Sunday 21 October 2012

Batin Budaya Poerba LAMBAN BANDUNG PAKSI BUWAY BEJALAN DI WAY PAKSI PAK SEKALA BEKHAK

Batin Budaya Poerba LAMBAN BANDUNG PAKSI BUWAY BEJALAN DI WAY PAKSI PAK SEKALA BEKHAK Sabtu, 28 April 2012 SILSILAH RAJA RAJA SEKALA BEKHAK PAKSI BUWAY BEJALAN DIWAY Oleh Diandra Natakembahang Silsilah Keturunan lurus Raja Raja Sekala Bekhak Paksi Bejalan Di Way: 1. Ratu Bejalan Di Way [Rakihan] 2. Ratu Tunggal 3. Kun Tunggal Simbang Negara 4. Ratu Mengkuda Pahawang 5. Puyang Rakian 6. Puyang Raja Paksi 7. Dalom Sangun Raja 8. Raja Junjungan 9. Ratu Mejengau 10. Pangeran Siralaga 11. Dalom Suluh Irung 12. Pangeran Natamarga 13. Pangeran Raja Di Lampung 14. Pangeran Jaya Kesuma I 15. Pangeran Paku Alam 16. Pangeran Puspanegara 17. Pangeran Jaya Kesuma II 18. Ratu Kemala Jagat 19. Suttan Pangeran Jaya Kesuma III 20. Suttan Pangeran Jaya Kesuma IV Penyebaran Jurai Paksi Bejalan Di Way dimulai dari silsilah ke 3 dan seterusnya sehingga meliputi seluruh dataran Lampung, masing masing adalah: Ratu Di Puncak silsilah ke 3 menurunkan Jurai Abung [Nunyi, Nunyai, Subing, Nuban] Puyang Rakian Sakti silsilah ke 5 menurunkan Jurai Ngambur, Krui Puyang Naga Berisang silsilah ke 5 menurunkan Jurai Pakuan Ratu, Way Kanan Pangeran Singa Juru silsilah 9 menurunkan Jurai Pematang Ribu, Ranau Dalom Pikulun silsilah 9 menurunkan Jurai Kesugihan, Liwa Muda Pusaka silsilah 9 menurunkan Jurai Padang Dalom, Liwa Adipati Raja Ngandung silsilah 11 menurunkan Jurai Sanggi, Semaka Radin Bangsawan silsilah 11 menurunkan Jurai Perpasan, Krui Raja Alam Tegi Bunak silsilah 12 menurunkan Jurai Kalianda Ratu Siti silsilah 17 menurunkan Jurai Bandar, Krui Wilayah Adat Paksi Buway Bejalan Di Way di Tanoh Unggak: Puncak Sukarami Liwa Kembahang Tuha Simpang Kembahang Teratas Kembahang Cenggikhing Way Nekhima Padang Dalom Umbul Limau Way Tegaga Bawang Liwa Kesugihan Liwa Gunung Sugih Liwa Watos Sekuting Sukaraja Gekhaddai Melebuy Bukti bukti dan peninggalan Paksi Bejalan Di Way adalah berupa Pemanohan [Benda Pusaka], Makam, Tambo Tua yang tertulis diatas dalung, kulit kayu dan tanduk kerbau serta peninggalan lainnya. Peninggalan Situs dan Makam kuno Paksi Bejalan Di Way : Situs Keramat Ratu Bejalan Di Way di Puncak Sukarami Liwa Situs Keramat Ratu Di Puncak di Cangok Gaccak Bukit Kemuning Situs Keramat Puyang Rakian di Kuta Hakha Umbul Limau Situs Keramat Batin Sehagahaga di Way Nekhima Makam Keramat Ratu Mejengau di Kembahang Tuha Makam Keramat Pangeran Puspanegara di Simpang Kembahang Peninggalan lainnya berupa Pemanohan, Tambo, Prasasti, Lubuk dan lain lain: Tambo tambo tua yang tertulis diatas kulit kayu, tanduk kerbau dan dalung Keris Senimbang dipegang oleh keturunan lurus Paksi Bejalan Di Way Buluh Buntu Di Kepaksian Ham Tumi di Kembahang Tuha Ham Kebik di Umbul Limau Gamolan Pekhing di Kembahang Singgaranau di Teratas Kembahang Batu Selelagok di Teratas Kembahang Cambai Mak Bejunjungan di Teratas Kembahang Runcung Bekasom Ludai di Teratas Kembahang Batu Bertulis di Bawang Heni Liwa Belasa Kepampang di Way Nekhima Pedang Sepikul Tumbak Piring Logam dari Pagaruyung Tupung Belulang dari Pagaruyung Batok Kelapa Jinggi dari Pagaruyung Pedang, Payan, Keris dari Pagaruyung Besluit dari Zaman Kolonial Pedang Kompeni Inggris Diposkan oleh Batin Budaya Poerba di 11:35 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook TAMBO PAKSI BUWAY BEJALAN DI WAY ASAL USUL TURUNAN PAKSI PAK DI SEKALA BEKHAK ABAD KE VII MASEHI Diposting Oleh Diandra Natakembahang Karena memperhatikan Tambo asal turunan Paksi Pak dari zaman purbakala belum begitu teratur, belum disusun dengan sempurna maka dirasa wajib menyusun tambo asal-asal turunan Paksi Pak tersebut supaya jangan mudah hilang di zaman akhir ini. Dari itu maka Tarikh / Tambo turunan-turunan tersebut dihimpunkan dalam buku ini dengan ringkas dikutip dari tambo-tambo dulu supaya mudah mengetahui asal usulnya turunan itu, disalin dari tanduk kerbau dan kulit kayu. Disalin oleh Anwar Yahya, Kembahang 18 November 1938 PASAL I MENYATAKAN ASAL USUL TURUNAN PAKSI PAK Paksi Pak asalnya yaitu keluar dari Sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Sayidina Usman di Makkah, beliau beranak tiga orang dua laki laki dan seorang perempuan. Yang tua laki-laki singgah di negeri Rum, yang kedua singgah di negeri Cina dan yang perempuan yaitu Tuanku Gadis terus ke Pagar Ruyung Minangkabau dan menetap disana menjadi Raja. Pada zaman Tuanku Gadis jadi Raja disana ada sebatang Kelapa yang amat tinggi namanya Nyiur Gading tiada seorang pun yang sanggup memanjat kelapa tersebut. Pada suatu ketika Tuanku Gadis itu sangat ingin memakan buah Nyiur Gading itu dan sangat ingin pula meminum airnya. Dalam pada itu Tuanku Gadis mencari daya upaya supaya sampai maksudnya itu. Dengan kodrat Tuhan Yang Maha Esa, ada seekor tupai memanjat kelapa tersebut dengan suruhan Tuanku Gadis, tidak berapa lamanya memanjat pohon kelapa itu barulah sampai diatasnya maka digugurkanlah oleh tupai itu buah satu biji lalu diambil oleh Tuanku Gadis dan dibelahnya lalu dimakannya isinya dan airnya diminumnnya. Hingga sampai keinginan Tuanku Gadis memuaskan dahaga, karena tidak habis oleh Tuanku Gadis maka sisanya dimakan oleh Babunya, ampasnya dimakan Ayamnya, Sabutnya dimakan Kerbau, Tempurungnya dimakan Kuda. Syahdan selang tiada berapa lamanya dari makan nyiur tersebut maka Tuanku Gadis buntinglah kemudian babunya, kerbaunya, kudanya bunting pula dan ayamnya bertelur pula. Setelah cukup 9 bulan 10 hari Tuanku Gadis dalam hamil bersalinlah dia seorang anak laki-laki, dinamainya Tuanku Orang Mudo, dan bersalin pula babunya dinamai Cindara Mato dan bersalin pula kerbau dinamai si Banuang, bersalin pula kuda dinamai si Gumayang dan menetas pula telor ayam keluar ayam jantan dinamai Kunantian Panjang Gumbak. Kemudian dari pada itu, lama kelamaan Tuanku Orang Mudo sudah besar lalu diambilkan Permaisuri dan setelah sampai masanya Permaisuri itu hamillah dan bersalin pula sesudah cukup 9 bulan 10 hari dan dinamakannya yang tua Saiy Sahalan dan yang muda dinamakannya Tuanku Mengindar Alam, sesudah besar pula Tuanku keduanya mengambil Permaisuri pula dan setelah sampai masanya kedua Permaisuri itu hamil pula dan melahirkan kedua Permaisuri itu masing masing 2 [dua] Putera dan dinamakan Tuanku keempatnya. Kemudian Tuanku keempatnya berputera pula masing masing 3 Orang laki laki sehingga menjadi 12 [dua belas] orang kesemuanya, itulah yang duduk di Pagar Ruyung menjadi Raja disana kemudian ke 12 Tuanku masing masing mendirikan satu satu Adat sehingga menjadi 12 Adat yang tetap di Pagar Ruyung. Kemudian Tuanku Tuanku 12 bermufakat pada suatu masa akan mencari kehidupan dan kesenangan maka bulat kemufakatan mereka bahwa yang tua tetap di Pagar Ruyung yang menduduki kerajaan disana dan yang 11 [Sebelas] lagi berjalan musafir serta membawa Pengikut 4 orang masing masingnya. PASAL II Perjalanan 11 orang Tuanku Tuanku keluar dari Pagar Ruyung tiada bersama sama melainkan masing masing keluar menurut isi hati perlangkahan masing masing. Kira kira 12 tahun keluar itu maka pada suatu ketika dengan kodrat Tuhan Yang Maha Esa seru sekalian alam, maka setengahnya Tuanku Tuanku itu sampai di Sekala Bekhak. 1. Umpu Bejalan Di Way di Puncak Sukarami 2. Umpu Nyerupa di Tampak Siring 3. Umpu Pernong di Henibung 4. Umpu Belunguh di Barnasi 5. Umpu Benyata di Luas, Anak Mentuha Paksi Pak Maka sewaktu Tuanku Tuanku itu dalam perjalanan dari Pagar Uyung, mereka sangat cinta untuk bertemu, sebab sudah terlalu lama dalam perjalanan tak pernah bertemu, di Sekala Bekhak mereka bertangis-tangisan mengenangkan nasib semenjak keluar dari Pagar Uyung hingga begitu lama baru ketemu hampir tiada kenal mengenal satu sama lain. PASAL III Nazar para Umpu sesudah bertemu lagi di Sekala Bekhak, setelah berjumpa di Sekala Bekhak dan mereka sudah kenal mengenal saudaranya [Umpu Umpu itu] maka mereka bernazar kepada Allah SWT, sebagai berikut : 1. Umpu Bejalan Di Way meminta menjadi Raja yang gagah berani, satu lawan seratus. 2. Umpu Nyerupa bercita cita meminta menjadi Raja yang sakti dan banyak rakyatnya. 3. Umpu Pernong meminta tetap dalam kerajaan cerdik pandai. 4. Umpu Belunguh minta jadi Raja dengan banyak harta bendanya kaya raya. Hanya Umpu Buway Benyata yang tidak bernazar/bercitacita karena memang Anak Mentuha tiada berdiri Paksi hanya buat menyimpan harta dari kebesaran/pusaka dari Empat Paksi yang tersebut tadi. Kemudian lebih kurang satu tahun lamanya di Sekala Bekhak datang satu gadis dari sebelah matahari terbit namanya Si Bulan, rupanya dia datang itu membawa kemashulan-kesusahan hingga datang mendapatkan empat paksi itu serta dia bersusah payah mengurus makan minum empat paksi di Sekala Bekhak. Menimbang susah payah gadis nama Si Bulan ini, maka Empat Paksi tersebut berpikir masing-masing katanya, apakah pembalasan kami melainkan kami angkat menjadi saudara bersama hidup dan mati, manis pahitnya bersama-sama. PASAL IV Pekerjaan Empat Paksi pertama kali di Sekala Bekhak, syahdan setelah tetap segala nazar dan cita-cita Empat Umpu dan Si Bulan telah tetap menjadi saudara oleh keempat Umpu, maka kami bermufakat dan bersiap akan mengusir Tumi dan Budha yaitu bangsa pemuja Dewa. Pada saat yang baik kami coba menaklukkan kedua bangsa tersebut, sebab menurut warta orang bahwa di tempat itu ada sesuatu barang yang dikunjungi atau dipujapuja oleh bangsa Tumi dan Budha yang mereka anggap sebagai kebesaran untuk bangsa bangsa itu. Maka pada keesokan harinya kami pukullah genderang perang maka keluarlah Tumi dan Budha itu. Maka kami berperanglah dengan sangat hebatnya, tangkis menangkis, kejar mengejar hingga kami sampai di tempat kebesaran itu, yang dikunjungi oleh pemuja kedua bangsa itu. Lalu kami rampas barang barang itu sekuatkuatnya tenaga kami, maka barang itu dapat kami rampas dari bangsa Tumi dan Budha itu berlarian tiada berketentuan perginya bercerai-berai dan perang pun selesailah. PASAL V Sesudah selesai dari peperangan maka huru hara tiada lagi, bertukar dengan aman. Kami periksa barang kebesaran yang dikunjungi dan dipuja oleh bangsa Tumi dan Budha itu yaitu didapat satu batang kayu yang dinamakan oleh kedua bangsa itu Belasa Kepampang. Adapun sifatnya kayu itu akarnya keatas sedang dahannya kebawah masuk kedalam tanah dan kayu tersebut berdahan sebukau. Jadi kayu itu dua macam dahannya dan kemaksiatan itu kayu apabila dimakan buahnya atau daunnya, niscaya mati dan apabila tersinggung getahnya terus terasa bengkak atau bisul besar ialah obatnya pula apabila diambilkan dahannya yang bernama sebukau itu digosokkan atau dimakan ia menjadi baik. Maka itu kayu, kami empat saudara timbang timbang akan dibuat apa supaya boleh menjadi lama sampai kepada anak cucu. Maka kami ambil dan terus dijadikan Pepadun menjadi kebesaran sehingga sampai anak cucu dibelakang hari. Kemudian kami keempat Umpu menjadikan kayu Belasa Kepampang itu menjadi Pepadun atas perkumpulan. PASAL VI Adapun sekiranya ada orang akan minta kepada Paksi kebesaran Adat Lampung boleh dikasih oleh Paksi tetapi menurut jenjang Adat dan nanti diterangkan dengan mendapat izin dari Paksi. adapun Pepadun Belasa Kepampang diserahkan oleh Umpu yang keempatnya ditangan Umpu Buway Benyata Luas untuk menyimpan Pepadun itu dengan baik sehingga sampai pada anak cucunya dan lagi itu pepadun jadi pusaka paksi 4 gilir menggilir sehingga zaman yang penghabisan. Adapun Umpu Paksi Empat ini telah duduk berkuasa masing masing yaitu : 1. Umpu Buway Bejalan Di Way bertahta di Puncak Sukarami Liwa. 2. Umpu Buway Pernong bertahta di Hanibung Batu Brak. 3. Umpu Buway Belunguh bertahta di Barnasi Belalau 4. Umpu Buway Nyerupa bertahta di Tampak Siring Sukau Dan Umpu Buway Benyata di Luas, Si Bulan tinggal di Way Nekhima dan menurunkan Jurai Melebuy kemudian terus kedataran Tanah Lampung. Siputar dan Si Kumbar dan Si Laruk berjalan mencari penghidupannya kesebelah matahari terbit. PASAL VII Adapun Jolak Paksi Empat ini yaitu 1. Pangeran 2. Sultan 3. Dalom 4. Raja dan Jolak yang perempuannya adalah Ratu. Famili dari Paksi Pak yaitu 1. Raja 2. Batin dan yang dinamakan Paksi yaitu turunan dari pada Umpu yang Empat yaitu anak dari Ratu yang tertua. Adapun tutur turunan Paksi itu kepada orang tuanya yang lelaki adalah Akan dan tuturnya kepada Ibunya adalah Incik, tutur orang banyak kepada Dalom Paksi Empat adalah Peniakan Dalom. Menurut Adat tuturan anak anak orang lain kepada Paksi yaitu Bapak Dalom kepada Suttan Saibatin dan Ina Dalom kepada Ratu Saibatin. Panggilan kakak kepada Suttan Saibatin yang laki-laki yang tertua adalah Pun, kepada anak yang kedua adalah Ngebatin/Atin. Nama kediaman Paksi adalah Lamban Gedung atau Pakolom dan bubungan rumah Paksi adalah Kawik Buntor demikian tiada boleh seorang juapun yang memakainya. Orang banyak boleh memakai bubungan atas kesukaannya asal tidak menggunakan Kawik Buntor yang ditetapkan untuk Paksi. Adapun duduknya Buway Benyata kepada Paksi Pak adalah Anak Mentuha dari keempat Paksi, jika anak cucunya bimbang atau kauri menurut sepanjang Adat Lampung dia musti campur dan ikut. Jika Paksi duduk maka Buway Benyata duduk disebelah kanan dan kalau Paksi berjalan maka Buway Benyata dahulu didepan Penetap Imbor dan tidak diperkenankan memberi Gelar seseorang seperti Radin, Minak dan lain lain melainkan dengan izin Paksi. Sehingga inilah pengaturan pengaturan Paksi dan asal dan usul turunan, disusun dengan ringkas supaya mudah diketahui dari abad ke VII [tujuh] Masehi hingga nanti keakhir zaman. Kembahang, 18 November 1938 Ahmad Siradj adoq Pangeran Jaya Kesuma II De Pangiran Kembahang Paksi Bejalan Di Way Ditulis kembali di Batu Raja pada 21 Agustus 1992 Darwis H.A. Sekretaris Pesirah Note: 1. Belasa Kepampang situsnya berlokasi di Perkebunan M. Zakuan di Lungup, Way Nekhima Kembahang. 2. Durian Tumi situsnya berlokasi di Kunyaian, Tanjung Kemala Sukau. Nama Tumi sendiri berasal dari nama durian ini. 3. Lubuk Tumi terdapat di Kembahang Tuha. 4. Pematang Tumi terdapat di Tampak Siring Sukau. 5. Prasasti bercorak Budha pada era Tumi [Hindu Budha] terdapat di Bawang Heni yang berangka tahun 997. CATATAN PENULIS Penulisan Tambo ini sebagian besar riwayatnya dimulai pada era Puyang Rakian atau silsilah kelima dari Buway Bejalan Di Way yaitu pada saat berdirinya Paksi Bejalan Di Way yang merupakan bagian dari pendirian Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak pada era ini. Puyang Rakian yang merupakan penguasa Sekala Bekhak pada era era akhir Hindu Budha [Zaman Tumi] juga disebutkan dalam Tambo Buway Benyata dan Tambo Umpu Kuning dari Paksi Belunguh. Disebutkan dalam Tambo Buway Benyata dan Tambo Paksi Belunguh bahwa Puyang Rakian telah berkuasa di Sekala Bekhak pada saat kedatangan para Umpu ini. Keramat Puyang Rakian terdapat di Kuta Hakha, Umbul Limau di kaki Gunung Pesagi. Kedatangan La Laula dan Umpu Belunguh di Sekala Bekhak adalah untuk mensyiarkan Agama Islam, namun demikian periode kedatangan La Laula lebih awal dibanding kedatangan Umpu Belunguh. La Laula adalah nama lain dari Syech Aminullah Ibrahim beliau dimakamkan ditepi Way Manula yang lebih dikenal dengan Keramat Way Manula di Lemong Krui. Berdirinya Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak adalah pada saat kedatangan dari Umpu Belunguh, sebagaimana yang termaktub dalam Tambo Umpu Kuning dari Paksi Belunguh. Demikianlah bahwa kedatangan dari Umpu Belunguh adalah menandai dimulainya era Kepaksian, sementara era sebelumnya adalah Era Keratuan. Puyang yang menurunkan Paksi Pak Sekala Bekhak pada era Islam inilah yang merupakan keturunan yang keluar dari Sayidina Usman dari Madinah dimana diriwayatkan pernah singgah di Negeri Rum, ke Hadramaut terus ke Pagar Ruyung sebelum akhirnya sampai di Sekala Bekhak Pesagi. Hal ini juga sangat bersesuaian dengan Tambo lainnya yaitu Tambo dari Buway Nyerupa, Buway Pernong, Buway Belunguh dan Buway Benyata, dimana pada era ini terbentuk Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak dan pembagian wilayah kekuasaan masing masing Paksi. Terbentuknya Keratuan Di Puncak dan Keratuan Pemanggilan setelah perpindahan dari Sekala Bekhak Pesagi adalah masih pada era Keratuan Hindu Budha atau Zaman Tumi. Keratuan Di Puncak berdiri setelah perpindahan Menang Pemuka Baginda/Ratu Di Puncak yang merupakan putera dari Ratu Tunggal atau silsilah ketiga dari Buway Bejalan Di Way. Pada mulanya rombongan ini menetap di Way Selabung, Muara Dua kemudian terus ke Martapura dan akhirnya menetap di Canguk Gaccak. Di Canguk Gaccak, Cahya Negeri Bukit Kemuning inilah Ratu Di Puncak dikeramatkan, hal ini juga dicantumkan dalam keterangan Tambo Silsilah Paksi Bejalan Di Way Sekala Bekhak. Jurai Keratuan Balau turun dari Sekala Bekhak Pesagi menyusuri Way Balau dipesisir Krui terus keselatan Lampung kemudian terus ke Teluk Betung dan terus menetap di Bandar Lampung mendirikan Keratuan Balau. Jurai Keratuan Pugung turun dari Sekala Bekhak Pesagi melalui Gunung Pugung dipesisir Krui terus ke Pugung Semaka kemudian terus menetap di Pugung dipesisir timur Lampung. Jurai Keratuan Pemanggilan setelah dari Sekala Bekhak Pesagi terus ke Martapura dan Muara Dua dan terakhir kepesisir Krui, kelompok dari Keratuan Pemanggilan ini dipimpin oleh Rakian Sakti yang bersaudara dengan Puyang Rakian dan Puyang Naga Berisang yang merupakan silsilah kelima dari Buway Bejalan Di Way Sekala Bekhak. Demikianlah bahwa menyebarnya Jurai dari Sekala Bekhak dan berkembangnya keempat Keratuan di Lampung adalah sebelum terbentuknya Paksi Pak Sekala Bekhak, yaitu pada silsilah ketiga hingga kelima dari Buway Bejalan Di Way atau sebelum kedatangan Umpu Belunguh. Sebelum berdirinya ketiga Keratuan lain yaitu Keratuan Di Balau, Keratuan Pemanggilan dan Keratuan Pugung, para Puyang ini berkumpul di Canguk Gaccak, untuk menghindari perselisihan mengenai penguasaan tanah dan wilayah kekuasaan, maka pada era ini dibagilah penguasaan wilayah Keratuan itu [Hilman Hadikusuma]. Para Punyimbang Kebuwayan membagi wilayah Keratuan yang terdiri dari empat besar yaitu: 1. Keratuan Di Puncak menguasai tanah hak Ulayat Abung di Way Abung, Way Rarem dan Way Seputih. 2. Keratuan Pemanggilan menguasai tanah hak Ulayat Pemanggilan di Pesisir Krui, Pesisir Semaka, Muara Dua dan Martapura. 3. Keratuan Di Balau menguasai tanah hak Ulayat Pubiyan di bagian Selatan Way Sekampung, Teluk Betung dan Bandar Lampung, 4. Keratuan Di Pugung menguasai tanah hak Ulayat Bandar Pugung didaerah Pugung, Jabung, Maringgai dan Sekampung Ilir. Pepindahan para Puyang ke Komering dari Sekala Bekhak secara bertahap dan dipimpin oleh para Puyang yang dikenal dengan 7 [tujuh Kepuhyangan] yaitu keturunan Puyang Ratu Sabibul, Puyang Kaipatih Kandil, Puyang Minak Ratu Damang Bing, Puyang Umpu Sipadang, Puyang Minak Adipati, Puyang Jati Keramat, Puyang Sibalakuang. Kepuhyangan Semandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering adalah cikal bakal berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Puyang Sri Jaya Naga sebagai Raja Sriwijaya pertama berpindah dari Ranau Sekala Bekhak ke Minanga Komering, setelah itu Ibu Negeri dipindahkan ke Bukit Siguntang Palembang dan terakhir di Darmasraya Jambi, namun demikian para Sejarawan juga ada yang berpendapat bahwa Phatani diselatan Thailand adalah Ibu Negeri terakhir Sriwijaya. Terbentuknya Keratuan Melinting dan Keratuan Darah Putih yang merupakan pecahan dari Keratuan Pugung adalah setelah kedatangan Fatahillah dari Cirebon yang menikahi Putri Sinar Alam dari Keratuan Pugung. Terbentuknya Entitas Lampung Cikoneng dipesisir barat Banten adalah setelah kedatangan Umpu Junjungan Sakti dari Paksi Buway Belunguh Sekala Bekhak yang menumpas kerusuhan yang diakibatkan oleh Si Buyuh. Sultan Banten mengangkat saudara Umpu Junjungan Sakti sebagai Bangsawan pada keluarga Kerajaan Banten, dalam hal ini keturunan dari Keratuan Darah Putih dan Minak Patih Prajurit dari Buway Tegamoan Tulang Bawang juga turut menyumbang warga pada Entitas Lampung Cikoneng Pak Pekon ini. Setelah berkembangnya Kebuwayan Lampung, beberapa Buway membentuk Konfederasi Adatnya masing masing namun dalam periodeisasi yang tidak bersamaan. Konfederasi Adat ini seperti Paksi Pak di Sekala Bekhak, Abung Siwo Megou, Marga Lima di Way Lima, Megou Pak di Tulang Bawang, Buway Lima di Way Kanan, Bandar Enom di Semaka, Marga Telu di Ranau, Pubiyan Telu Suku, Enom Belas Marga Krui, Pitu Kepuyangan di Komering dan Cikoneng Pak Pekon. Demikianlah keturunan Kebuwayan yang menyebar mulai dari Kayu Agung di Utara hingga keselatan Lampung bahkan Cikoneng di pesisir barat Banten, dapat ditelusuri dari Umpu asalnya di Sekala Bekhak Pesagi. Diposkan oleh Batin Budaya Poerba di 11:15 1 komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook TAMBO BUWAY BENYATA DI LUAS [TARIKH SEKALA BEKHAK] Diposting Oleh Diandra Natakembahang Sebermula diceritakan ialah semenjak zaman Nabi Muhammad SAW pada lebih kurang abad ke 6 [enam] Masehi, beliau mempunyai sahabat karib yang rapat, yang boleh dibilang makan sama sepiring, tidur sama sebantal ialah: 1. Sayidina Abu Bakar 2. Sayidina Umar 3. Sayidina Ali Inilah sahabat-sahabat beliau, maka diriwayatkan Sayidina Usman memangku tugas giliran menjadi Khalifah atau Raja yang bertempat di Tanah Arab, beliau ini berputra seorang laki-laki yang cakap, pantas, cerdik pandai bernama La Laula yang patut menjadi pemimpin. Maka disuatu tempo terbitlah pikirannya akan turun dibawah angin untuk mengembangkan Agama Islam dan memperpanjang Zuriatnya, yang kini ternyata menjadi sejarahnya sehingga diladeninyalah tekad cita-cita yang tercantum didalam sanubarinya. Dikisahkan berkemaslah La Laula[1] tersebut sekeluarga beserta 6 orang putranya dan diikuti oleh beberapa orang yang suka rela mengikut. Mereka berangkat berlayar dengan mempergunakan sebuah Bantera yaitu perahu Gangsa yang tiada tentu arahnya. Setelah beberapa hari lamanya mereka berlayar singgahlah mereka disuatu tempat yang bernama Bandar Rihim yakni bandarnya si Rahim yang umumnya sekarang disebut Bandar Rum, mereka diajak akan tinggal disini bersama-sama, tetapi mereka menolak kerena akan meneruskan perjalanan, beliau hanya minta peringatan atau tanda mata, dan Rahim memberi: 1. Sebuah Meriam 2. Sebuah Piring Panjang 3. Tiga Buah Mangkuk Batu 4. Satu Piring Sambal 5. Sebuah Piring Bertutup Batu Lantas mereka se-bahtera itu meneruskan perjalanan mereka, beberapa hari kemudian mereka berlabuh di Bandar Cina. Di Cina diajak pula supaya mereka tinggal menetap disini, tetapi mereka menolak hanya minta peringatan pula dari Cina. Dari Cina mereka dianugrahi sebuah kendi batu, lantas meneruskan perjalanan ke sebelah selatan. Setelah sekian lama berlayar tibalah mereka di Pantai Tanah Banten, La Laula bersama rombongan menemui Sultan Banten. Sultan Banten mengajak mereka untuk tinggal disini tetapi mereka menolak, hanya minta peringatan/tanda mata dari sang Sultan. Sultan Banten memberi 3 [tiga] buah tombak besi dan salah satu diantaranya pakai mata-mata serta sebilah keris pusaka. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka kesebelah utara sehingga tibalah mereka di Pagaruyung. Mereka sebahtera tersebut pergi untuk mendapat/menemui Raja Pagaruyung dan sang Raja membujuk mereka tetap tinggal disini tetapi ditolak, namun La Laula meminta tanda mata dan Raja mengabulkan permintaan tersebut, beliau menganugerahi 2 [dua] buah Tameng untuk menangkis senjata musuh yang terbuat dari kulit dan sebuah dari rotan yang dianyam, 2 [dua] buah peci yang terbuat dari Belulang, sebilah Keris pusaka kecil serta sebilah Pedang kecil. Selanjutnya bahtera itu melanjutkan perjalanan mereka kearah selatan lagi beberapa hari lamanya bertemulah dengan Cukuh yakni batu timbul diatas permukaan laut maka berhentilah mereka disini dan perahu tersebut ditambatkan pada akar kayu kecil-kecil. Tiada berapa jauh dari pantai La Laula naik keatas cukuh batu tersebut sambil berkata Cukuh, sampai sekarang masih ada. Beliau kemudian lalu ia naik dan meninjau keadaan disini apakah ada tanah yang agak luas apa tidak, rupanya betul-betul ada tanah yang lebar lalu didapatinya dan naik keatas daratan serta turun dan mendaki bukit, dari bukit ini beliau meninjau kiranya benar ada tanah yang luas dan dipandangnya. Pandangannya terlintas kepada sebuah bukit, lalu didapatinya bukit ini hingga sampai kepuncaknya maka nyata benar puncak bukit ini Persegi Empat, dari sinilah ia dinamakan sebagai Bukit Pesagi. Setelah mengamati keadaan dipuncak bukit ini maka sejurus dilihatnya seorang laki-laki yang rupanya sudah lebih dahulu dari La Laula maka bertemulah mereka berdua dan bersalam-salaman. Umpu ini berkata kepada La Laula syukurlah anda datang kesini, saya memang sudah lama menunggu-nunggu teman untuk bersama-sama memiliki tanah ini, jawab La Laula baiklah lalu mereka berdua mufakat dan berkeputusan akan dibagi, sambil berdiri kearah matahari mati dengan menggunakan acungan tangan sambil berdiri Umpu tersebut membagi tanah itu, sebelah kanan saya yang menguasai dan sebelah kiri anda yang menguasai katanya kepada La Laula sampai dihari kemudian. Setelah segala pembicaraan selesai turunlah mereka, kiranya yang seorang Umpu ini bernama Rokian, namanya yang umumnya sekarang disebut Puyang Rakihan[2] sebutannya. La Laula turun pula dari puncak bukit ini kearah kiri dengan maksud akan memeriksa tanah dan keadaannya yang kelihatannya daratan rendah dan luas agaknya, pandangannya tidak salah tanahnya baik, lebar dan terlihat banyak semacam pohon pisang rupanya karena daunnya lebar-lebar dan panjang, setelah diamati rupanya bukan pisang melainkan Sekala[3] yang sangat lebar dan luas. Dari sinilah tanah [daerah] ini dinamakan Sekala Bekhak, tetapi dalam peristiwa ini ia berjumpa dengan Sirih yang tidak Berjunjungan [Cambai Mak Bejunjungan] semacam kayu saja rupanya tetapi batangnya semacam perak rupanya, daunnya serupa emas keliatannya. La Laula bingung dan sejenak terpakur sebab diduga tentu ada yang mempunyai/memiliki benda antik itu sehingga mereka mundur sedikit untuk terlebih dahulu mengamatinya, setelah diamati kiranya benar-benar ada orangnya yaitu orang Tumi yang beragama Budha. La Laula waspada dan bersiap dalam hati karena ia yakin ini adalah musuh yang akan menghambat maksudnya yang akan mengakibatkan bentrokan dan pertempuran nantinya, maka La Laula pulang kembali mendapatkan perahu Gangsa beserta rombongan, untuk bersiap-siap dan membawa teman-temannya semua serta membawa semua peralatan/perkakas/senjata yang diperoleh dalam perjalanan guna menghadapi musuh tersebut yaitu orang Tumi dan Budha. Mereka naik ke gunung mendapatkan musuh dengan maksud akan mengusirnya sehingga terjadilah suatu pertempuran yang diketuai oleh La Laula, dalam pertempuran tersebut rombongan La Laula menggunakan senjata atau pusaka yang mereka dapatkan dalam perjalanan seperti: keris, pedang, tombak, meriam picitan, tameng/penangkis dan sebagainya. Mujur bagi mereka mendapat kemenangan, sehingga penduduk/musuh bercerai berai dan ahirnya mereka menduduki wilayah ini. Namun demikian Sirih [cambai] yang terlihat tadi ikut hilang agaknya dibawa oleh orang Tumi dan Budha itu. Maka wilayah/tanah ini dikuasai oleh mereka anak beranak dengan tenang dan aman dan akhirnya tanah bumi dan segenap pusaka/perkakas yang mereka miliki diserahkan oleh La Laula kepada 6 [enam] orang puterannya dan La Laula akan pulang kembali. Namun putra sulungnya tidak mau tinggal disini dia akan mengikuti orang tuanya, maka tanah bumi serta semua warisan diserahkan oleh La Laula kepada 5 lima] orang puteranya yang lain. Sebuah rumah kediaman bagi ke 5 [lima] orang anaknya ini diberi nama Madras Gedung Suani yang didirikan di Sekala Bekhak, lama kelamaan mereka tinggal disini dengan rukun dan damai bersama-sama dengan hamba rakyatnya. Pada akhirnya 3 [tiga] orang diantara mereka akan pindah karena merasa kurang senang/tidak betah lagi tinggal disini mereka adalah Sitambakura, Sipetar dan Sikumabar. Berangkatlah mereka bertiga kearah matahari hidup [terbit] dan yang tinggal 2 [dua] orang yaitu Benyata dan Pernong. Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki kesini dengan maksud akan mufakat dengan Benyata dan Pernong, beliau ini mengaku Putra Raja Pagaruyung[4] berangkat dari negerinya dengan Jalan Di Air [Jalan Di Way] kemudian berdiam dan menetap pula disini bersama-sama dengan Benyata dan Pernong. Tidak lama berselang datang pula 2 [dua] orang yang bernama Ratu Berdarah Putih dan Karmong dengan maksud ingin mufakat untuk bersama sama tinggal dan berdiam disini yang diterima dengan senang hati. Mengingat bahwa mereka sudah ramai dan banyak, hidup berdampingan dengan rukun dan damai untuk sekian lama, tetapi hukum-hukum dan adat belum ada karena tidak ada yang mengaturnya walau ada diantara mereka yang sudah pandai namun mereka khawatir akan tetap terjadi sesuatu yang tidak baik nantinya. Untuk menghindari hal tersebut maka mereka mengadakan musyawarah untuk mencari jalan terbaik guna mengatur dan menyusun hukum atau adat yang akan dipakai. Musyawarahlah mereka mengambil kesimpulan akan mohon pertolongan dari Raja Pagaruyung, maka diutuslah seorang diantara mereka untuk menemui Raja Pagaruyung untuk menyampaikan permohonan guna membantu mereka. Maka Raja Pagaruyung tidak keberatan mengabulkan permintaan tersebut dan beliau mengirimkan seorang puteranya yang bernama Lampung untuk tinggal disini juga. Oleh Lampung disusunlah dan mereka diharuskan terlebih dahulu melaksanakan Begawi [semacam pesta adat] yang pada pelaksanaannya akan memotong 2 [dua] ekor kerbau yaitu seekor kerbau berwarna hitam dan putih bertanduk sebelah, dan seekor berwarna putih dan hitam bertanduk sebelah [satu]. Inilah piranti yang akan digunakan dalam pegawian serta ditambah dengan peralatan atau kebutuhan kebutuhan yang lain, setelah cukup maka dilangsungkan pegawian itu dan pada saat inilah mereka menyusun hukum atau adat dan semua peraturan yang diperlukan serta pembagian tanah/wilayah. Setelah adat tersusun maka La Laula dan seorang putra sulungnya berangkat menuju [mendapatkan] perahu Gangsa yang tertambat di Cukuh dahulu. Setelah tiba disana ia sangat terkejut karena menemukan sebagian rombongan yang tinggal di perahu Gangsa itu semuanya sakit bahkan ada diantaranya yang telah meninggal dunia. La Laula bertanya dan mereka pun bercerita bahwa mereka melihat sebuah Nangka yang besar dan bagus timbul didekat air dekat bahtera ini dan mereka sangat berselera untuk memakannya, sehingga dimakanlah nangka tersebut namun setelah makan buah itu semuanya mabok rupanya buah nangka tersebut beracun. Kemudian La Laula mengatakan bahwa itu adalah racun tidak boleh dimakan melainkan sekarang yang harus dimakan adalah kulit atau batangnya itu yang menjadi obat [penawar racun]. Maka dimakanlah oleh mereka seperti apa yang diperintahkan oleh La Laula, setelah mereka makan batang nangka itu mereka segar waras kembali rupanya benar bahwa batangnya sebagai obat atau penawar. Singkat cerita bahwa perahu Gangsa itu tertambat pada akar pohon nangka tersebut, tetapi pohon nangka itu terbalik [jurak], cabang, ranting dan daunnya kebawah sedangkan batang dan akarnya keatas. Diperintahkan oleh La Laula kepada mereka supaya batang nangka itu dibuat Pepadin yang nantinya dapat digunakan sebagai azimat dan pusaka juga merupakan zuriat [sejarah] dikemudian hari maka segera dilaksanakan oleh mereka dan pada umumnya sekarang disebut Pepadun. Setelah selesai beliau memberikan petuah dan amanat kepada 5 [lima] orang puteranya, maka La Laula bersama putra sulungnya bernama Laruk akan segera pulang dengan menggunakan perahu Gangsanya. perlu pula kita ketahui bahwa kedatangan beliau dahulu menginjakkan kaki kanannya terlebih dahulu menghadap matahari hidup [terbit] dan sekarang beliau akan pulang menginjakkan kaki kirinya sambil menghadap matahari mati [arah kiblat] sambil berkata perhentian atau kesudahannya tapakku dibawah angin maka berangkatlah beliau beserta putera sulungnya dan rombongannya. Kisah Kelima Orang Putra La Laula Yang Tinggal; Setelah kepergian Orang Tua mereka, kemudian mereka melaksanakan apa-apa yang diamanatkan [diperintahkan] kepada mereka yaitu mengambil dan membuat batang nangka itu menjadi Pepadin [Pepadun] dengan lalu kemudian dibawa mereka ke Sekala Bekhak dibuat berbentuk perahu seperti yang diperintahkan La Laula. Disaat mereka mengangkat pohon nangka itu untuk dibuat menjadi pepadun ternyata dahannya terdiri dari dua macam dahan, yang satu berupa dahan kayu nangka sedangkan yang satu lagi berupa sebukau, yang digunakan oleh mereka sebagai penawar segala bisa atau racun dan sebagai pusaka asli mereka. Adapun nama nama putra La Laula yang tinggal di bumi Sekala Bekhak adalah sebagai berikut: 1. Benyata 2. Pernong 3. Sitambakura 4. Sipetar 5. Sikumabar Pembagian Tanah dan Daerah di wilayah Sekala Bekhak adalah dengan cara sebagai berikut; Lampung [Putera Raja Pagaruyung] menyusun para Umpu yang mendapatkan bagian, dan Benyata ditugaskan untuk membagi wilayah dengan 4 [empat] orang saksi yaitu dari Jalan Di Way, Ratu Berdarah Putih, Pernong dan Karmong secara bergiliran. 1. Giliran dari Jalan Di Way disaksikan oleh Ratu Berdarah Putih, Pernong dan Karmong 2. Giliran dari Ratu Berdarah Putih disaksikan oleh Jalan Di Way, Pernong dan Karmong 3. Giliran dari Pernong disaksikan oleh Jalan Di Way, Ratu Berdarah Putih dan Karmong 4. Giliran dari Karmong disaksikan oleh Jalan Di Way, Ratu Berdarah Putih dan Pernong Adapun batas batas wilayahnya adalah sebagai berikut: 1. Wilayah Jalan Di Way dari Kayu Kekhinjing Kabehuk sampai di Watos 2. Wilayah Ratu Berdarah Putih dari Watos sampai Tampak Siring Sukau 3. Wilayah Pernong mulai dari Siring Teba sampai Kayu Kekhinjing Kabehuk 4. Wilayah Karmong mulai dari Siring Teba sampai di Way Handak 5. Wilayah Benyata mulai dari Way Handak sampai di Pondok Puar Biding Kebau [Dwikora] 6. Wilayah bagian untuk Lampung yaitu mulai dari Pondok Puar Biding Kebau sampai arah matahari hidup [terbit]. Kisah putera Raja Pagaruyung yang bernama Lampung; Disaat mereka melangsungkan pegawian yaitu menyusun adat, beliau diberi gelar Ratu Ngegalang Paksi. Setelah segala urusan mereka selesai, baik menyusun Hukum Adat dan Pembagian Wilayah dari Sekala Bekhak ini mereka berpisah dan Lampung menetap di Terbanggi. Demikianlah Tarikh Sekala Bekhak ini untuk untuk sama sama diketahui anak turunan hingga hari penghabisan. Note: 1. Nama dari La Laula adalah Syech Aminullah Ibrahim, beliau dimakamkan ditepi Way Manula yang lebih dikenal dengan Keramat Way Manula di Lemong Krui. 2. Puyang Rakian atau yang sering disebut Puyang Mena Tepik adalah sisilah ke 5 [lima] dari Paksi Buway Bejalan Di Way, keramat Puyang Rakian terdapat di Kuta Hakha Umbul Limau, Puncak Sukarami. 3. Sekala adalah tumbuhan sejenis Honje atau Kecombrang. Sekala Bekhak bermakna Sekala yang banyak dan luas, tumbuhan ini banyak terdapat di lereng Gunung Pesagi. 4. Belasa Kepampang [Nangka Bercabang] dahannya terdiri dari dua macam, satu berupa dahan kayu Nangka sedangkan yang satu lagi berupa Sebukau. Belasa Kepampang situsnya terdapat di Way Nekhima. Pepadun yang dibuat dari Belasa Kepampang adalah Pusaka Paksi Pak yang awalnya disimpan oleh keturunan Umpu Benyata, namun saat ini disimpan di Lamban Gedung Paksi Belunguh. 5. Cambai Mak Bejunjungan [Sirih Tanpa Junjungan] diriwayatkan tumbuh diatas Batu Selelagok menjadi Pusaka Paksi Bejalan Di Way Sekala Bekhak. Situs Cambai Mak Bejunjungan terdapat di Teratas Kembahang. Diposkan oleh Batin Budaya Poerba di 11:03 4 komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Posting Lama Beranda Langganan: Entri (Atom) Arsip Blog ▼ 2012 (32) ▼ April (32) SILSILAH RAJA RAJA SEKALA BEKHAK PAKSI BUWAY BEJAL... TAMBO PAKSI BUWAY BEJALAN DI WAY ASAL USUL TURUNA... TAMBO BUWAY BENYATA DI LUAS [TARIKH SEKALA BEKHAK]... TAMBO PAKSI BUWAY BELUNGUH TAMBO UMPU KUNING PAKS... TAMBO PAKSI BUWAY NYERUPA ZURIAT PAKSI BUWAY NYER... TAMBO PAKSI BUWAY PERNONG SURAT WASIAT DARI PAKSI... TAMBO BATAS WILAYAH PAKSI PAK SEKALA BEKHAK KHUKUN PENAYUHAN ADAT SAIBATIN [PIRANTI UPACARA AD... ADAT PERKAWINAN LAMPUNG SAIBATIN PAKSI BEJALAN DI ... STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT LAMPUNG PAKSI PAK SEKA... PAKSI BEJALAN DI WAY SEKALA BEKHAK FALSAFAH, KEBU... ERA PEMERINTAHAN MARGA MARGA DI PAKSI PAK SEKALA B... HIRARKI ADAT DAN PETUTOKHAN ADAT LAMPUNG PAKSI PA... SEBUTAN HUBUNGAN KEKELUARGAAN DI PAKSI PAK SEKALA ... SEKALA BEKHAK DALAM DATA, FAKTA DAN HIPOTESA SEJAR... KONFEDERASI KESATUAN ADAT LAMPUNG UPACARA TRADISIONAL MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SEJARAH DAN PERKEMBANGAN JURAI KOMERING PERSEKUTUAN HUKUM ADAT ABUNG DAN PERKEMBANGANNYA FALSAFAH DAN PEDOMAN HIDUP ULUN LAMPUNG KULINER KHAS LAMPUNG SIGOKH MAHKOTA ADAT LAMPUNG [BENTUK, MAKNA DAN FIL... AJI SAKA [RAKIAN SAKTI] DARI LAMPUNG KE JAWA SEBU... GAMOLAN LAMPUNG DALAM SEJARAH ISTILAH DAN POLITIK AKHIRNYA GAMOLAN LAMPUNG DIFILMKAN SEJARAH KELAHIRAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT BENARKAH BAHASA LAMPUNG TELAH MATI...? PENGILU NI AJJONG [CEKHITA BUNTAK] MULANG [CEKHITA BUNTAK] PENAHAN DI BATU BALAI [CEKHITA BUNTAK] PAK LUNEK BENU [CEKHITA BUNTAK] PANGERAN JAGA MARGA II & PUTRI MAS INTON Diandra Natakembahang Batin Budaya Poerba Diandra Taurussiawan Putra Natakembahang S.H. adoq Batin Budaya Poerba adalah salah seorang kerabat Lamban Bandung, Paksi Bejalan Di Way Sekala Bekhak. Terlahir di Kembahang Tuha Lampung Barat sebagai sulung dari tiga bersaudara [Diandra Taurussiawan Putra Natakembahang S.H., Eldi Elvarudi Natakembahang S.Kom, Dasa Septiangga Natakembahang] putera pasangan Azwar Izraie adoq Batin Budaya Poerba dan Sumarnie Tabran adoq Radin Ayu. Bergiat di Lembaga Swadaya Masyarakat, Presenter Televisi Lampung, Mekhanai Lampung Barat [Duta Pariwisata Lampung], juga penggiat dan peminat Budaya Lampung. Beberapa Tulisannya sejak tahun 2005 tentang Sekala Bekhak telah memancing, membangkitkan wacana, dinamika dan efek domino berkaitan dengan Sejarah dan Asal Usul Ulun Lampung. Beberapa Media telah ia gunakan bagi mengejawantahkan Lampung dan Ke’Lampung’an seperti Media Massa, Jejaring Sosial, Blog, Seminar bahkan T’shirt Etnik Lampung. Lihat profil lengkapku Diandra Natakembahang. Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.

No comments:

Post a Comment