Wednesday 12 December 2012

Yahudi Eropa Melawan Pribumi Lampung

Yahudi Eropa Melawan Pribumi Lampung Shodiq Ramadhan | Edisi : 145 - 3-17 Dzulhijjah 1433H/19 Oktober-2 November 2012 M More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on twitter Share on email Share on print Share on gmail HM Aru Syeif Assadullah Pemred Tabloid Suara Islam Kalangan ekonom dan praktisi atau pengusaha belakangan ini heboh dengan mencuatnya berita PT Bumi Resources TBK atau BUMI dilanda kemelut hebat. Perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia, milik keluarga Bakrie ini, dikabarkan mengalami kebangkrutan. Saham BUMI anjlog, drastis di bursa saham. Ironisnya partner Bakrie sebagai pemilik BUMI, Bumi Plc (pemegang saham 29%) yang dimiliki Nathaniel Rothschild, warganegara Kanada yang tinggal di Inggris, justru menggugat BUMI agar dilakukan investigasi terhadap aset senilai 637 juta dollar AS. Pihak Rothschild bagai membongkar borok BUMI yang notabene mereka ada di dalamnya kepada media internasional. Pertarungan internal di tubuh BUMI ini disebut-sebut sebagai perang antara Persatuan Yahudi Eropa melawan Pribumi Lampung. Konon “otak” pribumi Lampung adalah Nirwan Bakrie adik kandung Aburizal Bakrie alias Ical. Disebut-sebut jika group Bakrie kalah dalam gugatan Rothschild, maka sejumlah tambang batubara di bawah BUMI yang merupakan tambang-tambang batubara terbesar di Indonesia, niscaya akan dimiliki atau “dirampas” Rothschild yang notabene seorang Yahudi. Implikasi politik yang harus diterima Aburizal Bakrie atau Ical niscaya bukan main dahsyatnya. Saat ini kasus yang menerpa Bakrie Brothers ini menguasai silang-sengketa di media sosial dan internet. Ical yang kini foto dirinya dipajang sebagai baliho calon presiden dari Partai Golkar dan tersebar di seluruh Indonesia, “dijatuhkan” citranya dengan mencuatnya kasus BUMI ini. Namun menurut sumber Suara Islam, kubu dan tim politik Ical sangat tenang menghadapi penghancuran citra yang ditengarai berasal dari lawan-lawan politiknya menyongsong Pilpres 2014 mendatang. Kedatangan Rothschild ke ranah ekonomi negeri ini mengingatkan peranan George Soros, yang juga seorang keturunan Yahudi dan ikut bermain—mungkin malah mengotaki—dalam krisis moneter yang melanda Indonesia pada Juli 1997. Hingga hari ini setelah krisis moneter Indonesia yang berubah menjadi krisis multidimensi itu berlangsung belasan tahun itu kini masih menyisakan eksesnya bagi negeri ini. Beberapa negara tetangga yang juga sama-sama terimbas krisis moneter 1997 itu, seperti Thailand, Hongkong, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, hanya dalam waktu singkat segera bebas dari kemelut ekonomi itu. Tapi Indonesia sampai belasan tahun masih terus menyisakan ekses, bahkan menanggung sejumlah, bunga hutang—seperti bunga obligasi rekap—yang diambil dari APBN setiap tahunnya. Disebut-sebut Soros bermain Valas dan menghancurkan nilai rupiah di mata dolar AS. Nilai tukar rupiah sebelum krisis Juli 1997 Rp 2000an/dolar AS, merosot tajam hingga Rp 16.000/dolar, dan hingga hari ini nilai rupiah berkisar Rp 10.000/dolar. Dampak krisis moneter 1997 ditangani secara salah oleh presiden Soeharto, yakni dengan menerima tekanan IMF, di antaranya harus menaikkan BBM pada awal Mei 1998, sebelumnya diminta melikuidasi atau menutup 16 bank yang berakibat terjadi kekacauan ekonomi, orang berbondong-bondong menarik dana yang dimiliki di bank-bank (rush). Serenceng tekanan IMF, dipaksakan dengan agenda yang sebenarnya justru bukan merupakan solusi keluar dari krisis. IMF misalnya menekan pemerintah Soeharto harus segera melakukan, antara lain : devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar AS, menghapus subsidi seraya menerapkan liberalisasi harga-harga barang di pasar, bahkan meniadakan kuota impor agar Indonesia menjadi pasar bebas. Ditambah lagi dilakukan deregulasi sektor perbankan dan privatisasi BUMN karena dianggap sarang korupsi. Akhirnya korupsi harus jadi agenda terpenting dan harus diberantas setuntas-tuntasnya. Semua agenda IMF ini kini bisa dikaji sebagai bukan masalah urgent yang dibutuhkan bagi Indonesia untuk keluar dari krisis. Puluhan tahun jalannya ekonomi orde baru sebelumnya, misalnya berlaku oligopoly, monopoly di Indonesia, semua itu disaksikan IMF dan tidak menjadi pemicu krisis apa-apa. Seharusnya IMF memberi saran dan menekan Indonesia (baca Soeharto) untuk segera menstabilkan nilai rupiah dulu. Itulah yang dilakukan Malaysia yang menolak (janji) bantuan IMF dan akhirnya Malaysia justru keluar dari jerat IMF dan dalam waktu singkat bebas dari krisis moneter yang juga melanda Negeri Jiran itu. Soeharto yang dijanjikan mendapat bantuan lebih 42 milyar dolar AS ternyata, janji itu cuma gertak belaka dan bantuan yang diberikan dalam jangka bertahun-tahun kemudian hanya keluar 5 milyar dolar AS. Siapa di balik IMF ? Banyak analisis, menyebutkan dalam tubuh IMF bercokol tokoh-tokoh Yahudi. Dan Indonesia menjadi sasaran yang prioritas dan menjadi obyek eksploitasi. Berdagang dengan Yahudi Dalam ajaran Islam, Rasulullah Saw tak pernah melarang seorang Muslim berdagang dengan kaum Yahudi. Rasulullah Saw pun mempunyai hubungan sosial dengan sejumlah orang Yahudi. Tapi tatkala golongan Yahudi melanggar Perjanjian Hudaibiah, maka Rasulullah Muhammad Saw memerintahkan memerangi dan membunuh orang Yahudi yang ingkar itu. Alhasil bagi seorang Aburizal Bakrie atau kelompok bisnisnya Bakrie Brothers yang mencoba menggalang kerjasana dengan Rothschild yang notabene seorang Yahudi tentu tidak ada larangan. Kelompok Bakrie malah mengklaim mereka telah menarik dana segar Rotshchild ke negeri ini. Tapi masalah Yahudi yang kini menjadi wajah tak terelakkan dari Zionis Israel, niscaya mempunyai implikasi politik dan ideologis. Itulah kebijakan politik luar negeri NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sejak era Soekarno dan Soeharto sebagai implementasi UUD 1945 yang menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi. Israel jelas-jelas menjajah tanah dan Bangsa Palestina dan mencengkeram lebih setengah abad. NKRI sejak awal menentang Israel dan mendukung bangsa Palestina. Sikap NKRI tentang dukungan terhadap perjuangan Palestina tak pernah bergeser hingga era reformasi dewasa ini. Tapi penentangan terhadap Israel dan Yahudi tampak cenderung melemah. Di era presiden Abdurrahman Wahid, hampir-hampir saja hubungan diplomatik dengan Israel dibuka, namun gagal diwujudkan karena mendapat protes keras dari umat Islam dan bangsa Indonesia. Muncul pula wacana-wacana bahwa berhubungan dagang dengan orang Israel tidak menjadi masalah. Malah tokoh Kadin yang juga bekas tokoh HMI Ferry Mursidan Baldan beberapa bulan silam menghadiri resepsi ulang tahun Israel yang diselenggarakan kedutaan besar Israel di Singapura. Ferry yang kini aktif sebagai tokoh partai Nasional Demokrat tidak peka terhadap kebijakan politik NKRI yang masih tetap menentang penjajahan Israel di Bumi Palestina. Lemahnya sikap menentang Zionis Israel Yahudi, rupanya juga menyeret Bakrie Brother untuk merangkul tokoh-tokoh pebisnis Yahudi seperti Rothschild dalam kerjasama bisnis. Buntutnya kini Bakrie Brother memanen perang melawan orang Yahudi itu dan membuat kelabakan. Bagaimana akhir “Perang Bubat” antara Yahudi dan Pribumi Lampung (daerah asal-usul Aburizal Bakrie) ini ? Niscaya saja umat Islam yang merupakan pemilik sah bumi pertiwi NKRI tidaklah ridho jika Rothschild menguasai tambang batubara raksasa terbesar di Indonesia bahkan di Asia itu. Wallahua’lam bissawab ! Artikel Terkait Terlibat Skandal Perempuan, Ketua DPR Singapura Mundur Inilah Pernyataan Resmi ICMI Atas Pelecehan terhadap BJ Habibie BJ Habibie Dilecehkan, ICMI Kebakaran Jenggot Kelompok Islam dan Sekuler Mesir Sama-sama Gelar Pawai Menjelang Referendum Astaghfirullah, Tiga PNS Riau Positif Terkena Virus HIV Baca Juga Tidak ada artikel dengan kategori yang sama © 2011 1432 H / 2011 M - Suara-Islam.Com Tentang Kami | Hubungi Kami | Sitema

No comments:

Post a Comment