Sunday, 21 October 2012
cikoneng pakpekon(cikoneng,salatuhur,tegal,bojong)Tidak Mengenal Lampung, Tapi Berbahasa Lampung
Radar Banten News / Rubrik / Utama
Tidak Mengenal Lampung, Tapi Berbahasa Lampung
By redaksi Minggu, 25-Januari-2009, 05:42:16
Komunitas Warga Lampung di Cikoneng, Anyer yang Telah Menetap Sejak Abad 17
“Nyepo’i sapo, Pak RT ma’wat kayanya mah, Pak RT hadu lapah tadi, sana ijine sapo nan, mit dipo emang,” ucap wanita setengah baya yang hanya bisa berbahasa Lampung kepada seseorang yang menanyakan keberadaan Ketua RT di kampung Tegal, Desa Cikoneng, Kecamatan Anyer, Serang.
FAUZI ALBANTANI & SRI HARTATI - Serang
Bahasa dan logat Lampung sangat kental terdengar di Cikoneng, Anyer, Kabupaten Serang. Daerah yang letaknya berada di pesisir pantai barat pulau Jawa ini, merupakan daerah pemukiman komunitas penduduk yang berbahasa Lampung. Sehingga, sekilas, jika berada di Cikoneng akan terasa seperti di Lampung.
Komunitas warga Lampung yang mendiami Kp Salatuhur, Kp Tegal, Kp Bojong, Kp Cikoneng yang biasa disebut Lampung Pa’pekon (Empat kampung Lampung) ini adalah etnis Lampung yang menjadi bagian dari masyarakat Banten yang pada umumnya berbahasa Jawa Banten dan Sunda.
Berdasarkan sejarah, warga Lampung Cikoneng sudah mendiami daerah ini sejak abad 17 lalu. Namun, mereka masih setia menggunakan bahasa Lampung sebagai bahasa sehari-hari. Hingga kini, bahasa Lampung menjadi bahasa utama untuk berkomunikasi dengan sesama warga yang ada di daerah yang menyuguhkan wisata pantainya ini.
Masamah (40), warga Kp Tegal, Cikoneng, Anyer, Serang mengaku, bahasa Lampung yang ia gunakan untuk berdialog diperoleh secara turun temurun. Sejak kecil, ia sudah diajarkan bahasa Lampung oleh orang tuanya. Padahal Masamah mengaku belum pernah menginjakan kakinya di tanah Lampung. “Saya mengenal bahasa Lampung dari ibu saya, padahal kami tidak punya sanak saudara di Lampung. Apalagi kami juga belum pernah ke Lampung,” katanya saat berbincang-bincang di depan rumahnya bersama tetangganya, Kamis (22/1).
Tak hanya orang dewasa yang fasih berbahasa Lampung. Anak-anak Cikoneng, Anyer juga fasih berbahasa tersebut. Padahal, secara khusus mereka tidak diajarkan berbahasa Lampung. Hal ini dikarenakan anak-anak di sini sudah mengenal dengan sendirinya, seiring dengan bahasa Lampung yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
“Sejak umur 7 tahun ketika mereka duduk di bangku sekolah mereka selalu menggunakan bahasa Indonesia. Tapi lama kelamaan mereka bisa sendiri, karena keseringan mendengar dan mengenal bahasa Lampung setiap hari.” Ungkap Masamah.
Hal yang sama diungkapkan Hasun Safari, sesepuh desa Cikoneng, Anyer. Baginya perbedaan mendasar dari penggunaan bahasa Lampung Sumatera dengan Cikoneng yang hingga kini masih terjaga dan masih dipertahankan yaitu pada proses penekanan pembelajaran bahasa. Sejak dini bahasa Lampung diajarkan dan dikenalkan pada anak-anak. Ia menegaskan, orang Lampung asli pun belum tentu bisa berbahasa Lampung, karena mereka tidak mempunyai rasa kebanggaan pada bahasa daerahnya sendiri.
Hal ini juga dibuktikan pada saat anaknya bermain ke tempat temannya, yang terletak di Sumatera. Ternyata temannya yang asli Lampung itu buta akan bahasa daerahnya sendiri, akan tetapi anaknya yang jelas bukan asli Lampung lebih fasih dibandingkan dengan anak asli Lampung. ”Kami warga Lampung-Cikoneng bangga, karena bahasa yang kami gunakan ternyata masih bisa bertahan hingga kini,” Ungkapnya.
Walau sudah lebih dari empat abad tinggal di Banten, warga Lampung-Cikoneng menganggap bahasa Lampung yang digunakan sehari-hari adalah bahasa yang harus dilestarikan. Menurut Hasun, Anak-anak di perkampungan ini tetap diajarkan bahasa Indonesia, tetapi walaupun demikian masyarakat harus tetap mempertahankan bahasa ibu yakni bahasa Lampung,” ungkap lelaki yang berprofesi sebagai guru SD ini, seraya menambahkan, konsisten dalam bahasa ibu merupakan hal yang paling penting dalam melestarikan bahasa Lampung yang ada di Banten.
Sejarah Lampung-Cikoneng
Keberadaan warga Lampung-Cikoneng, tak lepas dari sejarah Banten sebelum menjadi kerajaan yang mandiri. Berdasarkan sejarah, warga Lampung-Cikoneng merupakan keturunan 40 prajurit pilihan kerajaan Tulang Bawang yang dihadiahkan kepada Pangeran Sabakingking (Maulana Hasanudin) saat masih seorang muballigh. Ke-40 prajurit yang disebut-sebut sebagai Laskar Sawunggaling ini bertugas mengawal Maulana Hasanudin dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Mereka juga berjasa mengantarkan Banten menjadi kerajaan Islam yang merdeka pada 8 Oktober 1526.
Karena Kerajaan Tulang Bawang ikut membantu Banten dalam mendirikan kerajaan, Maulana Hasanudin yang sudah menjadi sultan Banten, memberikan jabatan adipati di wilayah Banten kepada salah satu putra istana kerajaan Tulang Bawang. Putra istana Kerajaan Tulang Bawang yang waktu itu menjabat adipati adalah Minak Sangaji. Ia meminta wilayah barat Banten sebagai tempat tugasnya.
Minak sangaji juga dibolehkan membawa masyarakat Lampung ikut serta mendiami Anyer. Minak Sangaji membawa masyarakat Lampung berasal dari berbagai marga (kebuaian). Karena menetap lama, warga Lampung yang mendiami wilayah barat Banten ini beranak pinak hingga saat ini.
Walaupun warga Lampung-Cikoneng bukan berasal dari etnis Banten, namun keberadaan mereka menjadi bagian keunikan Banten yang dikenal sebagai tanahnya para sultan. (***)
Radar Banten : http://www.radarbanten.com
Online version: http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=37055
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment