTI serta beberapa waktu kemarin berdiri kelas jauh (filial) dari Universitas Bandar Lampung (UBL) dan STKIP Metro. Dalam bidang teknologi, keberadaan fasilitas pendukung sudah mulai berkembang, dengan muli masuknya teknologi Internet di Sekolah-sekolah SMP dan SMU di wilayah ini, salah satunya SMP N 1 Baradatu yang sudah mulai terkoneksi Internet. Profil sekolah ini sendiri sudah dapat dilihat melalui blognya yaitu http://smpnsatubrdt.wordpress.com Sejarah dan Budaya Sejarah panjang Baradatu di mulai sejak zaman kolonial Belanda, sejak kota ini mulai dihuni penduduk. Pada awalnya Baradatu berstatus Negeri (semacam desa di masa lalu) yang berada di bawah kekuasaan Kawedanaan Blambangan Umpu. Negeri Baradatu membawahi kampung-kampung Gunung Labuhan, Tiuh Balak, Gunung Katun, Cugah, dan Banjarmasin (di tepi Way Besay; dalam Bahasa Lampung 'way' berarti 'sungai' dan 'besay' berarti besar). Penduduk Baradatu semakin bertambah dengan datangnya gelombang pendatang, utamanya dari tanah Jawa. Pendatang yang bermukim di Baradatu ini sebagian besar merupakan transmigran. Terdapat dua pola transmigran yang mulai migrasi sejak tahun 1957-1958 ini. Pola pertama, Transmigrasi Umum (TU) yang kebanyakan bermukim di kampung-kampung sebelah barat Jalan Lintas Tengah Sumatera yang baru dibentuk kemudian. Kampung-kampung itu saat ini bernama Taman Asri, Campur Asri, dan Mekar Asri. Penduduk pendatang ini banyak yang berasal dari Yogyakarta, Surabaya, Bojonegoro, termasuk Bandung dan Sumedang. Oleh penduduk pendatang, nama-nama kota asal ini masih digunakan sebagai penanda lokasi tempat tinggal mereka. Secara administratif nomenklatur yang dipakai adalah nama desa semisal Taman Asri. Namun, di wilayah Taman Asri terdapat kantong (enclave) penduduk yang berasal dari Surabaya atau Bojonegoro sehingga mereka lebih suka menyebut tinggal di 'Surabaya' atau 'Bojonegoro' ketimbang tinggal di Taman Asri. Daerah kantong ini kira-kira seluas Rukun Warga (RW). Pola kedua penduduk pendatang tergabung dalam Transmigrasi Veteran (Transvet) Tahun 1959 dan 1961. Transmigran pola ini bermukin di wilayah sebelah selatan Jalan Lintas Tengah Sumatera. Saat ini mereka bermukim di Desa Bhakti Negara, Setia Negara, dan Gedung Rejo. Transmigran ini kebanyakan berasal dari Solo, Yogyakarta, Kedu, Madiun, dan Kediri. Seperti halnya penduduk transmigrasi umum, mereka mengidentifikasi sebagai orang Solo atau Madiun untuk menyebut 'RW' mereka. Identifikasi ini paralel dengan identifikasi penduduk Surakarta yang menyebut dirinya sebagai 'Orang Sala/Solo' (Wong Solo). Secara administratif wilayahnya bernama Surakarta, tetapi lebih dikenal sebagai Solo. tidak pernah ada misalnya, bus jurusan Surakarta-Jakarta, karena yang ada bus Solo-Jakarta. Untuk menyebut nama wilayah, kadang penduduk Baradatu mengidentifikasinya dari nama perempatan. Semisal Desa Gunung Labuhan (sekarang Kecamatan Gunung Labuhan), lebih dikenal penduduk sebagai Simpang Tulung Buyut. Karena Gunung Labuhan berada di perempatan Jalan Lintas Tengah Sumatera dengan jalan yang menuju Desa Gunung Labuhan). Pembauran antara penduduk lokal dengan transmigran berjalan tanpa kendala yang berarti. Generasi kedua dan ketiga dari transmigran bahkan sudah mulai tidak dapat berbahasa Jawa, termasuk Bahasa Jawa Ngoko. Ritus-ritus dan tradisi yang masih dilakukan transmigran generasi pertama misalnya, tidak lagi dilakukan generasi selanjutnya. Transmigran dan penduduk lokal sejatinya telah bersintesa dalam kebudayaan baru, mengadopsi budaya lokal, budaya pendatang, dan 'budaya nasional'. Website ini http://ekstrareload.co.cc adalah salah satu website anak Campur Asri-Baradatu-Way Kanan LAMPUNG. [EKSTRA RELOAD] Terletak Di Jalan Arjuna,Desa Campur Asri,Kecamatan Baradatu,Kabupaten Way Kanan,Provinsi Lampung Atau Tepatnya di Belakang Masjid Jami` At-Taqwa Baradatu Penduduk Asli Penduduk bersuku bangsa Lampung banyak mendiami kampung-kampung asli dalam Kenegerian Baradatu di Desa Gunung Labuhan, Cugah, Tiuh Balak, maupun Banjar Masin. Di Provinsi Lampung terdapat dua wilayah kebudayaan: Peminggir (Saibatin) dan Pepadun. Masyarakat Peminggir banyak bermukim di Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Timur, hingga Menggala. Tidak heran karena 'peminggir' berarti juga 'pesisir'. Sedang masyarakat kebudayaan Pepadun banyak tinggal di pedalaman Lampung, seperti Lampung Utara, Way Kanan, dan Lampung Tengah. Yang menarik di daerah Baradatu, selain penduduk asli, adalah keberadaan komunitas/kelompok suku yang berkelompok mendiami suatu kawasan. Contohnya saja kawasan Gang Galih yang mayoritas penduduknya warga Padang. Warga perantauan ini mendiami pemukiman sepanjang Gang Galih. Wisata Baradatu tidak banyak memiliki potensi wisata. Satu dasawarsa yang lalu, banyak penduduk yang bertamasya ke Air Terjun. Air Terjun ini belum diberi nama, karena memang tidak dikelola dengan baik. Air Terjun ini berada di Desa Bhakti Negara, dekat 'RW' Semarang. Sehingga penduduk sering menyebutnya Air Terjun Semarang. Adapula yang menyebutnya Air Terjun Kayu Agung, karena pada tahun 1970-an, di sekitar air terjun ini bermukim sekira 15 kepala keluarga. Mereka menamakan wilayahnya sebagai Kampung Kayu Agung. Namun, sejak tahun 1990-an penduduk Kayu Agung banyak yang pindah ke Desa Tiuh Balak Pasar di ibu kota kecamatan. Tidak ada penduduk yang tinggal di Kayu Agung lagi, kecuali kebun lada dan kopi penduduk. Perpindahan ini sesuatu yang umum terjadi. Penduduk Kayu Agung banyak berasal dari sukubangsa Ogan Baturaja (Sumatera Selatan). Penduduk Ogan banyak yang membuka 'hutan', berdiam di sana sembari mengolahnya menjadi ladang lada, atau kopi hingga menghasilkan. Setelah mulai berbuah, mereka biasanya bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih ramai. Air Terjun Semarang ini memiliki ketinggian hingga 30 meter. Berada di aliran sungai kecil, Sungai Kayu Agung yang mata airnya tidak jelas berasal dari mana. Sejumlah penduduk menyebut mata airnya berasal dari sejumlah mata air kecil di cekungan-cekungan wilayah Baradatu yang berbukit-bukit. Ditambah sisa irigasi pengairan padi yang mengaliri cekungan-cekungan itu. Saat ini Air Terjun Semarang semakin sepi. Debit Sungai Kayu Agung juga menyusut drastis. Mungkin karena cekungan-cekungan di hulu Sungai Kayuagung mulai dibuka menjadi lahan pertanian. Selain Air Terjun Semarang penduduk Baradatu dahulu banyak yang menghabiskan waktu luang bertamasya di Way Neki yang melintasi Desa Gedung Rejo, dan Sungai Way Besai yang melintasi Desa Suko SariPenduduk banyak menyebutnya sebagai daerah 61Disebut demikian karena daerah 61 merupakan salah satu tempat transmigrasi veteran (tranvet) di Baradatu yang dilakukan tahun 1961. Di sungai ini penduduk banyak melakukan kegiatan memancing atau mandi berenang. Namun, seperti halnya Air Terjun Semarang, Sungai Way Besai mulai kehilangan peminatnya. [sembunyikan] l • b • s Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung

kayu agung::NEGORI SILOP(Negeri yang hilang dikayuagung)

NEGORI SILOP(Negeri yang hilang dikayuagung) Posted by BERAGAM on 16:46 in SEJARAH | Misteri negeri menghilang.... alkisah dari sebuah misteri ini adalah berawal dari terjadinya sebuah pergolakan baik perebutan kekuasaan dan juga menentang aliran kepercayaan animisme dan agama nasrani untuk untuk masuk kewilayah penduduk pribumi Kayuagung yang bersal dari leluhur keturunan Mesir dan juga suku Lampung sereta suku jawa yang terusir dari beberapa kerajaan kecil ditanah jawa. Pada masa itu penduduk Kayuagung yang mendiami dua wilayah yang dipisahkan oleh aliran sungai yang sekarang disebut sungai Komering. Penduduk keturunan Mesir hidup mereka terkenal sebagai orang yang kaya raya,sedangkan yang leluhurnya dari tanah jawa kehidupan sederhana namun sangat dikenal sopan santunnya serta banyak yang berjiwa sosial. Ada pula suku yang berasal dari suku Lampung ,dan suku Batak Sekala Borak, kelompok ini banyak memiliki kemampuan gaib. akan tetapi, ada dua saudara dari leluhur berdarah Mesir, mereka berdua adalah saudara sepupu yang mempunyai kemampuan untuk menutupi pandangan orang yang berniat jahat pada mereka bahkan mereka bisa menutupi pandangan orang awam terhadap sebuah kawasan sekalipun... SUATU HARI.....daerah Kayuagung kedatangan seorang ulama dari daerah Banten yang bernama Ki.Riduwan Hasyim Rasyid beliau adalah seorang kiyayi berdarah mesir sahabat dari puyang Yusuf dan Sulaiman keturunan Mesir yang hidup di daerah Kayuagung. mereka berdua adalah saudara sepupu,Sulaiman hidup di dusun Paku ( sebutan dusun saat ini ) sedangkan Yusuf menghuni wilayah Kedaton sebelum dia mengungsi ke Perigi. Pertemuan tiga tokoh ini dihadiri oleh tokoh ulama orang pribumi keturunan suku Lampung.dia adalah sepupu dari Mukedum dan juga tokoh ulama dari kawasan Kijang Batu ampar yang konon dia adalah garis keturunan darah Batak Sekala Borak.asda juga para kiyayio keturunan Mesir yang tinggal di Tanjung Lubuk. Kehadiran ulama Banten tersebut mengabarkan bahwa anah Jawa sudah dimasuki kaum nasrani kebangsaan Belanda.Mereka akan menjajah pulau jawa dan Sumatera.Mendengar berita itu, puyang Yusuf dan Sulaiman merasa gerah.Asumsi mereka kata menjajah itu adalah upaya merampas harta kekayaan dan juga akan memasukkan aliran agama nasrani di tengah masyarakat Kayuagung dan sekitarnya.imkan dalam rombongan itu tuaan yang di tua Dari hasil pertemuan itu, seminggu kemudian Puyang Yusuf dan Sulaiman membuat maklumat pada penduduk Kayuagung. adapun maklumat itu berbunyi ...Bagi penduduk yang banyak menyimpan harta emas intan berlian, dan juga taat pada ajaran Islam,jika tidak mau dijajah Belanda, mari ikut bersama kami untuk membangun dusun di daratan talang hutan mulai dari hutan Perigi sampai hutan Kedaton. Alasan membuat dusun dijelaskan pada penduduk. Mendengar maklumat itu, banyak sekali orang orang bersama anak pinak mereka ikut membuka kawasan pemukiman baru. Puyang Sulaiman yang ditua tuakan dalam rombongan itu, bersama Puyang Yusuf, mereka membagi wilayah penduduk menjadi 4 wilayah sesuai dengan kemampuan dan karakter tempat penduduk yang berjiwa kehidupasn penduduk itu masing masing.Wilayah Perigi tempat pemukiman para ahkli dibidang kepercayaan,kutaraya tempat kelompok orang berjiwa sosial tapi sering menguji keimanan manusia,wilayah Kedaton adalah kumpulan para akhli dibidang pengobatan. setelah wilayah dibagi 3 kekuasaan, satu daerah khusus tempat pemukiman orang orang ber status ningrat dalam arti mereka yang banyak harta kekayaannya yaitu diwilayah paling talang dihutan kutaraya berbatasan dengan perigi. Konon nama negeri tersebut bernama " Tiyuh Beruyut " maksudnya gabungan dari beberapa rumpun keluarga. berpuluh tahun tiyuh Beruyut damai dan tentram. pada suatu dekade, Kayuagung benar benar kedastangan orang(serdadu Belanda).Namun saat itu mereka hanya meninjau.Kedatangan mereka telah mengusik ketentraman masyarakat sekitar. Puyang Yusuf mengumpulkan beberapa tokoh masyarakat, mulai tokoh agama sampai tokoh pengobatan .Puyang Yusuf mulai memagari wilayah kekuasaannya dengan kemampuan gaibnya agar orang2nya serta daerah mereka tidak terlihat oleh siapapun diluar orang orang mereka. Puyang Sulaiman juga bersahabat dengan beberapa tokoh sakti didaerah Kayuagung,baik Seriang Kuning maupun Langkuse.Mereka bersatu padu untuk menjaga Kayuagung dari gangguan penjahat apalagi yang namanya penjajah.Saking akrabnya dua tokoh tersebut dengan para orang2 sakti di daerah tsb,ada beberapa ilmu kebatinan diturunkan pada para sahabatnya, kecuali ilmu untuk menutupi penglihatan.TAHUN DEMI TAHUN DAERAK kAYUAGUNG MULAI DIUSIK OLEH SERDADU bELANDA.Negori yang bernama Tiyuh Beruyut selalu di intai oleh serdadu belanda karena daewrah ini dianggap sebagai basis orang pribumi yang gagah.suatu ketika, puyang Yusuf dan Puyang Sulaiman harus berangkat ketanah suci menunaikan ibadhah haji, mereka sempat menitif pesan pada Seriang Kuning agar dijaga sepenuhnya rakyat yang ada di dalam Tiyuh Beruyut tersebut. Sulaiman memberikan ilmu kebatinan pada Seriang Kuning.Namun ilmu untuk membuka dan menutup pandang dengan sehelai daun tidak diserahkan. Mereka berangkat berbulan bulan lamanya bahkan dalam kujrun waktu bertahun.Daerah knekuasaan Sulaiman dan Yusuf terlanjur dikunci,orang penghuninya sempat di tutupi,mereka berangkat ke tanah suci.kabar berita tentang mereka berdua tak terdengar beberapa bulan bahkan berta hun. Suatu saat ada kaar bahwa mereka berdua meninggal saat menunaikan ibadah haji di tanah Mekkah. dusun terkunci, rakyat didalamnya terselubungi oleh gaib, yang akhirnya hilang dari pandangan orang awam. Lantaran itu dia disebut sebagai negori silop karna saat dikunci oleh dua tokoh tersebut yang tidak sempat dibuka lagi. Pada hakekatnya negeri itu memang ada tapi tiada.Banyak misteri terjadi setelah hilangnya perkampungan itu.bahkan diabad sekarang ini sering muncul beragam misteri ditengah masyarakat Kayuagung. mudah mudahan evisode berikut kami ceritakan juga misteri misteri tersebut di fb ini.jasdi jika disimpulkan bahwa sebelumnya daerah itu memang ada nampak,tapi lantaran tertutup oleh kemampuan gaib yang tidak sempat dibuka oleh sang penguncinya, maka kesannya daerah itu menghilang yang idendik disebut oleh masyarakat Kayuagung sebagai Negori Silop. Sumber Cerita Dinas Pariwisata Kab.oki Oleh.Bpk YusLizal.

Radin Bangsawan tinggal dan menjadi Dalom di Merpas Bengkulu Selatan

Minggu, 07 Oktober 2012 PAKSI BEJALAN DI WAY SILSILAH PAKSI BUAY BEJALAN DIWAY Pangeran Puspanegara. 1.Umpu Bejalan Diway, Beliau adalah Pendiri Paksi Buay Bejalan Diway memerintah dan dimakamkan di Puncak, Sukarami Liwa 2.Ratu Tunggal, memiliki tiga orang anak 3.Kun Tunggal Simbang Negara, bersaudara dengan Menang Pemuka yang bergelar Ratu Dipuncak yang kemudian pindah ke Bukit Kemuning dan menurunkan jurai Abung. Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. 4.Ratu Mengkuda Pahawang, memiliki tiga orang anak 5.Puyang Rakian, dua orang saudaranya yaitu Puyang Naga Brisang menurunkan jurai Pakuan Ratu Way Kanan dan Puyang Rakyan Sakti yang menurunkan Marga Ngambur 6.Puyang Raja Paksi, memiliki dua orang saudara 7.Dalom Sangun Raja, 8.Raja Junjungan, beliau memindahkan pusat pemerintahan dari Puncak Sukarami Liwa ke Negeri Ratu Kembahang. Raja Junjungan memiliki empat orang anak. 9.Ratu Menjengau, memerintah dan dimakamkan di Negeri Ratu Kembahang. Tiga saudaranya yaitu Muda Pusaba Razil tinggal di Padang Dalom, Batin Pikulan Sanusi tinggal di Kesugihan Liwa, Pangeran Singa Juru menurunkan Marga Batang Ribu Ranau dan menjadi Pesirah di Jepara Ranau 10.Pangeran Siralaga, memiliki tiga orang anak 11.Dalom Suluh Irung, Istrinya dari Lamban Gedung Kenali Paksi Buay Belunguh anak dari Pangeran Jaya di Lampung. Dua Saudaranya yang lain yaitu Radin Bangsawan tinggal dan menjadi Dalom di Merpas Bengkulu Selatan, Adipati Raja Ngandum terus ke Kubang Brak dan menurunkan Jurai Sanggi Semaka. 12.Pangeran Nata Marga, pernah mengadakan perjanjian dengan Inggris pada13 Maret 1799. Saudaranya Raja Alam Tegi Bunak tinggal dan menjadi Dalom di Kalianda. 13.Pangeran Raja di Lampung, tidak pernah jadi pasirah. Saudaranya yaitu Raja Petani adalah Jurai Lamban Balak Negeri Ratu Kembahang. 14.Raden Intan Gelar Pangeran Jaya Kesuma I, menjadi Pesirah dengan Besluit Tertanggal 21 Des 1834. Pangeran Jaya Kesuma memiliki tiga orang Putera. 15.Kasim Gelar Pangeran Paku Alam, menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 1 Agustus 1871. Dua Saudaranya yaitu Radin Mulya yang merupakan Jurai Lamban Bandung, Negeri Ratu Kembahang dan Zanurin Raja Syah yang tinggal di Kesugihan Baru. 16.Dalom Raja Kalipah Gelar Pangeran Puspa Negara I, menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 5 Mei 1881. Saudara dari Pangeran Puspa Negara I adalah Radin Ngambapang, Radin Nurjati, Maulana Bahuan, Harmain Gedung Tukas dan Narsyiah yang menjadi Ratu Marga Ngambur. Istri Pangeran Puspa Negara I dari Pedada Krui dan memiliki enam orang anak. 17.Ahmad Siradj Gelar Pangeran Jaya Kesuma II, menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 27 Oktober 1914. Istri dari Pangeran Jaya Kesuma II adalah anak dari Pangeran Haji Habiburrahman, Paksi Buay Pernong. 18.Siti Asma Dewi Gelar Ratu Kemala Jagat, karena Ratu Kemala Jagat adalah seorang Wanita maka yang memerintah sebagai Suntan Paksi dan Pesirah adalah Suaminya yaitu Abdul Madjid Gelar Suntan Jaya Indra yang menjadi Pesirah dengan Besluit tertanggal 12 Juli 1939. Suntan Jaya Indra merupakan anak dari Pangeran Indra Natadisukau, Paksi Buay Nyerupa. 19.Azrim Puspa Negara Gelar Pangeran Jaya Kesuma III. 20.Selayar Akbar Kembahang, Agustus 1984 oleh: Darwis H.A. Sumber artikel dari: paksibuaybejalandiway.blogspot.com / diandra natakembahang Diposkan oleh FACHRUDDIN M. DANI di 01:06 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Tidak ada komentar:

PROFIL DESA MERPAS

Jumat, 03 Agustus 2012 PROFIL DESA MERPAS PROFIL DESA MERPAS Desa Merpas secara administratif terletak di Kecamatan Nasal Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu. Secara administratif Desa Merpas ini berbatasan di bagian utara dengan Desa Batu Lungun, di bagian timur berbatasan dengan Desa Air Batang, di bagian barat dengan Samudera Hindia, serta di bagian selatan berbatasan dengan Desa Pasar Baru. Jarak dari desa Merpas ke kecamatan yakni 7 KM. Jarak dari desa Merpas ke Kabupaten Kaur yakni 30 KM dan jarak Desa Merpas ke Propinsi Bengkulu 248 KM. Dilihat dari data geografis dan iklim Desa Merpas memiliki curah hujan/tahun yakni 400 s/d 600 cm/thn. Suhu rata-rata 370C dengan topografi pantai/landai. Untuk jenis tanah memiliki jenis tanah liat dengan ketinggian 15 Mdpl. Desa Merpas secara memiliki luasan daerah 1230 ha. Kependudukan masyarakat Merpas yakni memiliki jumlah masyarakat sebanyak 2.665 jiwa dengan rincian sebagai berikut : jumlah laki-laki sebanyak 1.217 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 1.448 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut yang berprofesi sebagai petani sebanyak 1.059 orang, Nelayan 220 orang, pedagang 25 orang, PNS/POLRI/TNI sebanyak 23 orang, Buruh sebanyak 258 orang dan yang berprofesi swasta sebanyak 13 orang. Potensi Desa Merpas jika dilihat dari potensi wisata yakni memiliki keindahan pantai, terumbu karang, ikan hias dan rumput laut. Desa merpas juga memiliki Hutan TN/CA/HW/TB seluas 350 ha. Untuk penghasilan masyarakat Merpas memiliki beberapa komoditi pertanian seperti tanaman padi, Cabe, Tumpang sari, Pisang, Kencur, Dilihat dari komoditi perkebunan yakni kopi, sawit, cengkeh, karet, cengkeh pinang, lada, coklat, dan kelapa. Selain pertanian, tak lepas dari komoditi peternakan yakni sapi, itik, kambing dan ayam. Informasi tentang kebencanaan di desa ini yang pernah terjadi yakni kebakaran hutan., Kemarau, Gelombang Tinggi, Angin Badai/Topan. Di tahun 1986, gelombang tinggi yang menghantam pesisir pantai dan mengramkan sebuah kapal angkutan yang baru bertolak dari pelabuhan Merpas. Tahun 1999, Gelombang Tinggi yang mengakibatkan perahu yang bersandar di pinggir pantai terhempas dan hancur serta peralatan tangkap nelayan banyak hilang tersapu gelombang tinggi. Tahun 2004, gelombang Tinggi imbas dari tsunami Di Aceh yang mengakibatkan kerugian baik perahu yang hancur dan peralatan tangkap hilang tersapu gelombang, Tahun 2007, terjadi Gelombang tinggi yang cukup dahsyat yng memporakporandakan perahu yang bersandar serta sampai ke pemukiman warga sehingga banyak rumah yang rusak tersapu gelombang. Tahun 2000, terjadi Gempa Bumi yang Besar yang mengakibatkan warga banyak mengalami luka-luka namun tidak ada korban jiwa, rumah penduduk banyak rusak berat. Tahun 2009, wabah cikunguya merebak di Desa Merpas dan mengakibatkan 63 orang terserang cikunguya. Tahun 2012, di awal tahun ini terjadi angin badai yang mengakibatkan rumah di sepanjang pantai desa merpas mengalami kerusakan yang serius bahkan mencapai 60 % hancur terutama bagian atap rumah sehingga beberapa keluarga terpaksa di ungsikan kerumah-rumah warga. Dari profil desa tersebut, maka masyarakat perlu melakukan tindakan kongkrit paska dari sosialisasi team cadre tanggal 5 April 2012. Langkah kongrit tersebut difasilitasi oleh Kepala Desa Merpas (Bapak Darul Qutni) bersama masyarakat mengadakan rapat desa untuk pembentukan komite untuk pengurangan resiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Pembentukan komite tersebut diberi nama KOMITE PRB & API “GELOMBANG HALUAN ”. By : Richie Diposkan oleh Rici Bengkulu di 00:25 Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangsung 450 Tahun

Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangsung 450 Tahun MAJELIS Penyimbang Adat Lampung (MPAL) yang langsung dipimpin Gubernur Lampung Drs. Sjahroedin Z.P., S.H., berkunjung ke Keraton Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Kesultanan Banten dan Desa Cikoneng Banten, 8-10 Februari 2007 lalu, berlangsung sukses. Kunjungan tersebut juga disertakan 10 seniman dari Dewan Kesenian Lampung, tim ahli Gubernur, dan birokrat. Gubernur Lampung saat diterima Pangeran Mohammad Emiruddin dari Keraton Kanoman mengatakan, Cirebon adalah saudara tertua bagi Lampung. Oleh karena itu, ikatan persaudaraan ini harus lebih ditingkatkan lagi pada masa-masa sekarang hingga mendatang. “Artinya, jika Cirebon ‘diserang’ maka Cirebon berada di depan dan Lampung di belakang. Begitu sebaliknya, jika Lampung diserang, Cirebon di belakang dan Lampung berada di depan,” ujar Sjahroedin dalam sambutannya. Ia punya alasan mengapa Cirebon dan Lampung memiliki pertalian saudara. Dijelaskan, ketika Sultan Syarif Hidayatullah melakukan penyebaran Islam di Banten lalu sempat singgah di Lampung dan menikahi muli (perempuan) Lampung bernama Ratu Sinar Alam. Setelah itu, sultan kembali ke Banten dan membawa masyarakar Lampung dari 40 pekon (desa) untuk membantu penyebaran agama dan melawan penjajah. Warga Lampung yang selamat mencapai Banten kemudian berjuang habis-habisan membantu sultan. Karena kegigihan orang Lampung, yang masih hidup kemudian dihadiahi sepertiga Banten. Sebagaimana dijelaskan M. Furqon, orang Lampung beberapa generasi dari Cikoneng Banten, surat wasiat sultan kini berada di Belanda. “Saat kini, orang Banten asal Lampung hanya menempati 4 desa di kawasan Anyer Banten, yaitu Cikoneng, Tegal, Bojong, dan Duhur,” jelas Gubernur Lampung Sjahroedin ZP. Oleh karena itu, merujuk Sultan Syarif Hidayatullah, Gubernur Lampung menyimpulkan antara Lampung dan Cirebon sesungguhnya bersaudara. Itu sebabnya, melalui kunjungan tersebut, ibarat pepatah: ingin mempersatukan kembali balung pisah (tulang yang berserakan, persaudaraan yang terpisah jarak), hendak mengikat tali yang sempat putus. “Hubungan kekerabatan ini, sebaiknya tak hanya adat atau budaya yang kembali diikat. Melainkan dalam hal lain, misalnya pembangunan, kalau mungkin dapat bekerja sama,” kata Sjachroedin. Dalam kesempatan di Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan, Gubernur Lampung memberikan bantuan dan bawa-tangan lainnya. Misalnya, di Kesultanan Kasepuhan—pusat penyebaran agama pertama di Cirebon—Gubernur Lampung menyerahkan bantuan 3 ekor kerbau. Dalam kesempatan itu juga, Sjahroedin berulang menyebutkan bahwa kunjungan “budaya” itu dimaksudkan untuk membuka wawasan orang Lampung, terutama para penyimbang adat. Sehingga, setelah kembali ke Lampung tidak lagi ibarat katak di dalam tempurung, pikiran picik, dan berjuang untuk kembali menyusuri berbagai peninggalan leluhur yang mungkin masih terpondam. Ia menyebut, jika memang di Lampung pernah ada Kerajaan Tulangbawang atau Skalaberak, maka mesti dicari bukti-bukti tentang itu semua. “Sebab beruntung Cirebon dan Banten yang masih memiliki bukti-bukti,” katanya. Gubernur juga berharap ke depan, tidak ada lagi ritual pemberian gelar bagi seseorang dengan sangat mudah seperti selama ini terjadi. “Harus ada kriteria mengapa seseorang diberi gelar adat, bukan karena ia memiliki banyak uang.” Majelis Penyimbang Adat yang seharusnya menyeleksi dan menentukan kriteria tentang pemberian gelar. Selain itu, penyimbang adat juga bekerja untuk menjaga nilai-nilai adat, tradisi, dan peninggalan sejarah yang masih ada di daerah Lampung. Dengan demikian, sejarah masa Lampung dapat ditelusuri. Syahroedin yakin bahwa Lampung masih memiliki sejarah budaya yang tak kalah dengan daerah-daerah lain di Tanah Air. Hanya saja, jika di daerah lain sejarah itu masih meninggalkan bukti seperti keraton, makam, ataupun berupa aksara. Ia mencontohkan Kerajaan Tulangbawang di Menggala, sampai kini masih diragukan kebenarannya karena tidak adanya bukti. Begitu pula di Skalabrak, situs di Pugungraharjo, dan sebagainya. 450 Tahun Cikoneng Kunjungan terakhir MPAL dan DKL berakhir di pekon (desa) Bojong, Cokoneng, Kec. Anyer Banten. Di tempat ini, rombongan Gubernur Lampung membagikan bingkisan sembako untuk 250 keluarga. Selain itu membantu uang tunai Rp10 juta untuk pembangunan mesjid di Bojong dan Rp15 juta bagi pembangunan masjid di Tegal. Gubernur juga berjanji akan membantu perahu motor bagi warga Banten asal Lampung, setelah dibicarakan lebih dulu. Mayoritas warga asal Lampung di empat pekon di Banten bermata pencarian sebagai nelayan. Kehidupan mereka juga banyak yang kurang beruntung. Berbeda dengan orang lampung berasal dari Banten di Provinsi Lampung; banyak yang bernasib baik di eksekutif, legislatif, dan swasta. “Karena itu, saya berharap orang Banten asal lampung di sini juga mendapat hak yang sama dengan warga banten lainnya. Namun demikian, kesamaan hak itu harus diimbangi dengan tingkat pendidikan dan profesional yang baik pula,” katanya. Untuk ke depan, orang Lampung di empat desa Cikoneng diberi kesempatan belajar, bahkan kalau mungkin menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi di Lampung. Gubernur Lampung juga siap membantu pengadaan perahu motor bagi nelayan Banten asal Lampung tersebut. Menurut M. Furqon, keturunan Lampung di Desa Bojong, Cikoneng, Banten yang juga pengurus DPP Lampung Sai, warga Cikoneng asal Lampung (ada empat desa: Cikoneng, Bojong, Tegal, dan Duhur) sudah hidup turun-temurun selama kurang lebih 450 tahun. Kedatangan orang Lampung ke Banten karena diajak Sultan Syarif Hidayatullah setelah mempersunting Ratu Sinar Alam, gadis Lampung. Dipekirakan 40 pekon membedol lalu menyeberangi Selat Sunda dan menepi di Anyer. Dari sinilah para pemuda Lampung yang amat gigih bahu-membahu memperkuat Sultan Syarif Hidayatullah melawan penjajah, mempertahankan tanah Banten, dan membantu sultan dalam penyebaran Islam di Banten. Sejak itu orang Lampung menetap di empat desa di tepian pantai Anyer, setelah surat pembagian wilayah yang diberikan Sultan Syarif Hidayatullah dibawa ke Belanda. “Padahal dalam s urat wasiat itu, orang Lampung yang membantu sultan diberi wilayah sepertiga dari tanah Banten. Kini kami hanya menempati empat desa,” tutur Furqon. Akulturasi Orang Lampung di Cikoneng memang telah terjadi akulturasi. Hal ini dimaklumi karena sudah 450 tahun turun-temuruh mereka menempati empat desa di Anyer, Banten. Mungkin kalau tak ada kepedulian Sjahroedin ZP—jauh sebelum ia menjabat Gubernur Lampung—sebagai Ketua DPP Lampung Sai berkunjung ke Cikoneng untuk menyalurkan bantuan sembako, uang, pakaian adat, dan penjelasan perkawinan adat. Meskipun pakaian adat sudah kerap dipakai pada saat-saat tertentu—misalnya menyambut kunjungan rombongan Gubernur, MPAL, dan DKL, para gadis (muli) berpakaian adat, namun bahasa sehari-hari mereka adalah percampuran bahasa Lampung dan Banten. Misalnya, ketika meminta tamu asal Lampung agar menempati kursi yang telah disediakan karena acara segera dimulai, salah seorang panitia berujar: “puari kabeh, mejong diji.” Puari adalah basa Lampung yang berarti saudara, sedangkan kabeh berasal dari Banten yang maksudnya semua atau sekalian. Akulturasi itu, menurut Furqon, terjadi pula pada pergaulan sehari-hari. Selain itu, perkawinan campur yang juga berlangsung cukup lama, di samping hadirnya suku-suku lain ke desa tersebut. Akulturasi ini akhirnya memperkaya citarasa budaya masyarakat asal Lampung di Cikoneng. Namun demikian, masyarakat asal Lampung di sana mulai menyadari “tanah asal” dan merindukan kembali kepada akar tradisi dan budaya Lampung. Itu sebabnya, kunjungan MPAL, DKL, dan Gubernur Lampung disambut antusias dan keterharuan seluruh warga asal Lampung di Cikoneng. “Kami memang warga Banten, tapi kami orang (ulun) Lampung. Bahasa dan adat istiadat kami memang bercampur (Lampung dan Banten, red.), tetapi akar kami adalah Lampung.” Maka benar adanya pepatah: “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Masyarakat Cikoneng sudah membuktikan itu… (isbedystiawanzs) Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Entri Populer MENJELANG MAGHRIB Wajah wajah lusuh terpancar Dengan pakaian yang terkusut masai Bawa beban yang ingin disingkirkan Pada saat sore ini Tapi kulihat juga wajah... Untuk orang tua/ayah/ibu dalam Bahasa Sunda Wilujeng Sasih Siam Kanggo Apa, Mamah sareng Kulawargi di Bumi. Neda sih hapunten samudaya kalepatan nu dihaja sinareng henteu. Mugia ibadah... Mimpi Yang Terkurung aku hanya ingin menjalani hidupku, waktuku yang berharga, semua yang kusukai tanpa penyesalan. Tanpa banyak pikiran lagi di otak. Hanya mela... Sajak Tsunami Aceh Widayanti Dalam do'a kuukir nisan-nisan Kembalilah ke taman indah Berhiaskan berjuta bunga Berteman seribu bintang Berbekal seribu ayat yang... BANGSAT BERMUKA SETAN Andai saja setan bermuka bangsat Pasti para koruptor dan penjilat penjilat itu Akan berkata "Datang lagi kawan dan saingan baru" Sehingga me... Jangan Pergi Dariku mengapa terjadi perpisahan ini? saat sang cinta melebarkan sayapnya apalagi aku tlah terlanjur cinta aku malu pada teman dan semua orang kek... kuberikan ia cinta Matahari ku pinjam hangatmu Tuk selimuti tubuhnya yang rapuh Biar dia tahu kalau dia tidak sendiri Sungai kupinjam riam airmu Sebagai musik ... Menyapu Jejak Luka Sendiri ku berdiri disini Di sudut pojok ruang hati Mencari-dan terus mencari Tanpa tahu apa yang ingin dicari Hanya bisa merasakan mencoba ... Terindah Untukmu Kulihat lembayung cintamu Terulur sejuk diantara panas mentari Menyiram kalbuku yang gersang Memupuk mimpi dalam benakku Indah dirimu tak te... Puisi Menjelang Ramadhan Di tengah malam, saat aku menatap langit berhias bintang, seakan-akan malam-malam suci itu sedang berbaris menunggu giliran untuk bertemu de... Arsip Blog ► 2010 (5) ▼ 2008 (2025) ► Desember (122) ► November (698) ► Oktober (907) ► September (102) ► Juli (18) ▼ Juni (61) Cintaku hanya untuk Bidadari Hati Sang Perawan Aku Mencintaimu Sabda Sebuah Hati yang terlanjur mencintai Hatiku sebutir salju putih Aku jatuh cinta Suara Rindu sangkar asmara.... Menghalau Cinta.............. Derita maya.... bisik cinta kilau sejuta warna Kerinduan angin Pada Bidadari perjalanan masih panjang Karena Kau Satu Cinta untuk jiwa Setiap Awal Huruf Yang Terpikir Anugerah Hidup Kabar untukmu cinta gadisku, maafkanku Tapi pasti ku berikan padamu Sebuah cinta Ukiran Sajak dalam Sebuah Nama Puisi yg tiba-tiba tercipta kekasih sejati untuk cinta ku Bahasa bersurat Deritaku......... Rimba Raya mencari kata Cinta Pertama........... Kepada kau yang tercinta Ku Tau Pertandamu Cinta Untukmu Sahabat.......... hanya tersisa Dilema Hati yang terus mencinta Cahaya........ Embun pagi........ Selamat datang kembali, sayang BERAKHIRLAH SUDAH kawan embun pagi Aku takut kehilanganmu wajahmu Tertutuplah Pintu Hati untuk satu kata satu makna CAHAYA AURAT Yang Dirindui MATAMU SYUKURKU Malamku tanpamu Perahuku merapat Bau belerang Surat kematian Aku pendatang Daun Penutup Menjemputmu Setelah pintu tertutup Menghapus Kenangan Lama Sudah di Rumah Pangeran Pesta Bakar Ikan Persaudaraan Cirebon-Banten-Lampung sudah berlangs... Sebotol Mineral Surat dari Hutan Jati Si Pemabuk itu Bertobat KADAL ► Mei (83) ► Maret (16) ► Februari (1) ► Januari (17) ► 2007 (59) ► 2006 (1)

Desa Cikoneng - Kecamatan Anyer

Kecamatan Anyar Sekilas Informasi Seputar Kecamatan Anyar Minggu, 24 Januari 2010 Desa Cikoneng - Kecamatan Anyer Desa Cikoneng merupakan desa yang kaya akan obyek wisata, tak heran jika desa ini lebih dikenal dengan sebutan sebagai Desa Wisata. Desa yang terletak di Kecamatan Anyar Kabupaten Serang itu dihuni oleh sekitar 5040 jiwa, 1417 KK. Mayoritas penduduk Desa Cikoneng berprofesi sebagai petani, nelayan, dan pedagang. Sebagian lagi bekerja di hotel-hotel di sekitar Anyer namun jumlahnya tidak banyak. Sebagian besar masyarakat Desa Cikoneng itu menggunakan Bahasa Lampung sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Menurut pemaparan Kepala Desa Cikoneng, Thomas Heriyanto, SE, konon, pada masa Kesultanan Banten, ada empat kampung yang khusus didatangkan dari Kerajaan Tulang Bawang ke Desa Cikoneng. Empat kampung tersebut sampai saat ini masih ada di desanya. “Nama kampung itu antara lain Kampung Tegal, Kampung Bojong, Kampung Salat Tuhur dan Kampung Cikoneng. Saat ini kampung di desa Cikoneng sudah bertambah menjadi 12 Kampung,“ tutur Heri dalam bahasa Lampung Papekon. sebagian besar masyarakat berprofesi sebagi petani dan nelayan. Para petani di Desa Wisata itu masih menggunakan cara tradisional untuk menggarap sawahnya. “Kami sebagai petani, masih mengandalkan tadah hujan untuk memulai penanaman padi, karena belum ada irigasi di daerah kami” “Saya sangat berharap adanya perhatian dari pemerintah, kepada warga Cikoneng. profesi sebagai petani, juga kadang melaut menjadi nelayan. “Karena saat ini cuaca sedang tidak bagus untuk melaut, para nelayan banyak beralih profesi menjadi petani,” saat ini resiko nelayan tidak hanya dihadapkan pada cuaca buruk seperti angin kencang. Kenaikan harga bahan bakar minyak tanah dan solar membuatnya mempertimbangkan kembali untuk menjadi nelayan. ”Banyak biaya yang diperlukan,untuk melaut Kisah ini merupakan sepenggal kisah sebagian warga desa Cikoneng, padahal di Desa itu ada sebuah potensi yang sangat menarik, yaitu kekayaan alamnya, seperti obyek pariwisata, sangat pantas untuk dibanggakan. ”Kami mengharapkan Pemerintah Kabupaten Serang melalui Dinas Pariwisata bisa mengembangkan wisata di Pulau Sangiang,” “Saat ini di Pulau Sangiang ada penduduk kami yang tinggal di sana, kurang lebih ada 34 KK, namun semenjak PT. Green Garden berhenti beroperasi yang disebabkan krisis berkepanjangan warga kami pun jadi banyak yang menganggur,” ungkapnya. “Untungnya di desa kami ada gebrakan dari suatu partai, yang memberikan pelatihan kepada kaum ibu. Meski tidak berupa uang, berupa bahan baku, tapi itu sudah sangat membantu kami,” Di tempat terpisah, beberapa pedagang mengatakan sebenarnya para pengunjung ke tempat wisata di Desa Cikoneng, setiap hari juga ada, namun tidak seramai pada tahun-tahun yang lalu. “Sekarang banyak para pengunjung mengeluhkan jalur transportasi menuju daerah wisata yang rusak parah,” ungkap seorang pedagang yang enggan disebut namanya. Hal itu juga dibenarkan oleh salah seorang pengunjung, yang juga enggan disebut namanya. “Dari Serang kalau kondisi jalannya bagus, paling lama hanya memerlukan waktu satu jam untuk sampai Anyer, namun sekarang waktu tempuhnya lebih lama,” ungkap seseorang tersebut. “Yang didapat malah pegal-pegal badan, bukan lagi rasa segar pada badan pikiran,” tutur seseorang yang enggan disebutkan namanya. Diposkan oleh Onyong Anyer di 03:44 Tidak ada komentar: Poskan Komentar Link ke posting ini Buat sebuah Link Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Profil Saya Onyong Anyer Banten, Indonesia Orang Biasa Yang Coba Berusaha Untuk Turut Serta Dalam Pemberdayaan Apa Saja Yang Positif Agar Dapat Bermanfaat Untuk Orang Banyak Lihat profil lengkapku Lencana Facebook Onyong Suronyong Buat Lencana Anda Titik Nol Kilometer Anyer Titik Nol Kilometer Anyer Nama Anyer sudah terkenal sejak ratusan tahun yang lalu. Pasti banyak orang yang tahu jika awal tahun 1800-an Jenderal Willem Daendels membangun jalan sepanjang 1.000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan di Jawa Timur. Jalan sepanjang pantai utara Pulau Jawa itu dikenal dengan nama Jalan Raya Pos atau Groote Post Weg. Tak banyak orang yang tahu di mana pangkal jalan raya yang dibangun dengan cucuran keringat dan darah jutaan warga pribumi itu. Jika ingin tahu letak pangkal Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan, datanglah ke sebuah pantai yang diberi nama Pantai Mercusuar Anyer di Desa Cikoneng. Sekitar tiga meter dari bibir pantai didapati sebuah tapal yang terbuat dari beton bercat warna biru. Di atas tapal itu tertulis, "0 KM Anyer-Panarukan 1806 AKL". Jika dilihat dari tulisannya, tapal itu merupakan tanda pangkal Jalan Anyer-Panarukan yang dibangun Daendels. Sekitar 10 meter arah timur tapal batas terlihat sebuah mercusuar bercat warna putih yang menjulang setinggi 52 meter. Mercusuar Bojong Mercusuar Bojong Mercusuar ini dibangun pada tahun 1885, pada zaman kekuasaan Raja Willem III. Pada malam hari, lampu mercusuar tua ini masih digunakan untuk menyinari perairan Selat Sunda. Memberi tanda bagi kapal-kapal yang melintas agar tetap berlayar pada jarak 12 mil dari garis pantai, dan kapal tidak menabrak karang. Saat ini benda cagar budaya itu dibuka untuk umum. Siapa pun bisa memasuki ruangan dan naik hingga ke puncak mercusuar. Daftar Isi Blog ▼ 2010 (2) ▼ Januari (2) Desa Cikoneng - Kecamatan Anyer Nama Desa Di Kecamatan Anyar Pengikut

Kunjungan komunitas lampung jakarta ke Desa Cikoneng

Lampung 4 Pekon Senin, 14 Juli 2008 Kunjungan komunitas lampung jakarta ke Desa Cikoneng pada hari sabtu tepatnta tanggal 12 Juli 2008, desa cikoneng menerima kunjungan dari masyarakat lampung yang berada di Jakarta dan sekitarnya, dengan tujuan untuk melihat dan mempelajari keadaan masyarakat desa Cikoneng yang yang berasal dari Lampung, yang terdiri dari 9 Kebuaian (Marga). Diposkan oleh kudun di 07:21

DAERAH KANTONG MINORITAS DI JAWA (Lampung Cikoneng dan Sunda Indramayu) May 26, '10 2:53 AM

(Abang-Abang Lambe) : DAERAH KANTONG MINORITAS DI JAWA (Lampung Cikoneng dan Sunda Indramayu) May 26, '10 2:53 AM untuk semuanya Kalau bicara tentang daerah kantong minoritas kebahasaan sebenarnya sudah pernah saya bahas lama. Hanya saya kebetulan ada dua daerah kantong yang menarik dan ingin saya bagi berdasarkan hasil jalan-jalan maya saya (belum jalan-jalan nyata). Dua daerah ini adalah Cikoneng, Serang dan Indramayu. Hanya beda propinsi, yakni Banten dan Jawa Barat. Untuk daerah Desa Cikoneng ini, menariknya terdapat komunitas etnis Lampung yang merupakan satu-satunya kantong etnis ini di Pulau Jawa. Cikoneng berada di Kecamatan Anyar (Anyer), Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Desa ini terdiri dari kampung Cikoneng, Bojong, Salatuhur (konon dari kata Sholat Duhur) dan Tegal. Mayoritas penduduknya adalah orang Lampung yang sudah bermukim disana sejak abad ke-16 dan keturunan dari 40 KK asal Lampung yang dikirim ke Banten. Orang Lampung disini terdiri dari 9 marga atau buay, dan bahasa Lampung masih menjadi bahasa tutur penduduk Desa Cikoneng, bahkan pendatang Jawa dan Sunda yang bermukim disitu juga bisa berbahasa Lampung, kendati dialek Lampung Cikoneng ini sering berubah-ubah, kadang dialek Api, kadang Nyouw. Ciri kelampungan di Cikoneng lebih pada bahasa yang dipakainya, yakni bahasa Lampung. Sedangkan di Indramayu sendiri, meski mayoritas penduduknya penutur bahasa Jawa Dermayon, setidaknya ada belasan dari 131 desa disana yang berbahasa Sunda. Namun ada dua daerah kantong Sunda yang letaknya jauh dari wilayah Pasundan itu sendiri, yakni Desa Lelea dan Taman Sari yang masuk kecamatan Lelea, dan 4 Desa di Kandanghaur yakni Parean Girang, Ilir, Bulak dan Curug. Kedua wilayah ini dianggap sebagai kantong bahasa Sunda, yang dikelilingi oleh penutur bahasa Jawa Dermayon. Keunikannya, bahasa Sunda yang dituturkan di enam desa kantong ini sulit dipahami oleh penutur bahasa Sunda dari Priangan, bahkan dari daerah-daerah Indramayu yang berbatasan dengan Subang dan Sumedang sekalipun. Bahasa Sunda dialek Lelea dan Parean konon masih menyimpan ciri-ciri Sunda kuno sebagaimana dialek Baduy, namun banyak terpengaruh pula dengan bahasa sekitarnya, khususnya bahasa Dermayon. Dialek Sunda tersebut saat ini nasibnya terkatung-katung karena jumlah penutur yang semakin berkurang, utamanya di Lelea dimana bahasa Jawa Dermayon sedikit demi sedikit mulai mempengaruhi dua desa yang jadi benteng bahasa Sunda tersebut. Sementara pengajaran lokal sendiri lebih berfokus pada bahasa Dermayon. Lantas bagaimana pemertahanan bahasa-bahasa diwilayah kantong ini? Nampaknya pendidikan masih kurang memberi ruang bagi bahasa daerah, terlebih dengan kian maraknya pengajaran bahasa asing dan nasional, posisi bahasa daerah semakin terdesak. Jangankan bahasa-bahasa seperti diatas, bahkan bahasa daerah utamapun kian terpuruk sebagai bentuk globalisasi. Kurikulum lokalpun masih belum bisa sepenuhnya diterapkan karena kendala sumber daya manusia. Minim sekali pengajar bahasa daerah apalagi bahasa daerah setempat, karena lebih mengacu pada bahasa baku. Jika tidak diperhatikan, nanti suatu saat bahasa-bahasa seperti itu hanya tinggal cerita dari mulut kemulut saja. Bambang Priantono 26 Mei 2010 12 Jumadilakhir 1431H/1943 Dal Indraprasta Kata kunci: jawa, tulisan, bahasa, coretan, budaya Sebelumnya: (Abang-Abang Lambe) : CANDI BADUT YANG BUKAN BADUT Selanjutnya : (Abang-Abang Lambe) : DIET ALA BARAT?? balas Tautan Bersponsor Serum Terbaik dari Jepang jadikan Bulu Mata Panjang & Lentik Serum penumbuh bulu mata terbaik di Jepang saat ini, dipilih lebih dari 7,7 jt pengguna eyelash. Hasil yg didapatkan bulu mata panjang, tebal dan tidak rontok Shop at the Multiply Marketplace Low Prices on Shoes, Jewelry, Clothing, Food, Accessories, T-Shirts, Electronics and much more. Safe Shopping from friendly, trusted sellers. Great deals on local items. KomentarKronologis Kebalikan Berdasar topik siasetia balas siasetia menulis on May 26, '10 pertamaaaaaaa siasetia balas siasetia menulis on May 26, '10 ngantukkkkkkkkkkkkkkkkkk :p bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 siasetia} berkata pertamaaaaaaa halah bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 siasetia} berkata ngantukkkkkkkkkkkkkkkkkk :p ya tidur hitungmundur balas hitungmundur menulis on May 26, '10 Kelimaaa. Lapeeeer.... hitungmundur balas hitungmundur menulis on May 26, '10 Tak kira peta bahasa ini ada hubungannya dengan aktivitas Krakatau. thetrueideas balas thetrueideas menulis on May 26, '10 pernah kesana mas? bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 hitungmundur} berkata Kelimaaa. Lapeeeer.... *ngaco semua...hahahah* ariefkurni balas ariefkurni menulis on May 26, '10 Top bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 hitungmundur} berkata Tak kira peta bahasa ini ada hubungannya dengan aktivitas Krakatau. Nggak... bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 thetrueideas} berkata pernah kesana mas? Suatu saat... bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 ariefkurni} berkata Top Marko..top...:D riairwanty balas riairwanty menulis on May 26, '10 Dialek di Indonesia tuh beragam sekali ya jumlahnya. Jgnkan untuk wilayah se-Indonesia, sesama penduduk Jawa Barat saja sudah berbeda. Dialek Sunda Garut dengan sunda Cirebon-Indrmayu berbeda jauh...... Kok jadi ngomongin masalah dialek ya......*sok serius nih aku* siasetia balas siasetia menulis on May 26, '10 bambangpriantono} berkata *ngaco semua...hahahah* obat ngantukkkkk :p nawhi balas nawhi menulis on May 26, '10 kalo aku dulu suka pelajaran bahasa daerah soalnya gurunya cantik n enak kalo menerangkan :P siantiek balas siantiek menulis on May 26, '10 bambangpriantono} berkata bagaimana pemertahanan bahasa-bahasa diwilayah kantong ini? jangankan bahasa2 daerah di sini, mungkin bahasa2 daerah ( bahasa leluhur kita sendiri) yg sering dipakai secara umum saja mungkin tak bertahan, karena jarang dipakai. Contoh : ponakan2 ku ga bisa bahasa Minang. Generasi sekarang taunya bahasa alay :D, ga tau deh generasi berikutnya apa. bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 siasetia} berkata obat ngantukkkkk :p zzzzzzzzzzzzzzzzzzzz bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 riairwanty} berkata Dialek di Indonesia tuh beragam sekali ya jumlahnya. Jgnkan untuk wilayah se-Indonesia, sesama penduduk Jawa Barat saja sudah berbeda. Dialek Sunda Garut dengan sunda Cirebon-Indrmayu berbeda jauh...... Kok jadi ngomongin masalah dialek ya......*sok serius nih aku* Perbedaannya banyak. gak cuma dialek, bahasa saja beda-beda bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 nawhi} berkata kalo aku dulu suka pelajaran bahasa daerah soalnya gurunya cantik n enak kalo menerangkan :P Hehehehehe bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 siantiek} berkata jangankan bahasa2 daerah di sini, mungkin bahasa2 daerah ( bahasa leluhur kita sendiri) yg sering dipakai secara umum saja mungkin tak bertahan, karena jarang dipakai. Contoh : ponakan2 ku ga bisa bahasa Minang. Generasi sekarang taunya bahasa alay :D, ga tau deh generasi berikutnya apa. Bahasa jablay kalhee...wakakakakakakakkk riairwanty balas riairwanty menulis on May 26, '10 bambangpriantono} berkata Perbedaannya banyak. gak cuma dialek, bahasa saja beda-beda Ia betul....dan tetep aja beraneka ragam ya :) bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 riairwanty} berkata Ia betul....dan tetep aja beraneka ragam ya :) Hidup keragaman mfanies balas mfanies menulis on May 26, '10 cara melestarikannnya gmana bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 26, '10 mfanies} berkata cara melestarikannnya gmana Sejatinya semua pihak...memang realitas susah dihindarkan, namun tetap perlu upaya serius (karena kita terlalu kapitalis sehingga hanya modal dan modal yang dipikirkan) staveborg balas staveborg menulis on May 28, '10 Gak cuma di Indramayu, tepat di jantung Tatar Priangan (Bandung) sendiri ada tempat yang namanya Babakan Surabaya. Dulu Belanda mindahin pabrik senjata (cikal bakal PT. Pindad) dari Soerabaja ke Bandoeng, dan diikuti juga sama karyawannya yang pastinya Jawa. Cuma saya nggak yakin keturunan karyawan tersebut masih ngomong Jawa. bambangpriantono balas bambangpriantono menulis on May 28, '10 staveborg} berkata Gak cuma di Indramayu, tepat di jantung Tatar Priangan (Bandung) sendiri ada tempat yang namanya Babakan Surabaya. Dulu Belanda mindahin pabrik senjata (cikal bakal PT. Pindad) dari Soerabaja ke Bandoeng, dan diikuti juga sama karyawannya yang pastinya Jawa. Cuma saya nggak yakin keturunan karyawan tersebut masih ngomong Jawa. Yang saya omongin kan yang masih mempertahankan toh? Tambahkan Komentar

ulun lampung: Pal Jalan: Rasa Lampung di Cikoneng

ulun lampung: Pal Jalan: Rasa Lampung di Cikoneng: MESKI letaknya ada di seberang Pulau Sumatera, warga Cikoneng, Anyer, Banten, biasa berlogat bahasa seperti orang Lampung. Selidik punya sel...

Suku Cikoneng?, Lampung ethnic

Senin, 17 September 2012 Suku Cikoneng, Lampung masyarakat Lampung Cikoneng Suku Cikoneng, adalah suatu masyarakat adat yang berada di wilayah provinsi Banten pulau Jawa. Masyarakat suku Cikoneng ini adalah berawal dari para pendatang dari daratan Lampung Sumatra yang sejak abad XVI, di masa Kesultanan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570). , bermigrasi secara terus menerus hingga membentuk pemukiman di wilayah Banten ini. Di wilayah baru ini, mereka pertama kali disebut sebagai suku Lampung Cikoneng, hingga saat ini mereka pun terbiasa disebut sebagai suku Cikoneng. Wilayah mereka yang bernama Cikoneng ini lah yang menjadi identitas mereka saat ini, sebagai suku Cikoneng. Cikoneng berada di kecamatan Anyar bagian Selatan Banten. Suku Cikoneng ini, walaupun telah umum disebut sebagai orang Cikoneng atau suku Cikoneng, tetapi mereka tetap mengakui diri mereka sebagai orang Lampung. Masyarakat Lampung Cikoneng ini, sampai saat ini masih mempertahankan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa Lampung, tetapi telah banyak menyerap perbendaharaan kata dari bahasa Banten dan Sunda. Walaupun begitu, apabila mereka bertemu dengan sanak saudara dari daratan Lampung, mereka tetap bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Lampung sebagaimana bahasa Lampung sebenarnya. Hebatnya, karena teguhnya mereka mempertahankan bahasa Lampung, masyarakat lain di sekitar merekapun ikut-ikutan terpengaruh untuk berbicara dalam bahasa Lampung ala Cikoneng. Namun bahasa Cikoneng agak berbeda dengan bahasa Lampung asli di daerah asalnya. Bahkan sampai saat ini masih belum teridentifikasi dari dialek mana. Bahasa Lampung ala Cikoneng ini bagi masyarakat Lampung sendiri terdengar sedikit aneh ditelinga. Kadang terdengar dialek api, di tengah percakapan tiba-tiba bisa berubah ke dialek nyow. Begitulah menurut mereka. Masyarakat Lampung dengan masyarakat Banten, sejak 400 tahun yang lalu sudah menjalin persahabatan. Sehingga dengan kehadiran masyarakat Lampung yang membangun pemukiman di wilayah ini, mendapat sambungan dengan tangan terbuka oleh masyarakat Banten, Sejak kehadiran masyarakat Lampung di wilayah ini, tidak pernah terjadi konflik dengan masyarakat Banten. Sepertinya ikatan tali persaudaraan dan persahabataan semakin erat antara kedua suku bangsa ini. Sampai-sampai ada semboyan dalam kehidupan mereka, yaitu "Lamun ana musuh Banten, Lampung pangarep Banten tut wuri.Lamun ana musuh Lampung, Banten pangarep Lampung tut wuri" (Jika ada musuh Banten, Lampung yang akan menghadapi dan Banten mengikuti. Dan jika ada musuh Lampung, Banten yang akan menghadapi dan Lampung mengikuti). Masyarakat Cikoneng sebagaian besar cukup sejahtera. Hanya sekitar 25 persen yang masuk kategori prasejahtera. Nelayan dan petani adalah profesi yang secara umum digeluti warga Cikoneng. Walaupun sektor pertanian hanya bisa panen satu kali dalam setahun, dikarenakan tidak adanya irigasi. sumber: sejarah.kompasiana.com humasprotokol.bantenprov.go.id ulunlampung.blogspot.com: cikoneng perkampungan suku lampung di banten, lahir dari ikrar persaudaraan wikipedia dan sumber lain

joni sepriyan::lampung ethnic--Cikoneng: Perkampungan Suku Lampung di Banten, Lahir Dari Ikrar Persaudaraan

Wednesday, May 16, 2007 Cikoneng: Perkampungan Suku Lampung di Banten, Lahir Dari Ikrar Persaudaraan -- Muhammad Ma'ruf LAMUN ana musuh Banten, Lampung pangarep Banten tut wuri. Lamun ana musuh Lampung, Banten pangarep Lampung tut wuri... (Jika ada musuh Banten, Lampung yang akan menghadapi dan Banten mengikuti. Dan jika ada musuh Lampung, Banten yang akan menghadapi dan Lampung mengikuti...) Petikan Dalung Kuripan (Prasasti Kuripan) ini salah satu bukti kuatnya persahabatan masyarakat Banten dan Lampung. Persahabatan yang sudah berumur 400 tahun lebih inilah yang melahirkan sebuah perkampungan suku Lampung yang akrab disebut Lampung Cikoneng atau Cikoneng, di Kecamatan Anyer, Kabupetan Cilegon, Propinsi Banten. Tepatnya di Jalan Raya Anyer kilometer 128-129. Tidak terlalu susah menuju tempat ini. Dari Pelabuhan Merak kita bisa turun di Simpangan Anyer Cilegon. Dari situ kita naik oplet sampai Cikoneng dengan jarak tempuh setengah jam. Cikoneng terbagi menjadi empat, Kampung Tegal, Kampung Bojong, Kampung Cikoneng dan Kampung Salatuhur. Keempatnya secara administratif berada dalam satu pemerintahan desa, Desa Cikoneng. Dengan 11 RT dan 618 KK yang menempati areal seluas 18 hektare. Secara geografis Cikoneng terletak di bentangan Pantai Anyer Selatan. Jika diamati tipikal lokasinya, memang sama dengan yang disukai kebanyakan suku Lampung yakni dekat dengan pantai atau di pedalaman yang dekat aliran sungai. Tingkat ekonomi masyarakatnya sebagaian besar cukup sejahtera. Hanya sekitar 25 persen yang masuk kategori prasejahtera. Nelayan dan petani adalah profesi yang secara umum digeluti warga Cikoneng. Walaupun sektor pertanian hanya bisa panen satu kali dalam setahun. "Maklum di sini tidak ada irigasi, jadi untuk pertanian, ya tadah hujan," tutur H Yakub, Kepala Desa Cikoneng dalam perbincangan dengan Teknokra di kantornya, Jalan Raya Anyer kilometer 128 Kampung Salatuhur. Kini, saat kita menjejakkan kaki di perkampungan Cikoneng, kesan perkampungan Lampung memang seperti tak tampak. Semua terkesan biasa saja. Perumahan penduduk yang padat, permanen dan jauh dari kesan kumuh. Setelah menjelajah hampir separuh perkampungan, Teknokra tak menemui satu pun bukti kuat, seperti rumah panggung ataupun Siger Lampung di atap rumah penduduk. Annah (39), seorang pemilik warung kecil di ujung jalan Kampung Cikoneng mengakui walaupun menurut almarhum bapaknya ia masih punya keluarga di Kalianda tapi sejak lahir ia belum pernah ke Lampung. Apalagi menyaksikan adat Muli Meghanai (bujang-gadis), adat Sebambangan (larian) atau ramainya pesta tujuh hari tujuh malam pada waktu resepsi pernikahan adat Lampung. Gelombang perubahan memang terjadi di sana. Di era tahun 40-an, pembauran antar suku mulai dirasakan. Banyak para pendatang baru ke Cikoneng. "Mereka kebanyakan berasal dari suku Jawa dan Sunda," ungkap H Yakup. Meskipun begitu proporsinya masih didominasi suku Lampung, sekitar 75 banding 25 persen. Pada tahun 1958 Kampung Cikoneng menjadi sasaran bumi hangus pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo yang melumat habis Kampung Cikoneng beserta isinya. Kemudian di pertengahaan 70-an, kawasan Pantai Anyer yang ada di sepanjang perkampungan menjadi incaran invsetor Jakarta. Alhasil seperti terlihat Teknokra, nyaris tidak ada pantai yang bebas dan gratis. Semuanya dikapling oleh hotel-hotel maupun resort. Hanya Bahasa Walaupun begitu warna Lampung tak semuanya hilang. Bahasa mungkin satu bukti sejarah yang hingga kini masih lestari. Jangan heran kalau kita menyaksikan seluruh penduduk mulai dari orang tua sampai anak kecil biasa menggunakan bahasa Lampung. Misalnya Ilham (7) ketika mengantarkan Teknokra ke rumah H Agus Rasyidi, salah satu tokoh masyarakat Cikoneng, cakap berbahasa Lampung, pun sama dengan teman sebaya yang mengikutinya. Kebanggaan lain, justru masyarakat pendatang banyak mengikuti budaya mereka. Berlawanan dengan suku asalnya di Lampung yang justru tak mampu mempertahankan budaya asli dari budaya luar. "Mereka (warga pendatang,red) malah yang membaur dengan kami, terutama bahasanya," tutur H Hasyim, tokoh masyarakat Kampung Salatuhur. Namun bahasa lampung Cikoneng memang berbeda dengan bahasa Lampung di daerah asalnya. Bahkan sampai saat ini masih belum teridentifikasi dari dialek mana. Dan masuk akal memang, sebab menurut cerita, kedatangan rombongan warga Lampung ke Cikoneng berjumlah 40 kepala keluarga dari sembilan buai (marga,red). Menurut H Hasyim, kemungkinan besar hal ini yang membuat bahasa lampung di Cikoneng terdengar sedikit aneh ditelinga. "Kadang terdengar dialek api, di tengah percakapan tau-tau belok ke dialek nyow," ujar Hasyim. Usaha-usaha pelestarian budaya memang digalakkan. Pada 21 Agustus 1999 lalu, Cikoneng secara resmi menjadi bagian dari Organisasi Lampung Sai Wilayah khusus Pakpekon (empat kampung) yang saat ini diketuai H Agus dengan gelar Pemuka Pati. Beberapa penelitian pernah dilakukan oleh peneliti dari Universitas Pendidikan Bandung dan kabarnya ada peneliti dari FKIP Bahasa dan Sastra Universitas Lampung hendak meneliti unsur bahasa lampung Cikoneng. Epik Sejarah Embrio Cikoneng ditandai dengan ikrar saling membantu menjaga kedaulatan dan syiar Islam antara Pangeran Saba Kingking dari Kesultanan Banten dengan Ratu Darah Purih dari keratuan Lampung pada abad ke-16. Ikrar itu tertulis dalam sejarah Babat Kuripan dengan Dalung Kuripan (Prasasti Kuripan) yang ditulis dalam bahasa Jawa Banten. Realisasi Dalung Kuripan berlanjut pada penaklukan kerajaan Padjajaran, Kedaung, Kandang Wesi, Kuningan dan terakhir daerah Parung Kujang oleh prajurit dari Keratuan Lampung. Penaklukan daerah Parung Kujang (sekarang Kabupaten Sukabumi) terjadi pada abad ke-17, satu abad sesudah peristiwa Dalung Kuripan, menjadi janin keberadaan Cikoneng. Pada waktu penaklukan Parung Kujang, Keratuan Lampung tidak diketahui sedang dipimpin oleh siapa. Sebab kerajaan Lampung waktu itu ada dua, Kuripan (Kalianda) dan Tulang bawang (Menggala). Tetapi saat itu Kesultanan Banten diketahui sedang berada dalam pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Keratuan Lampung mengirimkan empat orang prajurit kakak beradik, yaitu Menak Gede, Menak Iladiraja, Menak Sengaji dan Menak Parung. Setelah keempat utusan datang ke Kesultanan Banten dan melapor, Sultan Agung nampak kecewa karena jumlahnya hanya empat, padahal biasanya 40 prajurit. Akan tetapi keraguan Sultan Agung dapat ditepis, setelah keempat prajurit itu dengan taktik tipu muslihatnya mengalahkan pasukan Parung Kujang. Kisah penaklukan itu sampai kini terkenal dengan cerita rakyat Cikoneng, Taktik Manusia Kerdil dan Baju Dendeng. Karena kesuksesan keempat prajurit Keratuan Lampung ini, Sultan Agung akhirnya mengangkat Menak Gede sebagai adipati di Kerajaan Banten. Namun setelah satu tahun menjabat, Menak Gede Meninggal dunia. Jabatan Adipati pun diserahkan kepada adiknya, Minak Iladiraja. Ia pun mengalami nasib yang sama, wafat setahun kemudian. Sayang, makam kedua kakak beradik itu tidak pernah diketahui sampai saat ini. Sepeninggalan Menak Iladiraja, Menak Sengaji dipanggil Sultan untuk menggantikan Menak Iladiraja. Akan tetapi Menak Sengaji tidak langsung menerima jabatan itu. Ia meminta syarat mau diangkat menjadi adipati di luar daerah kekuasaan kakaknya. Menak Sengaji ingin daerah Banten bagian barat, daerah yang langsung berhadapan dengan daerah leluhurnya. Ia juga meminta dibolehkan membawa saudara-saudaranya dari Lampung. Syarat itu diluluskan Sultan Agung. Malahan Sultan Agung memberi Menak Sengaji hak kepemilikan atas selat sunda termasuk Pulau Sangiang dan tanah sepanjang pesisir Selat Sunda, mulai dari Tanjung Purut (Merak) sampai ke Ujung Kulon. Dari Tanjung Purut ke pedalaman hingga ke Gunung Panenjuan (Mancak) dan terus membentang ke arah barat mencapai Gunung Haseupuan berakhir di Ujung Kulon. Setelah persetujuan itu, berangkatlah Menak Sengaji membawa 40 kepala keluarga yang terdiri dari sembilan buai, di antaranya Buai Aji, Arong, Rujung, Kuning, Bulan, Pandan, Manik dan Besindi. Pertama kali datang, kemungkinan terbawa arus timur, rombongan Menak Sengaji terdampar di teluk perak. Akhirnya rombongan beristirahat tidak jauh dari teluk, tempat itu kemudian diberi nama Kubang Lampung, artinya tempat mendarat kumpulan warga Lampung di Banten. Setelah mengalami tiga kali perpindahan tempat rombongan Menak Sengaji sepakat menempati kawasan pantai Anyer yang dulu bernama Alas Priuk dan pelabuhannya dinamai Pelabuhan Priuk. Kemudian mereka mendirikan pemukiman lampung yang diberi nama Kampung Bojong. Berputarnya roda waktu jumlah 40 KK itu beranak pinak, Kampung Bojong dimekarkan menjadi empat kampung yaitu Kampung Bojong, Kampung Cikoneng, Kampung Tegal dan terakhir Kampung Salatuhur. Ada cerita menarik, ketika rombongan ini sedang membuat kampung Salatuhur, Sultan Ageng tiba-tiba datang berkunjung. Kampung Salatuhur belum memiliki nama waktu itu. Dengan segera Menak Sengaji lalu meminta Sultan untuk memberi nama. Karena waktu sudah masuk waktu salat Zuhur, diberilah nama Kampung salat Zuhur dan karena perkembangan bahasa, kini ejaannya berganti menjadi Kampung Salatuhur. Masih di Kampung Salatuhur, Sultan Ageng mengajak untuk salat Zuhur berjamaah. Tapi sial, kampung belum memiliki sumur untuk mengambil air wudu. Kemudian Sultan berdiri dan berjalan ke suatu tempat lalu menancapkan tongkatnya. Setelah dicabut bekas tancapan itu mengeluarkan air (versi lain mengatakan Sultan menunjuk suatu tempat dengan tongkatnya untuk digali menjadi sumur). Tapi yang jelas, mata air itu masih utuh hingga kini dan terkenal dengan nama Sumur Agung, berdiameter kira-kira dua meter. Yang disayangkan semua cerita asal muasal perkampungan Cikoneng, hanya didapat dari para orang tua mereka yang mewariskan dari mulut ke mulut. "Saya sih dapat semua cerita ini dari orang tua, orang tua juga dari orang tuanya, turun-temurun gitu, kalau ditanya bukunya, ya nggak ada," tutur H Hasyim yang juga masih keturunan ke delapan Menak Sengaji mengakhiri perbincangan dengan Teknokra. Meskipun begitu, bukan berarti tak ada bukti sejarah. Selendang Cinde Wulung milik Ulubalang Raden Japati yang konon mampu mengeluarkan kilatan api dan menangkis tembakan meriam Belanda, kini diwarisi H Agus. Baju Antakusuma yang diwarisi H Hasyim, Sumur Agung yang terletak sepuluh meter di belakang kediaman H Hasyim dan Makam Menak Sengaji yang berada di pinggir Jalan Raya Anyer, Kampung Cempaka, Desa Anyer Kecamatan Anyer adalah saksi sejarah yang masih bisa kita saksikan. Sumber: Teknokra, tanggal tidak terlacak Posted by Udo Z Karzi at 5:22 AM 0 comments Ihwal: budaya, sejarah Cikoneng: Komunitas Lampung di Banten Sejak Abad XVI -- Yulia Sapthiani SIANG hari, di sebuah jalan desa yang berbatu-batu, beberapa anak kecil terlihat bermain sepeda. Tak jauh dari mereka, sekelompok ibu sedang mengelilingi pedagang sayur, berbelanja kebutuhan mereka. DARI celotehan anak-anak dan obrolan ibu-ibu di Kampung Cikoneng, Desa Cikoneng, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten, itu terdengar logat khas Melayu, seperti logat bahasa orang-orang di beberapa daerah di daratan Sumatera. Tidak hanya sekelompok anak kecil dan ibu-ibu yang bicaranya berlogat Melayu. Seluruh penduduk di desa yang lokasinya tak jauh dari tempat wisata Pantai Anyer itu memiliki logat yang sama ketika berkomunikasi. "Sini nak, masuk. Silakan duduk," ujar seorang nenek bernama Sapariah (70-an), mempersilakan masuk ke dalam rumahnya. Bersama suaminya, Abdul Halim (80), nenek 12 cucu itu bercerita mengenai kehidupan mereka dan komunitas penduduk Desa Cikoneng. Dari cerita Sapariah terkuaklah bahwa mereka bersama ribuan warga lainnya di desa tersebut adalah komunitas orang-orang Lampung, provinsi yang letaknya tepat di seberang lautan tempat Sapariah, Abdul Halim, dan ribuan penduduk Lampung Cikoneng-begitu komunitas mereka dikenal-sekarang tinggal. Keberadaan mereka di tanah Banten yang terkenal dengan para jawaranya ini tumbuh bukan semata-mata ada perpindahan sekelompok orang Lampung ke daerah Banten. Tumbuhnya komunitas Lampung Cikoneng memiliki riwayat tersendiri yang berkaitan dengan sejarah bangsa ini. Konon, seperti yang diceritakan Abdul Halim dengan gamblang, keberadaan komunitas orang-orang Lampung di provinsi ke-30 di Indonesia ini tumbuh sejak abad XVI, di masa Kesultanan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570). Ketika itu, Sultan Maulana Hasanuddin, yang juga memiliki ikatan saudara dengan orang Lampung-khususnya dari Kerajaan Tulang Bawang-meminta bantuan orang-orang daerah tersebut untuk melaksanakan tugasnya, yaitu menyebarkan agama Islam di wilayah Banten. Bersamaan dengan dikirimkannya 40 orang dari Kerajaan Tulang Bawang dari sembilan buay (marga) untuk membantu tugas Sultan tersebut, disepakati pula perjanjian antara Sultan Maulana Hasanuddin dengan Ratu Dara Putih dari Kerajaan Tulang Bawang. Dalam perjanjian yang ditulis di atas dalong (tembaga)-konon hingga sekarang masih tersimpan di Kuripan, Lampung Selatan-ini dinyatakan bahwa jika orang-orang Banten memiliki masalah, orang-orang Lampung akan memberikan bantuan. Hal ini berlaku sebaliknya. "Sejak saat itulah, orang-orang Lampung berada di tanah Banten ini," jelas Abdul Halim, yang mengaku lahir di tanah Lampung. Matanya berkaca-kaca mengenang masa lalunya ketika pertama kali datang ke Banten. "Tahun 1950-an, saya datang ke Banten untuk menjadi nakhoda kapal. Saat itu, ada juragan perahu di Banten yang memiliki banyak kapal, tapi tidak punya nakhoda. Sejak itulah saya merantau ke Banten untuk bekerja menjadi nakhoda, sampai akhirnya bertemu ibu (Sapariah-Red) dan tinggal di sini," cerita Abdul Halim. Tidak seperti suaminya, Sapariah lahir di tanah Banten, tepatnya di Desa Cikoneng. Namun, seperti halnya Abdul Halim, orangtua Sapariah adalah orang-orang asli kelahiran Lampung. SELAIN keluarga Abdul Halim, sekitar 1.470 keluarga keturunan Lampung lainnya tinggal di Desa Cikoneng. Mereka tersebar di papekon (empat kampung). Selain Kampung Cikoneng, ribuan penduduk itu tinggal di Kampung Tegal, Kampung Tuhur, dan Kampung Bojong. Kepala Desa Cikoneng Yakub (50) menceritakan, hingga tahun 1940-an, penduduk Lampung yang tinggal di Desa Cikoneng sangat tertutup terhadap orang luar. Sampai-sampai ada larangan untuk menikah dengan orang di luar komunitas mereka. "Alasannya, takut putus garis keturunan," kata Yakub. Namun, dengan pertimbangan semakin majemuknya penduduk di sekitar desa yang sebagian besar mata pencaharian warganya adalah bertani ini, pengisolasian diri penduduk Desa Cikoneng pun dicabut. Sejak itu mereka dibebaskan bergaul bahkan menikah dengan orang-orang dari luar desa. Kini, dengan dibukanya batas-batas pergaulan komunitas Lampung Cikoneng, 25 persen penduduknya adalah orang -orang luar yang menikah dengan orang-orang dari komunitas tersebut. Namun, tak ubahnya orang-orang asli Lampung, warga "pendatang" pun sangat fasih berbahasa Lampung dengan ciri khas logat Melayu-nya. Saat ini, bahasa memang menjadi satu-satunya budaya Lampung yang masih melekat pada komunitas penduduk Lampung Cikoneng. Tradisi lainnya, seperti upacara adat pernikahan tak pernah lagi dipraktikkan secara utuh. "Kalau ingin melaksanakan upacara-upacara adat Lampung seratus persen, biayanya sangat mahal. Masyarakat tidak mampu lagi menyediakan biaya untuk melaksanakan upacara-upacara itu. Kalaupun dilaksanakan, paling-paling hanya bagian intinya saja," kata Mohammad Husin (60), tokoh masyarakat lainnya. Untuk itu, setiap keluarga komunitas Lampung Cikoneng berusaha melestarikan tradisi berbahasa Lampung mereka dengan menjadikan bahasa itu sebagai alat berkomunikasi sehari-hari. Sejak kecil, anak -anak mereka diajari bahasa Lampung. Akibatnya, tak sedikit di antara anak-anak itu yang dengan bangganya berkata "saya orang Lampung", meskipun Banten adalah tanah kelahiran mereka dan belum pernah sekalipun mereka menginjakkan kaki di tanah Lampung, tanah nenek moyangnya itu. Sementara itu, untuk menjalin ikatan persaudaraan antara sesama orang Lampung dari berbagai tempat di seluruh Indonesia, komunitas Lampung Cikoneng bergabung dalam sebuah perkumpulan yang disebut Lampung Say (Lampung Satu). Secara periodik mereka mengadakan pertemuan di berbagai daerah secara bergiliran. "Dengan semangat Lampung Say, persaudaraan orang-orang Lampung tetap terjaga, meskipun kami tersebar di berbagai daerah di Indonesia," kata Husin. Sumber: Kompas, Selasa, 18 Maret 2003 Posted by Udo Z Karzi at 5:20 AM 0 comments Ihwal: budaya, sejarah sumber : http://ulunlampung.blogspot.com/2007_05_01_archive.html Don't let your dream ride pass you by. Make it a reality with Yahoo! Autos. < Prev Next > SPONSOR RESULTS Ticket www.local.com - Find Ticket Here at Local.com! In Jobs indeed.com/in - Search for In Jobs. Find your new job today. Indeedx2122;. Girokonto Vergleich www.banken-auskunft.de - Top Konditionen & Zinsen jetzt Girokonten vergleichen! Expand Messages Author Sort by Date Cikoneng - perkampungan suku Lampung di BANTEN Wednesday, May 16, 2007 Cikoneng: Perkampungan Suku Lampung di Banten, Lahir Dari Ikrar... anung rey arigsi Offline Send Email Oct 4, 2007 4:44 pm < Prev Topic | Next Topic > Copyright © 2012 Yahoo! Inc. All rights reserved. Privacy Policy - Terms of Service - Copyright Policy - Guidelines NEW - Help