Monday, 8 October 2012
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN JURAI KOMERING
Sabtu, 28 April 2012
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN JURAI KOMERING
Diposting Oleh Diandra Natakembahang
I. ASAL USUL TUJUH KEPUHYANGAN
Pada suatu ketika bergeraklah sekelompok besar turun dari dataran tinggi Gunung Pesagi menyusuri sungai dengan segala cara seperti dengan rakit bambu, dan lain-lain. Menyusuri Sungai Komering menuju muara. Menyusuri atau mengikuti dalam dialek komering lama adalah samanda. Kelompok pertama ini kita kenal kemudian dengan nama Samandaway dari kata Samanda-Di-Way berarti mengikuti atau menyusuri sungai.
Pada artikel yang berjudul Kebesaran Sriwijaya yang Tak Tersisa - The Rise of Sriwijaya Empire [Komentar Agung Arlan], disebutkan bahwa Kepuhyangan Samandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Sriwijaya dengan Pu Hyang Jaya Naga [Sri Jaya Naga] sebagai Raja Sriwijaya pertama yang berkedudukan di daerah dekat Gunung Seminung dan kemudian berpindah ke Minanga [Setelah itu Pusat Ibu Kota berpindah ke Palembang, dan yang terakhir ke Jambi pada beberapa kurun masa Kerajaan Sriwijaya].
Kelompok ini akhirnya sampai di muara Minanga dan kemudian berpencar. Mereka mencari tempat-tempat strategis dan mendirikan tiga kepuhyangan. Kepuhyangan pertama menempati pangkal teluk yang agak membukit yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu. Mereka berada di bawah pimpinan Pu Hyang Ratu Sabibul. Kepuhyangan kedua menempati suatu dataran rendah yang kemudian dinamakan Maluway di bawah pimpinan Pu Hyang Kaipatih Kandil. Kepuhyangan ketiga menempati muara dalam suatu teluk di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing. Di tempat ini kemudian dikenal dengan nama Minanga.
Tak lama setelah rombongan pertama, timbul gerakan penyebaran rumpun Sekala Bekhak ini. Menyusul pula gerakan penyebaran kedua yang seterusnya mendirikan kepuhyangan keempat. Kepuhyangan keempat menemukan suatu padang rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka di bawah pimpinan Pu Hyang Umpu Sipadang. Pekerjaan mereka membuka padang ini disebut Madang dan kemudian dijadikan nama Kepuhyangan Madang. Tempat pertama yang mereka duduki dinamakan Gunung Terang.
Kepuhyangan kelima di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Adipati yang konon kabarnya suka membawa peliung. Dari kegemarannya ini dinamakan pada nama kepuhyangan mereka menjadi "Pemuka Peliung". Dari kepuhyangan ini kelak kemudian hari setelah Perang Abung menyebar mendirikan kepuhyangan baru, yaitu Kepuhyangan Banton oleh Pu Hyang Ratu Penghulu.
Kepuhyangan Pakuon oleh Puhyang itu dan Kepuhyangan Pulau Negara oleh Pu Hyang Umpu Ratu. Kepuhyangan Keenam di bawah pimpinan Pu Hyang Jati Keramat. Istrinya, menurut kepercayaan setempat, berasal dari atau keluar dari Bunga Mayang Pinang. Kepercayaan ini membekas dan diabadikan pada nama kepuhyangan mereka, yaitu Bunga Mayang [kelak kemudian hari, inilah cikal bakal Lampung Sungkai].
Kepuhyangan ketujuh di bawah pimpinan Pu Hyang Sibalakuang. Mereka pada mulanya menempatkan diri di daerah Mahanggin. Ada yang mengatakan kepuhyangan daya [dinamis/ulet. Kelak kemudian hari kepuhyangan ini menyebar mendirikan cabang-cabang di daerah sekitarnya seperti Sandang, Rawan, Rujung, Kiti, Lengkayap, dan lain-lain. Nama-nama marga atau kepuhyangan yang berasal dari rumpun kepuhyangan ini banyak menggunakan nama Bhu-Way [Buway].
Nama kebhuwayan ini dibawa orang-orang dari Sekala Bekhak baru generasi Paksi Pak. Ketujuh kepuhyangan yang mendiami lembah sungai yang kini dinamakan "Komering". Masing-masing pada mulanya berdiri sendiri dengan pemerintahan sendiri. Di bawah seorang sesepuh yang dipanggil pu hyang. Mereka menguasai tanah dan air yang mereka tempati dengan batas-batas yang disepakati.
Ditinjau dari tujuan gerakan penyebaran [mempertahankan kelanjutan hidup kelompok untuk mencari tempat yang memberi jaminan kehidupan] serta cara mencari tempat yang strategis dalam mengikuti aliran sungai [samanda-diway], tampaknya Kepuhyangan Samandaway adalah yang pertama dan tertua. Orang-orang Samandaway menempati muara sampai di ujung tanjung [Gunung Batu].
II. PENYEBARAN KLAN KOMERING KE LAMPUNG
Tak diragukan lagi, banyak orang Komering yang keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari penghidupan baru pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung lain. Mereka membuka umbul maupun kampung [tiuh]. Perpindahan kali pertama mungkin oleh marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung Sungkai/Bunga Mayang.
Seperti diutarakan Suntan Baginda Dulu [Lampung Ragom, 1997]: "Kelompok Lampung Sungkai asal nenek moyang mereka adalah orang Komering di tahun 1800 M pindah dari Komering Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah permukiman kepada tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M kenyataan kemudian hari mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau 64 ekor dan dibagi ke seluruh Kebuayan Abung."
Oleh Abung, Sungkai dinyatakan sebagai Lampung Pepadun dan tanah yang sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi milik mereka. Kemungkinan daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang Bawang membawa nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering. Dari sini mereka kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan, Sungkai Jaya, dan sebagainya. Di daerah Sungkai Utara, seperti diceritakan Tjik Agus yang pernah menjabat kacabdin di daerah ini, banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. Mereka adalah generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana.
Perpindahan berikutnya, dilakukan Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Mereka menyebar ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung, Bunglai, Cempaka [Sungkai Jaya] di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus. Dua Kampung Komering di Lampung Tengah [Komering Agung/Putih], menurut pengakuan mereka, berasal dari Komering. Nenek moyang mereka berbaur dengan etnis Abung di Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang mengetahui asal kebuayan nenek moyangnya. Mereka menyebut Komering yang di Palembang sebagai "nyapah" [terendam]. Kemungkinan mereka juga berasal dari Minanga, karena kampong ini yang paling sering terendam air. Daerah Suka Banjar [Tiuh Gedung Komering, Negeri Sakti] Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi dan Komaruzaman.
Penduduk di sana mengakui mereka berasal dari Komering [Dumanis] walaupun dialek mereka sudah tercampur dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah lain di Komering seperti Betung dsb, yang turut menyebar masuk daerah Lampung lain. Demikianlah perjalanan dan penyebaran yang cukup panjang, peran dalam menyumbang etnis Lampung [Sungkai], serta menambah kebuayan Abung [ Buay Nyerupa].
III. KESIMPULAN
Melihat asal-usul suku Komering yang awal mula berasal dari Sekala Bekhak lalu menyebar ke daerah dataran Way Komering dan kemudian sebagian menyebar ke Lampung, dipastikan “suku komering adalah orang Lampung juga”. Dimana bahasa, huruf tulisan dan adat istiadat yang digunakan sama dengan orang Lampung. Dalam sajak dialek Komering/Minanga disebutkan: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako" Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang [Nangka Bercabang], Sezaman dengan tanah pagaruyung pemerintah bundo kandung, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka", jadi Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa.
Orang Komering melakukan perpindahan ke Lampung Tahun 1800-an, masuk ke daerah Abung Kebuayan Nunyai dan menetap disana menurunkan Lampung Sungkai (Bunga Mayang). Kebuayan Semendaway [Kebuayan Tertua Komering] dari Minanga melakukan penyebaran ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah (Pulau Panggung), Bunglai, Cempaka - Sungkai Jaya [Lampung Utara], Sukadana [Lampung Timur dekat Negeri Tuho] dan Pagelaran [Tanggamus]. Selain itu juga mendirikan dua kampung yaitu Komering Agung/Putih [Lampung Tengah] dan Tiuh Gedung Komering - Negeri Sakti [Gedongtataan].
Di daerah Komering khususnya di Martapura dulu telah berdiri Keratuan Pemanggilan. Keturunan Keratuan Pemanggilan menyebar ke daerah pesisir Barat Krui, Teluk Semaka, atau Teluk Lampung. Hal ini menjadi bukti bahwa sejak dulu masyarakat Komering yang tinggal di sekitar Martapura telah melakukan perpindahan ke berbagai daerah di Lampung [Pra atau Sejaman dengan Kepaksian Pak Sekala Bekhak Abad ke-14] sebelum Sungkai Bunga Mayang pindah ke Lampung tahun 1800-an. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Komering [Tua] yang telah melakukan perpindahan ke Lampung pada Pra atau Sejaman Kepaksian Pak menurunkan Suku Lampung Pesisir Pemanggilan [Lampung Pesesekh di Cukuh Balak, Kota Agung, Talang Padang, Kedondong dan Way Lima]. Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa “Suku Komering adalah Orang Lampung juga”.
Dari: "Bingkai Perjalanan Komering di Lampung" oleh Mohd Isneini dengan tambahan data oleh Penulis
Diposkan oleh Batin Budaya Poerba di 09:39
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
2 komentar:
Pangeran Oempoe Sebajoe30 April 2012 10:57
ini akan menjadi catatan sejarah yg paling penting bagi kami,khususnya saya putra dari kampung komering agung kec.gunung sugih lampung tengah,catatan sejarah yg ada hanya terputus sampai titik terkhir sekala brak,dari catatan sejarah tertulis yg sampai saat ini tersimpan dikampung komering agung hanya mencatat perpindahan dari kuala seputih kekampung komering sekarang ini, trims kasih imponya cp.08127937557
Balas
Batin Budaya Poerba4 September 2012 12:06
Dengan senang hati Puakhi, terima kasih juga atas atensinya. Kita juga bisa silaturahmi difesbuk dengan akun saya Diandra Natakembahang Poerba. Salam kemuakhian untuk saudara2 kita di Tiyuh Komering Agung.
Tabik...
Balas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment