Sunday, 30 September 2012
Kain tapis:jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung pribumi
Please read:
a personal appeal from
Wikipedia founder Jimmy Wales
Baca sekarang
Close
Kain tapis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Kain tapis
Kain Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, munculnya kain tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenun, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Daftar isi
1 Suku bangsa Lampung
2 Pengertian tapis Lampung
3 Sejarah kain tapis Lampung
4 Jenis tapis Lampung menurut asal pemakainya
4.1 Tapis Lampung dari Pesisir
4.2 Tapis lampung dari Pubian Telu Suku
4.3 Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan
4.4 Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak
4.5 Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego
5 Jenis Tapis Lampung menurut pemakai
6 Bahan dan peralatan tenun tapis
6.1 Bahan dasar
6.2 Peralatan tenun kain tapis
7 Pranala luar
8 Lihat pula
Suku bangsa Lampung
Masyarakat Lampung asli memiliki struktur adat yang tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya. Secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat adat Saibatin dan masyarakat adat Pepadun
Suku bangsa Lampung yang beradat Saibatin (Pesisir) terdiri dari :
Kepaksian Sekala Brak
Keratuan Melinting
Keratuan Balau
Keratuan Darah Putih
Keratuan Semaka
Keratuan Komering
Cikoneng Pak Pekon
Suku bangsa Lampung yang beradat Pepadun (Pedalaman) dapat digolongkan menjadi :
Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga)
Mego Pak Tulang Bawang (Tulang Bawang Empat Marga)
Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku)
Buay Lima Way Kanan (Way Kanan Lima Kebuayan)
Sungkay Bunga Mayang
Berdasarkan pembagian penduduk yang serba mendua ini maka Lampung dikenal sebagai Propinsi Sang Bumi Ruwa Jurai yang dapat diartikan "Bumi Yang Dua Dalam Kesatuan."
Di daerah Lampung dikenal berbagai peralatan dan perlengkapan adat yang melambangkan status seseorang yang ditandai dengan pemilikan sebuah kain adat yaitu Kain Tapis Lampung.
Pengertian tapis Lampung
Kain tapis untuk pria, berwarna merah-hitam
Kain tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistem sulam (Lampung; "Cucuk").
Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.
Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Sejarah kain tapis Lampung
Kain tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai sejak abad ke-2 Sebelum Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key and rhomboid shape), pohon hayat, dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh.
Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.
Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.
Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan zaman bahari sudah mulai berkembang sejak zaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500 - 1700 .
Sejarah tapis juga didapat dari Muhammad Ridho. Menurut Muhammad Ridho,yang melakukan penelitian terhadap Sejarah Tapis Masa Pra-Sejarah, berpendapat bahwa:
Sejarah Tapis Sejak Masa Pra-Sejarah
Sejarah mencatat bahwa masyarakat Lampung telah mengenal tenun Pelepai dan Nampan sejak abad ke-2 SM. (menurut Van der Hoop = sejarawan asal Belanda).
Sejarah juga mencatat bahwa Tapis Lampung telah disebutkan dalam prasasti Raja Balitung (Abad ke-9 M.) sebagai barang yang dihadiahkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Tapis sejak jaman dahulu merupakan barang mahal, karena pada dasarnya barang yang dihadiahkan adalah barang yg memiliki nilai-nilai tertentu. Bersamaan pada abad tersebut kain songket telah berkembang di lingkungan Kerajaan Sriwijaya, dimana kain songket telah ada sejak jaman Kerajaan Malayu (Abad ke-5 M).
Penggunaan benang emas dalam budaya tenun Indonesia merupakan hasil kontak dagang dengan bangsa China sebagai penemu benang emas sejak Masa Sebelum Masehi.
Sejarah mencatat pula, bahwa Bangsa Lampung telah melakukan kontak dagang dengan Bangsa China sejak Abad ke-5 M, ketika Kerajaan P'o-Huang (dapat dieja "Bawang" yang berarti Rawa dalam Bahasa Lampung) mengirimkan utusannya ke Negeri China pada Tahun 449 M. dengan membawa Upeti dan 41 jenis barang dari P'o-Huang yang diperdagangkan ke China (kitab Liu Sung Shu, 420-479 M.). Bahkan berdasarkan temuan keramik China masa Dinasti Han (203-220 M), mengindikasikan bahwa perdagangan antara Bangsa Lampung Kuno dengan China telah berlangsung sejak awal Abad Ke-3 M.
Penggunaan benang emas dan kapas dalam tradisi tenun Lampung merupakan kelanjutan dari teradisi menenun sejak jaman Perunggu atau Perundagian (antara 3000 - 1500 SM). Ini dapat dilihat dari ragam motif pada kain-kain tapis kuno, kain inuh dan kain bidak yang bergaya Neolitikum, seperti: pucuk rebung, meander, manusia, pohon hayat, sulur, binatang dll. Yang juga terdapat pada nekara dan bejana perunggu, serta pecahan-pecahan gerabah Neolitikum.
Sebelum mengenal kapas dari bangsa China dan India, masyarakat Lampung seperti juga masyarakat purba lainnya di dunia telah memanfaatkan kulit kayu (kulit kayu tangkil), serat pisang, serat pandan, dll. untuk dipintal menjadi benang sebagai bahan dasar kain tenun.
Untuk masyarakat Lampung, penggunaan benang emas, benang perak dan kaca merupakan kelanjutan dari tradisi prasejarah, dimana pada masa itu masyarakat Lampung purba menghiasi kain tenun mereka dengan menempelkan atau menyulam benda-benda yang dianggap berharga atau memilki kekuatan magis seperti manik-manik, kulit kerang, kepingan logam (perunggu), maupun sulaman benang / serat-serat berwarna terang, hal ini mungkin berkaitan dengan status sosial masyarakat pada masa itu, dimana semakin semarak ragam hias pakaian atau kain tenun tersebut, maka semakin tinggi pula status sosialnya. Sisa-sisa tradisi ini masih dapat kita temui dalam kain tapis kuno, kain inuh, kain bidak, maupun pada tradisi manik-manik Lampung seperti pada lakkai (wadah seserahan, terbuat dari anyaman bambu atau rotan) dan peleppai manik-manik maupun pada benda-benda peniggalan budaya lainnya.
Setelah kontak dagang dengan Bangsa China dan India terjadi, maka mulailah mereka mengenal penggunaan kapas dan menghiasinya dengan barang-barang impor seperti benang emas, benang perak, benang sutera alam, dan kaca. Dan banyak mengalami perkembangan motif seiring dengan perubahan jaman sampai masuknya pengaruh Islam yang sangat besar, dan semakin menambah kekayaan ragam hias dan jenis dari kain tapis Lampung itu sendiri.
Namun kini, dari dua ratusan motif dan jenis kain tapis yang dahulu pernah ada, saat ini tidak lebih dari tiga puluh motif dan jenis saja yang masih dikenal dan diproduksi, bahkan diantaranya kini terancam hilang dan nyaris punah. Hal ini dikarenakan rumitnya pengerjaan dan lamanya waktu proses pembuatan yang dibutuhkan untuk memproduksi satu jenis kain. Mengingat jenis kain ini tidak bisa diproduksi dengan mesin.
Selain dari kurangnya kepedulian masyarakat pada keberadaan tapis-tapis kuno, juga akibat dari perburuan besar-besaran terhadap kain-kain langka tersebut oleh orang-orang asing.
Catatan: 1. Umumnya kerajaan-kerajaan yang dicatat oleh bangsa China dalam kitab sejarahnya adalah kerajaan-kerajaan besar.
2. Kain peleppai disebut juga kain kapal karena motif utamanya berupa kapal arwah, yang berisikan arwah leluhur (kepercayaan jaman batu), namun baru pada jaman Islam kapal itu dianggap kapal atau bahtera Nabi Nuh, karena dalam Islam tidak mengenal istilah kapal arwah.
Sumber:
* Balai Arkeologi Nasional.
* Museum Negeri Lampung "Ruwa Jurai".
* Sanggar Tapis Ninda.
* Sejarah Sumatera (William Marsden).
* Kemaharajaan Maritim Sriwijaya dan Perniagaan Dunia Abad ke III - VII (O.W. Wolters).
* http://www.rumahpesonakain.org/kain-nusantara/
* http://oyossaroso.blogspot.com/2007/07/kain-tapis-warisan-nenek-moyang-yang.html
Jenis tapis Lampung menurut asal pemakainya
Beberapa jenis kain tapis yang umum digunakan masyarakat Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin adalah :
Tapis Lampung dari Pesisir
Tapis Inuh
Tapis Cucuk Andak
Tapis Semaka
Tapis Kuning
Tapis Cukkil
Tapis Jinggu
Tapis lampung dari Pubian Telu Suku
Tapis Jung Sarat
Tapis Balak
Tapis Laut Linau
Tapis Raja Medal
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Cucuk Handak
Tapis Tuho
Tapis Sasap
Tapis Lawok Silung
Tapis Lawok Handak
Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan
Tapis Jung Sarat
Tapis Balak
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Halom/Gabo
Tapis Kaca
Tapis Kuning
Tapis Lawok Halom
Tapis Tuha
Tapis Raja Medal
Tapis Lawok Silung
Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak
Tapis Dewosano
Tapis Limar Sekebar
Tapis Ratu Tulang Bawang
Tapis Bintang Perak
Tapis Limar Tunggal
Tapis Sasab
Tapis Kilap Turki
Tapis Jung Sarat
Tapis Kaco Mato di Lem
Tapis Kibang
Tapis Cukkil
Tapis Cucuk Sutero
Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego
Tapis Rajo Tunggal
Tapis Lawet Andak
Tapis Lawet Silung
Tapis Lawet Linau
Tapis Jung Sarat
Tapis Raja Medal
Tapis Nyelem di Laut Timbul di Gunung
Tapis Cucuk Andak
Tapis Balak
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Cucuk Semako
Tapis Tuho
Tapis Cucuk Agheng
Tapis Gajah Mekhem
Tapis Sasap
Tapis Kuning
Tapis Kaco
Tapis Serdadu Baris
Jenis Tapis Lampung menurut pemakai
Tapis Jung Sarat
Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, pengantin serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat. Tapis Raja Tunggal
Dipakai oleh isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan adat, pengambilan gelar pangeran dan sutan.
Di daerah Abung Lampung Utara dipakai oleh gadis-gadis dalam menghadiri upacara adat.
Tapis Raja Medal
Dipakai oleh kelompok isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara adat seperti : mengawinkan anak, pengambilan gelar pangeran dan sutan.
Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini digunakan oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat.
Tapis Laut Andak
Dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada acara adat cangget. Dipakai juga oleh Anak Benulung (isteri adik) sebagai pengiring pada upacara pengambilan gelar sutan serta dipakai juga oleh menantu perempuan pada acara pengambilan gelar sutan.
Tapis Balak
Dipakai oleh kelompok adik perempuan dan kelompok isteri anak seorang yang sedang mengambil gelar pangeran pada upacara pengambilan gelar atau pada upacara mengawinkan anak. Tapis ini dapat juga dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.
Tapis Silung
Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan pengantin.
Tapis Laut Linau
Dipakai oleh kerabat isteri yang tergolong kerabat jauh dalam menghadiri upacara adat. Dipakai juga oleh para gadis pengiring pengantin pada upacara turun mandi pengantin dan mengambil gelar pangeran serta dikenakan pula oleh gadis penari (muli cangget). Tapis Pucuk Rebung
Tapis ini dipakai oleh kelompok ibu-ibu/para isteri untuk menghadiri upacara adat.
Di daerah Menggala tapis ini disebut juga tapis balak, dipakai oleh wanita pada saat menghadiri upacara adat.
Tapis Cucuk Andak
Dipakai oleh kelompok isteri keluarga penyimbang (kepala adat/suku) yang sudah bergelar sutan dalam menghadiri upacara perkawinan, pengambilan gelar adat.
Di daerah Lampung Utara tapis ini dipakai oleh pengantin wanita dalam upacara perkawinan adat.
Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini dipakai oleh ibu-ibu pengiring pengantin pada upacara adat perkawinan. Tapis Limar Sekebar
Tapis ini dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat serta dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin dalam upacara adat.
Tapis Cucuk Pinggir
Dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat dan dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin pada upacara perkawinan adat.
Tapis Tuho
Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta dipakai pula oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.
Tapis Agheng/Areng
Dipakai oleh kelompok isteri yang sudah mendapat gelar sutan (suaminya) pada upacara pengarakan naik pepadun/pengambilan gelar dan dipakai pula oleh pengantin sebagai pakaian sehari-hari. Tapis Inuh
Kain tapis ini umumnya dipakai pada saat menghadiri upacara-upacara adat. Tapis ini berasal dari daerah Krui, Lampung Barat.
Tapis Dewosano
Di daerah Menggala dan Kota Bumi, kain tapis ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat menghadiri upacara adat.
Tapis Kaca
Tapis ini dipakai oleh wanita-wanita dalam menghadiri upacara adat. Bisa juga dipakai oleh wanita pengiring pengantin pada upacara adat. Tapis ini di daerah Pardasuka Lampung Selatan dipakai oleh laki-laki pada saat upacara adat.
Tapis Bintang
Tapis Bintang ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat upacara adat.
Tapis Bidak Cukkil
Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
Tapis Bintang Perak
Tapis ini dapat dipakai pada upacara-upacara adat dan berasal dari daerah Menggala, Lampung Utara.
Bahan dan peralatan tenun tapis
Bahan dasar
Kain tapis Lampung yang merupakan kerajinan tenun tradisional masyarakat Lampung ini dibuat dari benang katun dan benang emas. Benang katun adalah benang yang berasal dari bahan kapas dan digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kain tapis, sedangkan benang emas dipakai untuk membuat ragam hias pada tapis dengan sistem sulam.
Pada tahun 1950, para pengrajin tapis masih menggunakan bahan hasil pengolahan sendiri, khususnya untuk bahan tenun. Proses pengolahannya menggunakan sistem ikat, sedangkan penggunaan benang emas telah dikenal sejak lama.
Bahan-bahan baku itu antara lain :
Khambak/kapas digunakan untuk membuat benang.
Kepompong ulat sutera untuk membuat benang sutera.
Pantis/lilin sarang lebah untuk meregangkan benang.
Akar serai wangi untuk pengawet benang.
Daun sirih untuk membuat warna kain tidak luntur.
Buah pinang muda, daun pacar, kulit kayu kejal untuk pewarna merah.
Kulit kayu salam, kulit kayu rambutan untuk pewarna hitam.
Kulit kayu mahoni atau kalit kayu durian untuk pewarna coklat.
Buah deduku atau daun talom untuk pewarna biru.
Kunyit dan kapur sirih untuk pewarna kuning.
Pada saat ini bahan-bahan tersebut di atas sudah jarang digunakan lagi, oleh karena pengganti bahan-bahan di atas tersebut sudah banyak diperdagangkan di pasaran.
Peralatan tenun kain tapis
Proses pembuatan tenun kain tapis menggunakn peralatan-peralatan sebagai berikut :
Sesang yaitu alat untuk menyusun benang sebelum dipasang pada alat tenun.
Mattakh yaitu alat untuk menenun kain tapis yang terdiri dari bagian alat-alat :
Terikan (alat menggulung benang)
Cacap (alat untuk meletakkan alat-alat mettakh)
Belida (alat untuk merapatkan benang)
Kusuran (alat untuk menyusun benang dan memisahkan benang)
Apik (alat untuk menahan rentangan benang dan menggulung hasil tenunan)
Guyun (alat untuk mengatur benang)
Ijan atau Peneken (tunjangan kaki penenun)
Sekeli (alat untuk tempat gulungan benang pakan, yaitu benang yang dimasukkan melintang)
Terupong/Teropong (alat untuk memasukkan benang pakan ke tenunan)
Amben (alat penahan punggung penenun)
Tekang yaitu alat untuk merentangkan kain pada saat menyulam benang emas.
Pranala luar
- Melayu Online
Lihat pula
Suku Lampung
Marga di Lampung
Kategori:
Lampung
Budaya Indonesia
Buat akun baru
Masuk log
Halaman
Pembicaraan
Baca
Sunting
Versi terdahulu
Halaman Utama
Perubahan terbaru
Peristiwa terkini
Halaman sembarang
Komunitas
Warung Kopi
Portal komunitas
Bantuan
Wikipedia
Cetak/ekspor
Peralatan
Bahasa lain
English
Français
Halaman ini terakhir diubah pada 02.09, 20 September 2012.
Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
Kebijakan privasi
Tentang Wikipedia
Penyangkalan
Tampilan seluler
Wikimedia Foundation
Powered by MediaWiki
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment